Jaehyun tahu adiknya bahagia, dia dapat melihat jelas dari senyuman yang terpampang di wajah adiknya itu. Tadinya, Jaehyun hanya ingin berbicara sebentar kepada aadiknya yang baru selesai naik panggung selagi dia masih menunggu giliran. Jaehyun mengurungkan niatnya. Rasanya cukup dengan melihat senyuman adiknya yang secara konstan terkembang. Selama adik-adiknya bahagia, rasanya cukup bagi Jaehyun.
Lebih dari apa pun, Jaehyun tahu kalau bukan hanya Jungwoo, namun adik-adiknya yang lain juga bahwa kebahagiaan mereka akhir-akhir ini berasal dari kehadiran Johnny. Bahkan Taeyong pun juga berbeda ketika ada dan tidak ada Johnny. Dia tidak pernah tahu kenapa kehadiran seseorang seolah dapat mengubah yang selama ini selalu terjadi.
Bukankah kalau kita hidup dengan bergantung kepada seseorang dan ketika seseorang itu eprgi hidup akan menjadi semakin sulit? Jaehyun tidak ingin mereka bergantung kepada kehadiran Johnny.
Tidak. Jaehyun tidak membenci Johnny. Bagaimana pun, Jaehyun masih ingat ketika dirinya dikurung dalam tempat yang lembab dan dingin, tidur hanya beralas kasur tipis yang keras, memakan makanan yang tidak ada rasanya, dan memar-memar yang membiru di sekujur tubuhnya. Johnny datang padanya—entahlah—Jaehyun sendiri tidak tahu detailnya. Tapi hari itu dia dipanggil untuk dimandikan, dipakaikan pakaian yang lebih layak, dan diserahkan kepada Johnny.
Johnny hari itu sampai sekarang tidak pernah berubah, selalu necis. Tapi dengan pakaiannya yang rapi dan terlihat mahal itu, Johnny tidak takut untuk berlutut hanya demi menyamakan tingginya dengan Jaehyun. Kalimat pertama yang dikatakan Johnny adalah, "I'm Johnny, and from now on, we're family."
Keluarga adalah sesuatu yang tidak pernah Jaehyun pahami sebelumnya, dan rumah adalah suatu impian yang mustahil tadinya. Namun Johnny membawanya ke dunia yang lebih terang, menatap matahari, hangat, dan nyaman. Jaehyun tahu pasti, itulah mengapa adik-adiknya merasa bahagia jika Johnny ada di sisi mereka. Jadi dia sendiri tidak bisa mengatur adik-adiknya untuk bersikap biasa saja. Karena dalam hatinya yang paling dalam, sama, dia juga bahagia karena sekarang Johnny di sini, bersama mereka.
"JAE HYUNG!" Jungwoo melihat kakaknya yang berdiri di depan pintu. "Jae Hyung kenapa enggak bilang ke sini?" tanyanya. Tapi sebelum Jaehyun dapat menjawab pertanyaannya, Jungwoo berkata lagi, "Oh! Oh! Tahu enggak? Tadi Jungwoo liat Papa lho. Papa sama Tae Hyung ke sini. Jungwoo lihat. Beneran!"
"Iya, percaya." Jaehyun mengusak pelan kepala Jungwoo. Dia tidak dapat menolak kebahagiaan ini. Meskipun rasanya hanya sesaat, tapi dia sendiri juga bahagia. "Aku mau siap-siap. Dadah!" Jaehyun pergi meninggalkan Jungwoo dengan lambaikan kecil yang dibalas dengan semangat oleh Jungwoo.
Jungwoo tidak pernah tahu apa yang Jaehyun pikirkan. Dia hanya tahu kalau Jaehyun akhir-akhir ini seperti banyak berpikir, tidak terlihat seperti kakak-kakak kelasnya yang lain—yang hanya sibuk bermain. Jaehyun beda dan Jungwoo tahu itu. Tapi dia juga tahu kalau Jaehyun sama, sama senangnya dengan dirinya. Jungwoo harap, suatu hari Jaehyun akan menceritakan apa isi kepalanya sehingga dia tidak hanya berdiri penasaran.
Mereka sama, karena itu mereka cepat mengerti satu sama lain. Tapi mungkin, karena Jaehyun yang paling tua di antara mereka, itu yang menyebabkan Jaehyun lebih banyak berpikir dibanding yang lainnya. Meski begitu pun, Jungwoo masih tidak tahu kebenarannya.
"Jungwoo, kakak kamu tadi ke sini?"
Jungwoo mengangguk untuk menanggapi temannya.
"Ngapain?"
"Enggak tahu. Hidup itu berat ternyata," jawab Jungwoo. Bahkan, untuk anak berusia delapan tahun sepertinya, hidup itu berat—meskipun temannya tidak mengerti berat yang dimaksud Jungwoo.
-o-
Para orang tua sibuk berpencar begitu acara selesai, pergi ke ruang kelas anaknya masing-masing untuk menjemput mereka. Begitu pula Johnny dan Taeyong, meskipun di mata orang lain mereka terlihat aneh, namun tetap, mereka menjemput anak-anak mereka.
Baru kali ini Johnny berjalan menyusuri lorong-lorong gedung sekolah anak-anaknya dan dia tidak tahu bagaimana harus menggambarkan perasaannya sekarang. Di samping itu, tubuhnya yang tinggi dan penampilannya yang sangat necis membuatnya mudah terlihat dari segala sisi. Johnny hampir seperti model dan lorong-lorong itu adalah catwalk-nya. Hanya Johnny saja? Tidak. Tentu tidak. Karena Taeyong pun sama sepertinya. Dilihat dari segi mana pun, mereka berdua adalah pasangan dengan visual yang luar biasa.
Karena tubuh Johnny yang tinggi, Jungwoo dapat melihat Johnny dari kejauhan. Dari kejauhan itu juga dia melambai dan berteriak, "Papa! Papa! Papa! Jungwoo di sini!" Senyuman yang terkembang di wajah Jungwoo tampak sangat menggemaskan. Dia tumbuh menjadi jauh lebih baik.
Johnny mempercepat langkahnya untuk menghampiri Jungwoo. Johnny masih sama. Masih tidak enggan untuk berjongkok atau berlutut hanya demi menyamakan tingginya dengan anaknya. "You did well," katanya, "and I'm proud of you.
"What about me?"
Johnny menoleh, Jaehyun ada di sana. Bagi Jaehyun, dia sudah biasa untuk menjemput Jungwoo di kelasnya sebelum pulang dan menemukan Johnny dan Taeyong di sini bukan hal yang aneh. "You are beyond my expectation." Johnny memuji Jaehyun dan memberikan usakan ringan di kepala Jaehyun. "Kalo nanti kamu mau jadi penyanyi, idol, or whatever, I'll definitely support you." Johnny memutar badannya, dan kali ini dia berdiri untuk Taeyong.
Taeyong membulatkan matanya dan berkata, "Kamu enggak mikir kalo kamu harus muji aku kayak anak-anak kan?"
"Of course I am. Tae, anak-anak hebat itu pasti dari kamu yang hebat. You always did great." Johnny mendekatkan wajahnya lagi ke telinga Taeyong dan berbisik, "That's why I love you."
Taeyong tidak tahu apa yang ada di kepala Johnny saat membisikkan hal itu di tempat umum. Tapi yang melakukannya adalah Johnny. Bahkan ketika mereka sudah duduk manis di dalam mobil, Taeyong masih tidak bisa melupakan bisikan Johnny. Itu baru terjadi, jadi wajar saja bila sulit dilupakan—tapi masalahnya bukan itu—atau mungkin Taeyong hanya terlalu memikirkannya saja.
Suasana di dalam mobil yang sunyi itu sangat tidak menyenangkan. Tidak bagi Jungwoo. Karena Jaehyun menikmatinya (setidaknya untuk sekarang), Taeyong masih berusaha keras untuk mendistraksi dirinya, sementara Johnny sibuk menyetir. Jungwoo tidak tahan, tidak dengan semua kesunyian itu.
"Papa."
"Hm? Kenapa Woo?"
"Papa nanti di sini terus kan?"
Namun tidak ada jawaban. Tapi Taeyong berhasil mendistrak dirinya.
.
.
.
.
.
p.s.
Aku udah buat channel telegramnya😆 link-nya aku taro di komentar ya💖
KAMU SEDANG MEMBACA
WOUND | Johnyong
FanfictionIf NCT Were A Family Series [1] WARNING BL Mereka tidak akan memiliki tempat bernama rumah untuk mereka pulang, kalau bukan karena Papa Bear. Mereka juga tidak akan mendapatkan makanan hangat dan kasih sayang, kalau bukan karena Hyung. Children need...