Doyoung bingung. Dia sudah bersama Johnny sejak pagi hari tapi Johnny tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Itu aneh. Tidak biasanya Johnny berpikir, setidaknya begitu yang ada di benak Doyoung. Tapi Doyoung sendiri takut untuk menanyakan perihal diamnya Johnny. Itu karena Johnny akan menjadi sangat menyeramkan ketika sedang marah.
Tapi Doyoung sendiri tidak tahan. Tidak ketika mereka harus terus bersama setiap harinya tapi hanya diisi oleh kesunyian. Jelas, itu bukan Johnny. Jadi Doyoung mengumpulkan keberaniannya untuk menepuk pundak Johnny dan bertanya, "Kamu hari ini kenapa deh? Diem terus, aku kan bingung. Cerita dong."
Johnny mengambil napas dalam-dalam. Ekspresi wajahnya berubah, dia menatap Doyoung dengan mata yang ketakutan. "Aku kemaren mau ambil minum pas tengah malem," katanya dengan suara yang bergetar, "terus aku lewat kamar Papa sama Mama. Aku denger mereka berantem.... Kenceng banget. Terus, abis itu, ada suara temba—"
Tangan Doyoung menutup mulut Johnny dengan cepat, dia mengangguk, sudah paham. "Kita ke perpustakaan aja ya?" tanyanya. Tanpa menunggu jawaban dari Johnny, Doyoung menggenggam tangan Johnny untuk berjalan bersamanya menuju perpustakaan di rumah yang besar itu.
Cerita yang barusah terdengar seperti bualan. Namun di rumah yang besar ini, apa saja bisa terjadi. Doyoung tahu itu dari ayahnya sendiri. Jadi dia tidak meragukan cerita Johnny sama sekali. Mungkin dia juga salah karena sudah menanyakan hal itu. Apa pun yang terjadi nanti, Doyoung berharap tidak akan ada nyawa yang harus terengut.
Masih segar dalam ingatan Doyoung tentang apa-apa saja yang dikatakan oleh ayahnya sepulang kerja, setelah mereka pergi dari rumah yang besar itu. Seharusnya itu tidak diperdengarkan ke anak kecil, namun Doyoung mendengar itu semua. Dia tahu apa yang akan terjadi. Doyoung mengingat ayahnya menawarkan sesuatu yang disebut kebebasan, bahwa dia tidak harus berteman dengan Johnny kalau dia mau.
"Tapi, aku cuma mau temenan sama Johnny." Itu yang dikatakannya. Tidak peduli apa pun, temannya adalah Johnny dan Johnny seorang.
Jadi di sinilah dia, berada di samping Johnny yang masih memawang wajah yang tidak menyenangkan. Mereka masih terlalu muda untuk memikirkan hal yang seperti itu. doyoung menarik sebuah buku dari raknya dan menunjukkan itu pada Johnny. "Baca buku sama-sama yuk," katanya pelan.
Johnny mendongak, melihat Doyoung yang berdiri di depannya dengan sebuah buku dongeng anak-anak, dia tersenyum. Dia baru menyadari sesuatu. Bahwa seperti inilah dirinya terlahir dan untuk itulah dia ada. Begitulah takdirnya dituliskan. "Kayaknya, aku belajar aja."
"Kamu mau belajar?"
"Iya...."
"Tumben—"
"Aku enggak mau Papa nembak kepala aku."
Sunyi di antara mereka, hanya terdengar suara pelan lembaran buku yang dibalik. Doyoung masih terpaku pada kata-kata Johnny, meskipun dia tidak tahu yang sebenarnya terjadi seperti apa. Tidak. Mungkin dia akan bertanya pada ayahnya nanti.
-o-
Tangan-tangan Taeyong merengkuh bahu Johnny, memeluknya dari samping, berusaha sebagaimana mungkin untuk menyalurkan kehangatannya. Tubuh Johnny sendiri penuh dengan peluh, dia masih belum begitu pulih dari keterkejutannya akan mimpi tadi. Tapi Taeyong sendiri tidak ingin meminta dia untuk bercerita lebih lanjut. Johnny mungkin sangat terpukul, itu yang ditangkap oleh Taeyong.
"Udah, udah, cukup," ujar Taeyong pelan. "Tidur lagi ya? Aku temenin. Aku enggak jadi tidur di kamar Haechan sama Jisung...."
"Tae...."
"Hm?"
Johnny menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Taeyong dan bernapas dengan berat. Taeyong tidak mengerti pasti apa yang dialami Johnny. Tapi dia tahu, Johnny membutuhkan seseorang di sisinya. Karena itu Doyoung selalu berada bersama Johnny, dan sekarang mereka terpisah.
"Kamu punya aku sekarang, enggak apa-apa." Taeyong mengatakan hal itu sambil menepuk-nepuk pelan punggung lebar Johnny. Sebisa mungkin memberikan kenyamanan seperti dia menanngkan anak-anak yang sedang menangis. "Tidur ya? Tidur yuk."
"Jangan pergi...."
Tidak pernah dalam seumur hidupnya, Taeyong melihat Johnny yang biasa berdiri dengan gagah menjadi serapuh ini. Ini hal yang tidak biasa, dan Taeyong merasa bahwa ini tugasnya untuk melindungi Johnny. Tidak, mungkin ini alasan di balik sikap Johnny selama ini. Bahwa Johnny menutupi kerapuhannya.
"Aku enggak pergi ke mana-mana," jawab Taeyong, tangannya masih berada di punggung Johnny. Masih mengelusnya dengan pelan dan hangat. Ketika kepala Johnny mulai terasa berat di bahunya, Taeyong memindahkan kepala Johnny ke atas pahanya, dan menyisir rambut Johnny dengan jemarinya. Taeyong masih berusaha untuk menyalurkan kehangatan yang dimilikinya.
Taeyong tidak tahu apadakah Johnny menangis atau tidak, tapi dia tidak ingin memastikan hal itu. dia tidak ingin melihat tangisan Johnny. Dia hanya akan di sana untuk memberikan kehangatannya untuk Johnny. Taeyong bersenandung pelan dan menggerakkan jemarinya di antara rambut Johnny seirama dengan senandungnya.
"Mama...."
Senandung yang keluar dari mulut Taeyong berhenti begitu dia mendengar sesuatu keluar dari Johnny. Taeyong melebarkan kedua matanya dan menajamkan telinganya. Barangkali dia dapat mendengar kata apa yang akan keluar dari mulut Johnny selanjutnya.
Tapi Johnny tidak mengeluarkan kata-kata lagi. Tubuhnya tiba-tiba bergerak, duduk dengan tegak dengan mata yang terbuka lebar. Johnny terbangun lagi. Taeyong dengan inisiatifnya langsung berdiri dan berkata, "Aku ambilin air ya. Sebentar. Kamu perlu minum. Sebentar ya."
"Tae," panggil Johnny pelan, "jangan tinggalin aku, tolong...."
"Sebentar—"
"Suh Taeyong, tolong...."
Taeyong berdiri dengan kaku. Dia tidak menyangka kalau Johnny akan memanggil namanya yang lama. Padahal dia sudah menggantinya menjadi Lee sejak lama. Taeyong ingin memalingkan pandangannya. Tapi tidak bisa karena dia terlanjur melihat sesuatu yang tak pernah terbayangkan dalam hidupnya selama seperempat abad lebih. Johnny menangis....
.
.
.
.
.
[ANNOUNCEMENT]
Nanti akan ada mature content khusus untuk yang berusia 18 tahun ke atas. Mature content ini akan aku post di privatter dengan password langsung dari aku. Mature content tidak ada hubungannya dengan main story, jadi sebenernya gak penting-penting amat sih, aku cuma mau ngasih fanservice aja. Itu aja dari aku.
Kalo mau stay update sama perkembangan penulisan bisa cek twitter aku, seorenji
Sincerenly,
Khairunnisa Han
Bonus!
Untuk chapter ke-13 kita akan membahas Markhyuck!!
KAMU SEDANG MEMBACA
WOUND | Johnyong
FanfictionIf NCT Were A Family Series [1] WARNING BL Mereka tidak akan memiliki tempat bernama rumah untuk mereka pulang, kalau bukan karena Papa Bear. Mereka juga tidak akan mendapatkan makanan hangat dan kasih sayang, kalau bukan karena Hyung. Children need...