Part 5

401 5 1
                                    

[Bantu vote dan komen ya guys! dengan begitu kalian ikut berpartisipasi dalam mendukung karya-karya si Penulis karena hanya dari situlah membuat penulis semakin bersemangat dan makin imajinatif lagi dalam membuat karya-karya yang lain. makasih]

Silakan membaca ...









"Ma sebenarnya papa pengen banget siska untuk meneruskan bisnis papa tapi seperti yang kita lihat dia belum siap," ujar papa. "Iya pa mama juga khawatir dengan Siska, apa kita ikuti saja ya saran dari dr. Franky?" tanya mama.

"Untuk saat ini belum ma," jawab papa. Dengan segera aku masuk seolah-olah tidak mendengar percakapan mama dan papa, kulihat ada ekspresi kekagetan diwajah mereka berdua tapi aku mencoba untuk bersikap biasa saja dan setelah minum susu aku pamit dengan segera.

Aku mencoba untuk memending percakapan mama dan papa tadi meskipun masih timbul dibenakku tentang percakapan mereka berdua yaitu saran dari dr. Franky.

Kira-kira apa ya? Apa mungkin saran dr. Franky itu adalah dengan mencoba mendekatkanku dengan anaknya dengan alibi untuk mengajariku tentang bisnis karena anaknya itu s2 di London yang alih-alih inti dari itu mungkin tentang perjodohan, huft ... masih simpang siur.

Lupakan saja karena meski itu terjadi pendirianku masih tetap kuat, ya sudahlah lebih baik aku fokus menyetir saja agar tidak terlambat.

Setelah tiba di tempat kerja maka mulailah semua aktifitas yang seharusnya dikerjakan, hari ini customer tidak terlalu banyak jadi masih bisa diselingi dengan sedikit bergosip. Aku melihat Ricis dia adalah seorang spg sepatu yang dari kejauhan juga cuma berdiri diam saja maka kulambaikan tanganku untuk memanggilnya.

Setelah dia datang kuceritakan hal kemarin padanya sewaktu aku jalan sama Tedi, "Jadi gimana? dia sudah nembak lu?" tanya Ricis. "Kalau soal itu belum cis gak tahu deh kapan," jelasku.

Itu adalah hal yang aku inginkan yaitu untuk menjadi pacarnya atau bagusnya aku saja yang duluan mengungkapkan perasaanku, tapi gengsi.

"Tunggu saja, cepat atau lambat juga pasti akan terjadi itu adalah sesuatu yang tidak bisa lu hindari Sis," tutur Ricis. Aku sedikit terkesima "Kamu ngutip kata-kata di google ya? gak nyambung," candaku dan kami melanjutkan obrolan kami dengan topik yang lain.

Jam menunjukan pukul setengah delapan malam, tadi siang aku sempat dichat oleh Tedi katanya mau ketemuan di cafe coffe dan aku juga bilang tidak perlu dijemput nanti aku sendirian saja kesana meskipun begitu Tedi bersikeras untuk menjemputku tapi aku berhasil meyakinkannya.

Saat aku tiba di kafe tersebut dan masuk ternyata di pintu terdapat lonceng kecil jadi akan bunyi saat dibuka, lalu aku duduk disalah satu kursi yang langsung menghadap ke jalan raya berhubung karena dinding kafe itu adalah kaca jadi lumayan bagus sekaligus bisa kelihatan jika Tedi sudah tiba.

Aku sempat meneleponya tapi hp bututnya itu pasti lagi eror karena nomornya tidak dapat dihubungi, kumenunggu sambil sesekali melihat jam diarlojiku dan ini sudah dua puluh menit berlalu tapi sampai sekarang belum juga ada tanda-tanda kemunculannya.

Pengunjung disini mulai berkurang, aku masih berkutat dengan hpku mencoba menghubunginya meskipun hanya suara operator telepon lagi yang terdengar , (ting) aku mendongakkan kepalaku karena terdengar suara lonceng pintu itu berbunyi yang kukira itu suara pelanggan yang keluar tapi ternyata yang datang adalah seseorang yang akhir-akhir ini selalu ada dipikiranku.

"Maaf ya aku telat, soalnya kena macet juga sudah itu aku mampir di EVB dulu," jelas Tedi. Dengan memegang sebuah kantongan belanja lalu menyerahkannya padaku.

Aku menerimanya lalu melihat isinya "Kaya aku lagi ulang tahun saja masa dos kecil ini kamu bungkus pakai bungkusan kado," tuturku seraya tersenyum. "Ya gak papa namanya juga pemberian, jangan buka disini nanti dirumah aja," katanya. aku menaikkan kedua bahuku menyetujui perkataan Tedi.

Yang Tak Dapat KuhindariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang