Semuanya Berbeda

198 29 6
                                    

Dua Minggu kemudian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dua Minggu kemudian.

Tepat sepuluh menit lalu, Ara baru saja tiba di kediamannya setelah perjalanan yang cukup menguras tenaga. Ya, dia menggunakan transportasi darat untuk sampai di Jakarta, dari Yogyakarta.

"Lagian sih Ra, kenapa nggak naik pesawat aja, kan lebih cepet," celetuk Alfa.

Ara terkekeh pelan. "Nggak seru, Al. Temen-temen gue yang lain pada naik bus, masa gue malah enak-enakan naik pesawat. Nggak solidaritas namanya," sahutnya.

Walau dua minggu itu bukan waktu yang lama, tapi Ara begitu merindukan suasana rumah. Apalagi Pak Tae dan Ibu Joy juga Alfa. Bahkan dia sengaja membelikan oleh-oleh untuk mereka semua. Padahal Ara di sana belajar bukan liburan.

"Al, Bapak sama Ibu ke mana? Masa anaknya pulang, mereka malah nggak ada di rumah," protes Ara ketika mendapati rumahnya sepi dan hanya ada Alfa.

Bahkan tadi saja, Ara dijemput oleh teman Bapaknya ke sekolah. Sebab pemberhentian bus terakhir ya di sana. Jadi, mau tidak mau proses jemput-menjemputnya di lapangan upacara.

Alfa yang sedang sibuk dengan koper Ara itu hanya menggedikkan bahu. "Pas bangun tidur, Bapak sama Ibu udah nggak ada di rumah. Duh Ra ini tuh isinya apasih berat banget. Taruh di sini aja ya, males ngangkat ke lantai duanya." Dia memindahkan empat koper milik Ara, belum lagi dua tas jinjing yang cukup besar.

"Gue rasa, lo mau pindah rumah ini. Segala baju dibawa, bahkan sampe bawa panci sama penggorengan kayaknya," lanjut Alfa mengoceh.

Mengabaikan ocehan Alfa, Ara memilih untuk menyenderkan punggungnya di sofa. Menghela napas panjang, Ara senang sudah tiba di rumahnya. Memang, sejauh apapun seseorang merantau, rumah adalah tempat paling nyaman untuk pulang.

"Terserah lo, Al mau taruh di mana kopernya. Gue ke kamar dulu ya, capek banget seriusan," sahut Ara lalu beranjak dari duduknya.

Setibanya di kamar, Ara merebahkan tubuhnya di atas kasur. Dia menyambar ponsel dan langsung menghubungi sahabatnya, siapa lagi kalau bukan Rena.

[ARAAA!]

"Ya Allah, kuping gue budek deh. Pelan-pelan aja kali Ren. Iya gue tau, lo kangen sama gue kan."

Ara terkekeh saat mengatakan itu, bagaimana pun juga dia merindukan sahabat-sahabatnya. Walau tadi ke sekolah, tapi ini Minggu dan tidak mungkin ada mereka di sana.

[Astaga Ra, kita kangen banget sama lo. Parah sih banyak banget cerita yang mau gue ceritain sama lo.]

"Ada cerita apaan emangnya? Gue penasaraaan."

era Millenial | Jung Sungchan ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang