Taeyong masuk ke dalam rumah, diikuti Doyoung, Johnny, dan Mark. Anak-anak kontan mengerubungi mereka. Begitu pula Jisung yang belum lama ini lancar berjalan, dia berjalan menuju Johnny dengan sekuat tenaga. Pipinya yang gembul memerah begitu melihat sosok Johnny, sama halnya dengan bibirnya yang mengembangkan sebuah senyuman yang menampakkan giginya yang belum komplit.
Johnny terperanjat, kaget. Dia baru kali ini melihat Jisung berjalan setelah mendengar hal itu dari Taeyong. "Jisung sudah bisa jalan!" ujarnya girang. Wajahnya berseri, sangat berbeda dengan wajah yang biasa dia tampilkan di depan Doyoung dan Taeyong.
"Ppa! Pappha! Pappha! Pappha!" Jisung mengeluarkan kata-katanya. Dia berlari ke arah Johnny dan akhirnya memeluk kaki Johnny. Pipi gembulnya masih merona dan senyuman yang disertai gigi yang belum komplit itu masih ditampakkannya. Jisung mendongak dan sekali lagi berkata, "Pappha!"
"Jisung manggil Papa," kata Jungwoo. "Jisung udah enggak ngomong bababa doang! Jisung manggil Papa! YEY JISUNG BISA NGOMONG!!!" Jungwoo bersorak gembira, memecah hening karena semua orang terperanjat, bahkan Haechan sekalipun. "Kok diem? Bilang hore dong!" lanjutnya.
"HOLEE!!!!" Haechan menyahuti dengan suaranya yang cempreng, disambung Jeno, Jaemin, dan Jaehyun.
Johnny mengangkat Jisung ke gendongannya, lalu menjawil ujung hidung Jisung dengan gemas. "Anak Papa pintar," pujinya. Lalu dia mengusak-usak rambut Jisung. "Kalo kalian ngumpul begini, Papa, Hyung, sama Uncle enggak bisa lewat dong?"
"Anak-anak, kita kumpul di ruang tengah—"
"Papa, Haechan juga mau endong!" Haechan merengek, menjulurkan tangannya ke atas.
Johnny menaruh Jisung pada tangan kirinya, lalu tangan kanannya menggendong Haechan. Ya, dia bisa menggendong dua anak sekaligus. Tapi rasanya tidak lagi karena bukan hanya Haechan saja yang minta digendong.
"Jeno juga mau!"
"Jaemin juga!"
Johnny menghela napas. "Tangan Papa cuma ada dua, nanti gantian ya," ujarnya menenangkan Jeno dan Jaemin yang harus menerima kenyataan tidak bisa digendong saat itu juga. Wajahnya benar-benar berbeda sehingga Doyoung memperhatikannya dengan seksama.
Mereka berkumpul bersama di ruang tengah. Hari itu, rumah terasa sangat sempit. Mungkin karena semuanya tengah berkumpul. Namun hati Taeyong terasa lebih ringan melihat betapa riangnya anak-anak berada di sekitar papanya. "Cara mereka ketawa beda waktu sama aku doang, dan waktu ada kamu sama mereka. Aku suka denger suara ketawa mereka kayak gini," gumam Taeyong. Dia tidak bermaksud untuk terdengar oleh orang lain. Namun dia menyadari bahwa mata Doyoung dan Johnny sama-sama terpaku ke padanya.
"Aku berpikir untuk mengambil break sebentar. Tapi, aku berjanji pada Nakamoto-san untuk mengirimmu perihal expand bisnis kita ke Jepang. Kamu tahu aku bicarain apa 'kan?" ujar Johnny. Dia melihat pada Doyoung, dan langsung dijawab dengan anggukan. "Aku juga mungkin perlu waktu dengan anak-anak."
"Apa Nakamoto-san mengajukan request khusus?"
"Hm?" Johnny mendongak, mengalihkan perhatiannya ke Doyoung padahal dia sedang asyik memainkan rambut Jeno. "Ah, ada. Soal bisnisnya dipegang pihak dia. Toh mereka lebih paham Jepang dibanding kita. Enggak masalah sih, mereka bisa dipercaya." Johnny meneruskan kegiatan untuk memainkan rambut anak-anaknya.
Johnny asyik berbincang dengan anak-anaknya. Dia menanggapi mereka dengan senyuman yang cerah teramat cerah. Dia mengajak anak-anaknya untuk berkenalan dengan Mark. "So you only speak English?" tanya Jungwoo dengan "I can speak English, because Papa speaks English too." Jungwoo benar-benar berusaha mengeluarkan kata-katanya dalam bahasa Inggris dengan alis yang bertaut menjadi satu.
KAMU SEDANG MEMBACA
WOUND | Johnyong
FanfictionIf NCT Were A Family Series [1] WARNING BL Mereka tidak akan memiliki tempat bernama rumah untuk mereka pulang, kalau bukan karena Papa Bear. Mereka juga tidak akan mendapatkan makanan hangat dan kasih sayang, kalau bukan karena Hyung. Children need...