The Power of HACKER Inside Me

119 4 0
                                    

Suatu tempat terbuka cukup luas untuk di penuhi sebuah bayangan kubus, yaitu lokasi ku saat ini berada. Aku melihat bayangan kubus itu mendarat di tempat aku berpijak.

Seorang anak kecil menghampiriku dari balik sinar rembulan yang lumayan lebih terang dari biasanya. Sepertinya anak itu datang dari bayangan kubus besar itu.

Sulit bagiku untuk melihat rupa wajah nya karena ia membelakangi indah nya sinar rembulan. Tanpa mengucap sepatah kata anak itu menjulurkan tangannya ke arah tanganku. Kemudian berhasil menyentuhku.

Suatu keanehan terjadi, aku merasa sakit dibagian kepala belakang. Tak bisa
dipungkiri aku terjatuh berbaring di atas tanah luas. Ketika ku buka mata, cahaya rembulan seketika menyilaukan mata ku bagai cahaya milik mentari.

“Mimpi yang sama, setiap hari?” ucap wanita di sampingku terkejut.

“Hmm, dengan kubus yang sama dan adegan yang sama” kataku melemas,
lelah memecahkan masalah yang tak kunjung sirna. Wanita di sampingku
adalah sahabat karibku sejak Sekolah Dasar.

“Oyy” teriak seorang pria di atas jembatan seraya melambaikan tangannya. Ia melangkah mendekatiku dan Dyera sahabat karibku.

“Lo telat 15 detik Has, lagi!” kata Dyera memeriksa jam ditangannya seraya menggelengkan kepala.

Pria itu merupakan sahabat ku yang lain.
Kami bertiga selalu bersama sejak Sekolah Menengah Pertama. Aku bertemu dengan Sohas ketika April MOP berlangsung.

“Sorry deh alarm gue rusak dimainin adek. haha” katanya menggaruk
garuk rambutnya yang tipis hampir botak itu.

“Kuno deh” ucapku dan Dyera kompak.

Kami saling menatap sebentar kemudian kembali menatap Sohas.

“Lain kali pasang alarm lewat HP dong” Kata Dyera jengkel.

“Eh, gue kan menghargai pemberian emak, emangnya lo. Baju lo itu itu mulu yang di pake. Perempuan juga, modis dikit dong!” jawab Sohas kesal.

“Ribet, yang penting nyaman tau ngga!” balas Dyera sinis seraya melipat kedua tangannya di bawah dadanya yang datar.

“Cukup, kalian ini selalu saja bertengkar jika bertemu” kataku mencoba menengahi pertengkaran kecil mereka.

“geli gue dengernya Nik!” kata Dyera melontarkan wajah ingin muntah.

Di dalam lingkar persahabatan, aku sering berperan menjadi penengah,
yang terkadang berbicara bahasa baku. Hal itu membuat Dyera merasa geli mendengarnya, karena cukup jarang di praktikan di kota Jakarta ini.

“Daripada itu, mendingan kita lanjutin tujuan kita ke taman ini”
kataku melangkah mencari tempat duduk yang nyaman untuk diskusi.

Aku mengeluarkan alat tulis di dalam tas kerjaku. Yang lain menyusul duduk. Mereka membuka laptop mereka masing masing.

“jadi apa yang sudah kalian dapatkan?” tanyaku menatap mereka bergantian.

“Dari hasil riset gue semalam, kayaknya pas nih. Kita kupas tuntas tentang kecerdasan seseorang aja gimana?. Apalagi sekarang kebanyakan HRD perusahaan melihat para pelamar dari sisi EQ (Emotional Quotient) nya. Dari hasil searching ke mbah google, IQ (Intelligence Quotient) seseorang ngga terlalu dilihat. Tapi gue masih belum tahu alasannya kenapa. Kalo kalian gimana?, dapat apaan?” kataku melanjutkan.

“gue sih setuju aja sama pendapat lo Nik, tapi gue kepikiran tentang How to be Success. Di zaman milenial ini teknologi semakin modern, dan yang gue liat sih banyak banget mereka yang tiba tiba viral dari memanfaatkan teknologi canggih. Jadi rencana gue yaitu bikin sebuah buku yang isinya tentang step by step going to success untuk mereka.
Tapi lebih ke bisnis sih. Gimana, mau?” kata Dyera menatapku dan Sohas
bergantian.

“Karena gue belum dapet apa apa, gue setuju dengan pendapat lo berdua”
kata Sohas menghentikan suasana serius.

“Emang dasar ya, dari kita bertiga yang paling terbelakang itu lo, sono balik aja ke zaman purba.Lebih cocok tuh buat lo” kata Dyera kesal dengan jawaban Sohas yang tidak membantu nya sama sekali.

“Sensi amat Dy, gue belum lanjutin kata- kata gue oyy!” ucap Sohas kesal.

“Mulai lagi deh, jadi gimana menurut pendapat lo Has” tanyaku yang tak ingin mendengar mereka bertengkar lagi.

“Menurut gue, ada baiknya menggabungkan ide lo pada. Barusan gue search sebentar tentang kecerdasan seseorang. Gue nemu rumus dari
sukses. Success = IQ + EQ. Jadi menurut gue kita bisa menganalisis dua
orang dengan IQ tertinggi dan EQ tertinggi. Kita bisa cari ciri ciri, gaya hidup, cara berpikir dan kebiasaan mereka. Juga bisa kita simpulkan step by step menuju sukses. Gimana, setuju ngga?” ucap Sohas brilian.

Aku tahu walau dirinya kerap kali lamban tapi dia memiliki kecerdasan
IQ dominan. Aku melihat warna bola matanya kuning. Sedangkan Dyera,
aku melihat bola matanya berwarna Jingga muda.

“Wow, kali ini gue setuju sama pendapat lo” ucap Dyera dengan senyum bangga. “Nik setuju yah, please” lanjutnya seraya mengangkat dua jari kanan ke samping matanya.

“yah, bagus juga. Jadi lebih seimbang” kataku mengangguk.

“Tapi kendalanya sekarang adalah siapa dua orang yang bakal kita analisis?” tanya Sohas berpikir kritis.

“Soal itu, serahkan pada ku. The Power of Hacker Inside Me” ucapku
tersenyum sinis.

The Power of HACKER Inside MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang