Sebuah Nama

30 2 0
                                    

"Oke, dimulai dari Nama, Siapa Namamu?” Kata Sohas yang memegang
papan List pertanyaan untuk wawancara”

“ Joy Leyna Zwetta” Jawab Narasumber yang tak lain adalah gadis bermata ungu.

“Wow, nama yang unik” puji Dyera.

“Thanks, Ibu ku yang memberikan” Leyna tersenyum manis seraya menunduk
menggenggam pergelangan tangan kiri, bukan- lebih tepatnya menggenggam
jam kuno yang di pakainya.

“Kamu bukan dari sini” Kataku yang masih memegang buku catatan untuk
mencatat informasi penting saat wawancara.

“Ya, Anda benar, saya dari London City” jawab Leyna.

“Wah ceritain dong, ada apa aja di sana!” Dyera berhenti berdiri dan duduk di samping kanan Leyna - penasaran dengan tempat kelahirannya.

“Well yah, Tower Bridge, Thames River, The Shard Tower, And ....”
Pidato Leyna terhenti seketika. Seseorang telah memotong pidato Leyna.

“Stop ....” Sohas berhasil mencuri pandangan semua penghuni atap kampus, termasuk burung burung di atas pohon.

“Ceritain detailnya satu per satu dong” Lanjutnya dengan senyum gigi-yang membuat Niko menepuk dahinya sendiri.

“Oke,” Leyna tersenyum kaku.

Aku terkejut dengan mereka semua yang membuang waktu. “No, guys.. kita butuh konsentrasi” Ucapku menatap mereka secara bergantian.

“...” tidak terduga, tak ada yang meresponku. Semua member acara
wawancara ini hanya menatap datar ke arah ku tanpa mengucap sepatah kata.

“Eh Na, gue pernah denger tentang Tower Bridge di internet, tapi gue
mau denger langsung dong dari orang asli sana ... pasti lebih menjiwai” Dyera membubarkan kebisuan suasana tadi.

“Dy, wawancaranya coy” Aku menunjuk-nunjuk buku catatan yang masih ku pegang.

Kulihat Sohas berdiri, akhirnya ada yang mendukungku “Ah, itu mah bisa dari Internet. Na ceritain pelosok pelosok disana aja.. kan ngga ada di internet, gue yakin kemampuan bercerita lo pasti keren apalagi melihat nama lo yang unik. hehe” Sohas berkoar.

Ternyata aku salah kaprah, kini kedua temanku sudah hilang arah. Sama
seperti belanja. “Has?, fokus has fokus” kataku berusaha menyadarkan dengan menyinggahkan jari jemari kiriku di pundak Sohas.

“Hey Nik, wawancara bisa kapan kapan, tapi kalo cerita tentang kota orang kan jarang jarang” jawabnya kemudian duduk kembali. Dan jari jemariku masih mengapung.

“Setuju, lanjutin dong Na,” Dyera mendukung alasan Sohas seraya tersenyum menatap Leyna.

“Oke tapi Niko ada benarnya” Leyna mengalihkan pembicaraan. Akhirnya
ada yang sepemikiran denganku.

“Ah, ngga seru nih” wajah Dyera terlihat masam, ia melipat kedua tangannya di bawah dada pertanda kecewa dengan jawaban Leyna.

“Eh maaf, baiklah saya akan cerita. Jadi, yang mana dulu yang harus diceritakan, Tower Bridge atau pelosok?” Kata Leyna.

“Tower Bridge” Jawab Dyera.

“No, pelosok” Kata Sohas melambaikan jari telunjuk kanan seraya menggelengkan kepala dengan mata tertutup.

“Tower Bridge, yang jelas udah ada!” Dyera marah, ia memegang pinggangnya kanan dan kiri seolah menantang Sohas duel.

“Pelosok yang ngga bisa di temukan di internet!” Sohas menerima tantangan. Ia hanya melipat kedua tangannya di bawah dada dengan mata melebar.

“Ngalah dong sama cewek!” Lontar Dyera.

“Oh always, tapi pengecualian terhadap Dye Dye” Kata Sohas menunjuk-nunjuk hidung Dyera dengan senyum licik.

“Jangan sebut nama gue begitu” Dyera menghempas tangan Sohas.

Aku tidak bisa membiarkan mereka berdua seperti ini. “Hentikan, kalian ini kenapa?”

”Shut up!” bentak keduanya kompak di depan wajahku sampai sampai aku
mematung. Leyna terkesiap, ia membungkam mulut nya sendiri.

Mereka berdua kembali ke posisi semula tanpa mempedulikan aku dan Leyna yang mematung. Mereka melanjutkan duelnya, atau nama lainnya adalah adu mulut.

“Tuan Sohas yang cantik, kebanyakan para pria bilang perempuan itu diutamakan. Jadi, Tower Bridge duluan titik”

Aku pergi meninggalkan mereka, berusaha mencari ketenangan dengan
duduk di anak tangga yang tersusun sebagai jalur menuju atap kampus.

Walau aku tahu mereka sering berbeda pendapat dan aku selalu menjadi penengah, tapi kini aku merasa kecewa. Sebelumnya mereka tidak pernah seperti tadi. Membentakku rasanya aneh. Kuharap hanya pertengkaran kecil.

“Sulit di percaya” aku menghembuskan napas.

“Hey, boleh saya duduk disini” Suara wanita telah mengejutkan ku. aku memeriksa sumber suara, ternyata gadis bermata ungu. “You know, keadaan di luar sungguh mengerikan”

“Silakan” kataku. Ia menghampiriku dan duduk manis disampingku.

“...”

Apa ini canggung sekali. Kami tidak berbicara selama satu menit.
Dan juga kami duduk berjauhan, sama sama diujung.

“Jadi,” Ucapku dan Leyna kompak. Masing masing pasti terkejut. Kami
saling menatap.

“Ladies first” kataku mempersilakan.

“Oke, jadi kalau boleh tau siapa nama panjangmu” Tanya Leyna.

“Niko Huang”

“Wow, lebih unik,”

Benarkah?. Padahal nama dia lebih menarik dan panjang “itu hanya sebuah nama, mainstream”

“Tapi, namamu pasti punya arti yang bagus”

“Entahlah, gue belum pernah cari tau, kalau lo pasti tahu arti nama sendiri benarkan?” tanyaku.

“Actually, arti nama dengan kehidupanku saat ini sangat bertolak belakang” terlihat Leyna menundukkan kepala.

“But, it’s not important.” Lanjutnya menatapku.

“So, apa tujuan kamu kuliah disini, sedangkan di London pasti punya kampus terbaik yang banyak beasiswa nya?” pertanyaan ini sudah aku siapkan
untuk sesi wawancara. Akhirnya bisa ku ungkapkan.

“I’m escape”

Aku sedikit terkejut dengan jawaban nya. “Ku kira kamu mencari biaya kampus yang lebih murah daripada di london"

“You don’t understand” katanya membelakangi ku.

Apa aku salah bicara?. “gue percaya
setiap pilihan pasti punya alasan yang kuat,” kataku santai.

“yah Anda benar”

“Anda?, bukankah terlalu formal?, kamu saja, atau lo, bisa juga Niko. Seperti kedua temanku”

Leyna kembali menatapku, posisinya sudah berhadapan denganku “By the way, kedua temanmu itu, apa akan baik baik saja” katanya dengan raut wajah khawatir.

“Yess They will” aku tersenyum menatapnya.


The Power of HACKER Inside MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang