Sebelum Fajar Terbilang

247 43 173
                                    

manusia
takut
dan kehilangan

fase itu
tidak akan pernah berhenti
sebelum semesta
benar-benar bisa
beristirahat












Semenjak dahulu, catatan harian semesta tidak pernah lepas dari yang namanya mencintai dan merelakan kepergian. Hanya saja, kadang-kadang, yang menjadikannya rumit adalah bagaimana cara semesta mempersempit hati manusia sampai-sampai ia tidak bisa menerima perpisahan.

Salah satunya adalah dua manusia yang sedang jatuh cinta ini. Mereka adalah Pramono dan Aini. Kalau didengarkan, perjalanan mereka memang sangat manis dan mengirikan. Akan tetapi, entah kenapa, setiap kali manusia akan bergegas menuju ke dalam fase bahagia, semesta terlihat tidak suka.

Setelah menikah, Pram dan Aini dikaruniai satu orang anak perempuan yang begitu cantik. Pram bilang, ia mirip sekali dengan ibunya. Hanya saja, setelah wanita paling dicintainya itu melahirkan, kondisinya tidak pernah menjadi baik. Walau dari awal kesehatan Aini sering sekali terganggu, kali ini terlihat berbeda. Tentu saja Pram sangat khawatir. Ia membawa Aini ke rumah sakit dan setelah diperiksa, ternyata wanita paling dicintainya itu mengidap Anemia.

Karena Aini memiliki semangat hidup yang besar, masalah seperti ini, baginya, bukan apa-apa dibandingkan bagaimana sulitnya ia melahirkan karunia dari Tuhan. Beberapa bulan pasca melahirkan, Pram biarkan Aini kembali bersama rutinitasnya seperti biasa yaitu berkerja di sebuah perusahaan sebagai HRD. Namun karena semakin lama kondisinya semakin memburuk, Pram menyuruh Aini untuk berhenti bekerja dan fokus untuk membesarkan buah hati mereka saja.

Namun Aini bersikeras menolak dengan alasan bahwa ia masih mampu. Pada suatu malam, Pram dan Aini berdebat cukup hebat.

"Aini, aku kan sudah bilang sama kamu supaya berhenti bekerja. Kenapa kamu tidak pernah bisa mengabulkan permintaanku yang satu itu?"

"Mas Pram, ini bukan apa-apa. Aku nggak apa-apa, kok. Aku masih sanggup. Aku masih bisa bekerja. Aku sanggup mengurus Zara sambil bekerja."

"Tapi, Aini, lihat ... kondisi tubuhmu sudah benar-benar meminta istirahat. Setidaknya, biar aku yang mengerjakan perkerjaan yang berat. Kamu hanya perlu diam di rumah, merawat dirimu sendiri dan Zara. Aku tidak mau kamu kenapa-napa, Aini. Kenapa kamu tidak pernah mau mengerti? Aku hanya takut kehilanganmu, Aini. Hanya itu."

"Mas Pram, aku tidak akan ke mana-mana. Jadi kamu tenang saja," ucap Aini sambil tersenyum.

Setelah itu, selama beberapa hari Pram dan Aini tidak berbicara sama sekali. Meskipun mereka ada di satu atap yang sama, tetapi karena hatinya masih belum memiliki penerimaan yang cukup, Pram benar-benar tidak mengacuhkannya.

Sampai pada suatu malam ketika semesta mengambil Aini darinya, ia benar-benar tersadari. Jika selama ini, Aini selalu menyembunyikan sesuatu darinya. Dokter bilang, jika Aini sudah mengidap Anemia Berat sejak menginjak usia SMA. Namun karena gadis itu tidak ingin siapa pun tahu tentang penyakitnya, ia memilih untuk merahasiakannya sampai-sampai rahasia itu merenggut nyawanya sendiri. Pram merasa terbodohi. Selain keluarganya, tidak ada lagi yang mengetahui penyakit Aini.

"Aini, kenapa kamu menyembunyikan hal sebesar ini dari aku? Andai saja jika aku tahu penyakit ini dari dulu, tidak akan aku biarkan kamu menanggung beban ini sendirian." Begitulah, ucapan Pram ketika ia bersimpuh di depan rumah terakhir Aini.

"Lalu sekarang, Zara mewarisi semangat yang begitu besar darimu, Aini. Aku tidak ingin dia mengalami hal seberat dirimu. Itulah kenapa aku selalu protektif kepadanya. Dan sekarang, gadis itu entah sedang berada di mana. Maafkan aku, Aini. Sebagai seorang ayah, aku sudah gagal."

Pada malamnya, ia selalu menyempatkan diri untuk mengenang. Sampai saat ini, perasaannya selalu saja dipenuhi rasa bersalah. Itulah mengapa, untuk menebus kesalahannya, ia harus memerhatikan Zara sebaik mungkin. Akan tetapi, gadis itu sudah terlalu cepat tumbuh. Pram tersenyum, sepertinya ia harus mulai bisa menerima.

sudah, istirahatlahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang