tawa
hal paling sederhanayang membuat rumit adalah
kelakuan semesta
yang tidak tahu malu
menyembunyikan
perasaan manusiaDulu, di hatinya ada sepasang sayap patah yang menolak mengepak. Dari luka-luka yang merangkak abadi, atau seperti burung yang tidak tahu di mana batas langit berada, yang bisa ia lakukan hanyalah terbang sampai titik di mana ia akan dicintai jatuh dan mati.
Anugerah Tuhan bisa turun melalui siapa saja tiada melihat dia siapa lalu bagaimana baik-buruknya. Semesta sudah seimbang dengan tawa dan tangisnya. Melalui berbagai hal tanpa pernah bisa nalar manusia duga, apa pun yang menunggu di depan sana nanti, genggam dan tersenyumlah kepadanya. Walau jauh di dalam kata paling jujur, hatinya sudah sangat-sangat ingin menangis.
"Dima, Dima, Dima!"
"Ya? Kenapa, Zara?"
"Kenapa kamu nggak bangunin aku?"
"Zara ...."
"Apa?"
"Mana tega aku bangunin kamu yang terlihat begitu nyenyak."
"Tapi aku bisa telat masuk kelas, Dima."
"Memangnya sepenting itu, ya, Ra?"
"Kalau nggak, aku nggak akan bisa bebas, Dima."
Dima mengembuskan napas panjang. Satu hal yang ia sadari pagi ini adalah, sepertinya bukan kebebasan seperti ia bisa pergi ke mana saja yang selama ini gadis itu selalu semogakan. Bahkan sampai saat ini, saat di mana gadis itu tidak berada di dalam penjaranya, tetap saja hal paling utama yang ada di kepalanya adalah ketidakbebasannya.
"Zara?"
"Apa?"
"Bukan seperti ini kebebasan yang kamu mau."
"Maksudnya?"
"Meskipun kamu tidak berada di rumah itu, tetapi pikiranmu masih berada di sana."
Zara hanya diam. Gadis itu menunduk dan hening.
"Begini, tentu saja aku tidak mungkin melarangmu kuliah. Tapi, santailah sedikit, oke? Nanti setelah mandi kita berangkat sama-sama."
Zara tidak tahu harus merespons apa, tetapi di hatinya seperti ada perasaan hangat yang memaksa kedua sudut bibirnya untuk terangkat dan pipinya tersipu. Perlahan, gadis itu menangkat kepalanya lalu menunjukkan senyum paling lega setelah lama menghilang disembunyikan semesta dan malam.
Terlalu berhasil membuat laki-laki di depannya bahkan tidak rela untuk berkedip walau untuk satu detik saja.
Andai saja kamu melihat dirimu di cermin, kamu pasti tidak akan percaya bahwa pantulan manusia yang sedang tersenyum cantik di depanmu itu adalah dirimu.
***
Dari jauh, Dito melihat Zara sedang berjalan dengan Dima sambil berbincang dan sesekali tertwa. Sebetulnya, ia senang. Karena sepertinya gadis itu sudah mulai terbiasa. Terbiasa untuk tidak berlama-lama dengan luka, terbiasa untuk sedikit-sedikit memulai perjalanannya dengan tawa.
Akan tetapi, satu hal yang membuatnya kesal adalah, gadis itu tidak pulang ke rumahnya sampai-sampai ayah Zara tidak berhenti menelepon dan menanyai Dito sebenarnya Zara ada di mana. Bersama dengan perasaan senang dan marah, Dito berjalan mendekati kedua manusia itu. Masih ada sepuluh menit sebelum kelas di mulai.
"Zara ...," teriak Dito.
"Ah, ada Dito."
Tiba di hadapan Zara dan Dima, Dito langsung mengomel dan marah-marah tidak jelas menyampaikan keluhan yang semalam ia dapat dari ayah Zara.
KAMU SEDANG MEMBACA
sudah, istirahatlah
RomanceSemesta sudah sakit. Yang membuat hati manusia sarat akan penerimaan, penolakan akan kehilangan, lalu sedikit kepulangan yang selalu kita nanti-nantikan, berjuanglah. Kepada sepasang kaki yang terlihat sudah sangat lelah berlari, sebentar lagi. Seb...