Sohas vs Dyera

25 3 0
                                    

Sepanjang perjalanan menuju kelas, aku Dyera dan Sohas - di koridor kampus, rasanya seperti berjalan di lorong kegelapan tersuram. Dan aku lah dinding pembatas kedua lorong itu. Aku yang berjalan di tengah-tengah mereka, sesekali melirik keduanya secara bergantian.

Aku bisa merasakan aura panas membakar di sekitar mereka. Langkahku
terhenti. Sontak keduanya menatap ku penuh tanya.

“Kenapa berhenti?” ucap keduanya kompak. Keduanya saling menatap,
kemudian berpaling ketus.

Masih bertengkar rupanya. “Guys, ada apa dengan kalian”

“Ngga ada apa-apa tuh” kata Dyera melipat kedua tangannya di bawah dada, tanpa melihatku dan posisinya membelakangi Sohas.

Sohas yang membelakangi Dyera pun menutup kedua matanya. “Munafik”
ucapnya tersenyum licik seraya membuka matanya perlahan.

Dyera yang terkejut mendengar kalimat membunuh itu, mulai merasakan panas nya kawah gunung berapi. Kalimat yang terucap kali ini, berhasil menggores pertahanan kesabaran. “Maksud lo apa ngatain gue begitu?” tegas Dyera berbalik menghadap punggung belakang Sohas dengan membelalak tajam.

Sontak Sohas pun berbalik menghadapi wajah Dyera “Gue Cuma bilang munafik, ngga lebih dan ngga ada sangkut pautnya sama lo, kecuali kalo lo ngerasa!”

Kedua Alis Dyera mengangkat tak lagi berkerut. Ia menghela napas, menandakan sedang mengontrol emosinya “Dasar tukang bohong” lanjutnya melirik ke kanan.

“Dasar ngga peka!” kata Sohas melirik ke kiri.

Dengan cepat mata Dyera menatap Sohas dalam “Dimana letak ketidakpekaan gue?”

Sohas pun membalas tatapan Dyera “Dimana letak kebohongan gue?”
Keduanya saling menatap kesal.

“Argh” raung Dyera dengan ekspresi geram, kedua tangannya seakan mencakar wajah Sohas namun sebetulnya tidak kena, cakaran dan wajah nya berjarak sekitar 5 cm dari hidung. Melihat Dyera yang seperti
harimau, respon dia hanya menutup mata rapat-rapat.

Baru 5 detik ketika Sohas membuka mata, ia mendapati Dyera yang sedang
berjalan pergi meninggalkan kami. Ia mengembuskan napas dan hanya
menunduk murung.

“Has,” kataku menyentuh pundak Sohas.

“Ngga Nik, kali ini harus Dyera duluan yang minta maaf. Saat ini egoku meradang” katanya tiba-tiba seraya menatapku penuh harap.

“Eh, bukan itu,” lanjutku menurunkan tanganku dari pundak Sohas.

“Apa?” tanyanya dengan muka datar.

“Has, lo ngga pergi juga?”

Sohas menggelengkan kepala, tangannya menepuk dahi sendiri
keras-keras. Hingga terlihat sedikit merah di dahinya “Ini lagi, sama
aja ngga peka!, Dahlah kabur” lanjutnya berjalan santai, berbeda arah dengan Dyera.

“Perasaan gue Cuma nanya deh” kataku menggaruk rambut di kepala bagian
belakang. Aih, daripada itu aku harus bergegas masuk kelas.

Sesampainya dikelas, Materi sejarah membuatku bosan. Kenapa lah aku
malah mengambil pelajaran ini. Hiks.

2 jam berlalu dan bel pulang pun
berbunyi. Kini aku berada di depan taman waktu kami berdiskusi.
Tepatnya di jembatan. Dan aku tidak sendiri.

“Hey Nik” panggil Dyera dari kejauhan, tangannya melambai-lambai.

Ia menatap ke arah samping ku “Loh, kenapa si botak datang duluan sih”

“Emangnya lo doang yang boleh hadir awal? Dan lagi gue ngga botak!”
Kata Sohas yang dari tadi berdiri di sampingku.

“Stop, jangan mulai deh” aku menatap mereka secara bergantian.

Dyera masih menatap Sohas dengan kesal “Cih sial!, ayo Nik kita pulang” katanya menarik pergelangan tangan kiri ku.

Aku tercengang melihat aksi Dyera. Namun tampaknya Dyera tersadar, ia reflek melepas tanganku “Eh sorry Nik, gue lupa, maaf Nik, ngga sengaja”

Aku melihat reaksi Dyera saat itu, terlihat jelas di layar komputer tak terlihat. Dyera cemas, takut, gugup, sedih. Luar biasa khawatir dengan respon ku nantinya.

“Iya ngga papa” kataku mencoba membuatnya tenang.

“Nik lo marah ya?”

“Ngga Dy sans ae, ayo jalan”

Aku menoleh ke samping “Eh, Sohas kemana?” Ku tatap Dyera, spontan ia geleng geleng. Terlihat jelas ia sedang
tidak jujur.

“Udah yuk Nik, pulang aja. Sohas kan udah gede, ngga perlu di cariin”

Walau mereka kerap sering berselisih pendapat, Dyera pasti akan tetap mau
pulang bertiga. Tapi kenapa sekarang? ... jadi, pertengkaran mereka se dahsyat ini, tidak bisa dibiarkan begitu saja. Aku perlu bantuan kecil.

“chat siapa?” Tanyanya ketika mendapati aku yang membuka ponsel.

“Eh Cuma operator pulsa doang kok” kataku melirik ke kanan.

“Oh, yuk jalan” katanya percaya dengan ucapanku. Untuk saat ini jangan beri tahu siapa pun. Tidak boleh ada yang kecewa.

12 menit kemudian ...

Tring

Pesan Chat WhatsApp (online)
Hari ini 16;42 WIB

+62 xxx xxxx xxxx :
Gue butuh bantuan lo, sebagai psikolog!.
Kalo lo udah baca langsung temui gue di jalan senar blok c, di taman.
Gue tunggu, Niko Huang!

End Chat

“Jadi, dia membutuhkan ku. baguslah ... tak perlu aku mengeluarkan keringat untuk mendekati mereka. Sejauh ini cukup mudah” kata Leyna tersenyum bangga.

“Ah iya, jangan lupa save nomornya” katanya bermain dengan keyboard
ponsel yang di genggamnya.

The Power of HACKER Inside MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang