BAB 4: MANDI HUJAN.

434 204 214
                                    

Klik bintangnya ya!

Selamat membaca :)

***

Bela menatap keluar jendela kamarnya, basah terkena rintikan air hujan yang sangat deras. Untung saja, saat selesai makan bakso Bara dan Bela segera bergegas pulang.

Dengan pakaian santai, tangan Bela menggenggam secangkir teh hijau hangat. Bela jadi teringat masa kecilnya dulu bersama Bara, selalu bersama tanpa harus ada yang tersiksa.

"Bela!" Bela mendengar suara teriakan yang memanggil namanya, dengan cepat Bela membuka jendela kamarnya melihat Bara yang sedang bermain hujan. "Lo ngapain ujan-ujanan?" tanya Bela dengan suara teriakannya.

Bara melambaikan tangannya pada Bela, "Ayo Bel, mumpung gak ada petir nih," bujuk Bara dengan suara yang sedikit berteriak.

Benar juga, hanya hujan deras yang tidak disertai petir. "Oke gue turun, tunggu sebentar," ujar Bela yang bergegas keluar rumah demi hujan-hujanan bersama.

"Kamu mau kemana Bel?" tanya Kakek Arthur yang sedang berkutat dengan berkas di tangannya. "Main hujan Kek," ujar Bela.

"Sama siapa, nanti kalo sakit gimana?" tanya Kakek Arthur khawatir. Bela menggeleng kuat, "Gak akan, kan ada Bara yang jagain Bela."

"Tap-," belum selesai Kakeknya bicara, Bela melenggang keluar begitu saja.

Di depan rumah Bela, sudah ada Bara yang berdiri dengan pakaian yang basah. "Ayo Bel," ajak Bara.

Kaki Bela melangkah keluar dan segera menghampiri Bara, "Kita kayak anak kecil aja sih, Bar," ujar Bela.

"Udah gak apa-apa, ayo." Bara menarik tangan Bela, menuju taman kecil yang berada di tengah-tengah antara rumah mereka. Tidak besar, hanya lahan kosong yang dimanfaatkan sebagai taman kecil biasa. Rumput hijau, ayunan dan lapangan basket mini.

"Bela udahan mandi hujannya, pulang cepetan." Kakek Arthur memanggil dari lantai atas rumah Bela.

Bela mengangguk, "Bara, udahan dulu ya."

Bara mengangguk mengiyakan, mereka akhirnya masuk kedalam rumah masing-masing.

***

Dengan handuk yang terlilit di kepalanya, Bela mengerjakan tugas matematika yang akan segera dikumpulkan besok. Ia bisa saja mencontek milik Bara dan menyuruh Bara untuk mengerjakan. Tapi, jika begitu terus Bela kapan mandirinya?

Dengan otak yang ia punya, Bela berusaha semaksimal mungkin. "Seandainya gue pinter kaya Bara, enak kali ya. Tinggal sat set sat set," gumam Bela berandai-andai.

Bela menatap jendela kamarnya, ia berjalan mendekati balkon dan memandang langit yang malam yang cerah, ada banyak bulan dan bintang.

Kemudian Bela menoleh rumah Bara yang berada di samping rumahnya. Lampu kamar Bara masih menyala, tapi kenapa Bara tidak datang sekedar untuk menanyakan tugas. "Eh, kok gue jadi ngehalu gini, sih."

Bela menggeleng kuat kemudian masuk kembali ke kamarnya, tugas matematika masih menunggu jawabannya.

***

FRIEND ZONKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang