Yang Mulai Ingin Tahu Namun Memilih Menutup Mata

577 99 395
                                    

manusia,
dengan manusia,
dan penantian
entahlah

lara,
atau cinta










Daripada menjemput luka, banyak manusia lebih memilih untuk bersekutu dengan semesta agar mereka pura-pura menutup mata dan tidak tahu. Padahal, sebenarnya mereka hanya sedang menunda. Tanpa diminta, tanpa disengaja, dengan cara yang paling tidak pernah bisa manusia duga, lukanya akan datang dengan sendirinya sekalipun tidak pernah ia semogakan.

Barangkali ia adalah sebuah perwujudan dari rintihan-rintihan syahdu yang menangis pada gelapnya malam dan senyuman, hatinya adalah sebuah suara. Dari nalar yang sudah tidak bisa lagi berbicara, gelisah akan penerimaan yang tidak pasti dan dosa. Semesta, boleh tidak jika manusia menjadi makhluk yang sepengecut itu?

"Itu buku punya siapa, Ra?" tanya Dito.

"Nggak tahu, To."

"Loh, kok nggak tahu?"

"Ya nggak tahu, To. Kemarin ada yang nyebrang jalanan, dan kayaknya dia nggak sadar kalau tasnya jebol."

"Terus lo pungut?"

"Kenapa bisa ada di gue juga, ya, gue pungutlah, To." Zara memutar bola mata malas.

"Padahal kagak usah lo pungut juga kagak apa-apa, kali."

"Nggak tahu, To. Pengin aja."

"Dih, ini anak cuek amat. Gimana kalau yang punya nyari-nyari? Emangnya di sampulnya nggak ada namanya, gitu?"

"Nggak ada."

"Terus, udah lo periksa dalamnya?"

"To?"

"Apa, Ra?"

"Itu kan punya orang, Dito. Masa gue buka, sih?"

"Ya nggak apa-apa, Ra."

"Kagak-kagak."

Dito mengembuskan napas panjang. Gadis dengan sifat keras kepala bawaan lahir memang yang paling menyebalkan.

"Terus, mau lo apain itu buku sekarang?"

"Ya, nggak gue apa-apain. Palingan entar juga ada yang nyari."

"Kalau nggak ada yang nyari?"

"Boleh gue buang, ga?"

"Anjir, serah lo dah," ujar Dito sembari berdiri dan merapikan tasnya. "Abis ini gue ada rapat dulu sebentar sama anak-anak UKM. Jadi gue duluan, ya, Ra."

"Oh, ya udah."

Sebenarnya, jika boleh dikata, Zara memang sedikit penasaran dengan buku yang ia pungut kemarin. Meskipun yang ia pungut tidak hanya buku, tetapi yang paling menarik perhatiannya adalah buku kumal itu. Sial. Ia jadi sangat penasaran.

"Sedikit doang boleh kali, ya?"

Pada akhirnya, Zara membuka sampul buku itu setelah Dito pergi. Di halaman pertamanya, tidak apa-apa. Hanya kosong. Lalu ia membalik halaman selanjutnya. Di sana, ada catatan kecil. Ya. Hanya catatan kecil. Tidak ada nama, atau apa pun itu yang menunjukkan identitas sang pemilik.

Aku tidak tahu semesta memiliki cinta yang cukup untuk setiap manusia yang menginjakkan kaki di atasnya. Akan tetapi, pertemuan kita sudah dipastikan. Aku dan kamu pasti akan segera bertemu.


"Dih, apaan banget dah!" Zara memutar bola mata malas.

Ia kira, buku seperti apa yang ia temukan. Ternyata, isinya hanya serentetan kalimat yang tidak penting.

sudah, istirahatlahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang