33. Pedih

12K 549 83
                                    

Happy Reading...

Setelah kejadian tadi, Detha masih menangis menghiraukan Justin yang menenangkannya. Detha sungguh tak habis pikir dengan suaminya yang begitu tega kepada Dara.

Detha menatap Justin tajam, "Kenapa kamu lakuin semua tadi?! Kenapa kamu ucapin kata yang nggak sepantasnya ke anak kita di ulang tahunnya,"

"Anak kita?" kekehnya.

"Kenapa kamu bisa seyakin itu bahwa dia bukan anak kita. Aku ibunya dan aku tahu. Atau kamu menunggu kehancuran perusahaan kesayangan kamu karena kemarahan Alvaro? Kalo begitu saya tidak sabar," ucap Detha sembari berdiri.

"Jika dia memang anak kita kamu yang akan memyesal," lanjutnya dengan penuh penekanan lalu meninggalkan Justin yang terdiam.

*Rumah sakit.

Sesampainya di Marthellio hospital, Alvaro bergegas mengangkat tubuh Dara dan meletakkannya ke brankar dibantu beberapa suster yang membantu mendorongnya.

Saat sampai di UGD pintu tertutup dan Alvaro menunggu di kursi depan ruang UGD. Ia tak henti-hentinya mengkhawatirkan Dara yang sedang diperiksa di dalam. Jika terjadi sesuatu pada gadis itu orang yang ia salahkan bukan hanya Justin tapi dirinya yang sudah berjanji untuk menjaga dan melindungi gadis yang sekarang menjadi kekasihnya itu.

Derap langkah mendekat ke arah Alvaro membuat pria itu melihat
ke asal suara. Di sana terdapat pria dan wanita parubaya yang mendekat ke arahnya dengan wajah khawatir.

"Al, gimana keadaaan Dara?" tanya Derrano yang sempat dihubungi Alvaro untuk menyuruh orang menjemput mobilnya.

"Kok bisa gini sih? Dara kenapa sayang?" tanya Zelia dengan khawatir.

"Justin buat dia syok ma, pa,"

Kedua pasangan parubaya itu menghela nafasnya pelan.

"Kenapa kamu belum ungkapin semua sayang?" tanya Zelia pada putranya.

"Belum saatnya ma. Kakaknya juga belum mau ngungkap identitas dia,"

"Terserah kalian. Tapi jangan sampai Dara lebih sakit dari ini Al," balas Derrano pada putranya diangguki oleh Alvaro.

Tak lama dokter keluar dari ruang UGD setelah memeriksa Dara. Ketiganya berdiri dan mendekati dokter yang memeriksa Dara.

"Gimana Car keadaan Dara?" tanya Zelia.

"Dara kondisinya tidak terlalu buruk secara fisik. Dia hanya demam namun mentalnya seperti tak stabil atau dibilang syok. Saya sudah menyuntikan obat ke tubuhnya kita tunggu saja perkembangan kondisinya ketika sadar mungkin sebentar lagi,"

"Dia akan segera dipindahkan ke ruang rawat,"

"Saya permisi," lanjut Carrota lalu melangkah meninggalkan ruangan UGD.

Setelah Carrota pergi pintu UGD terbuka menampakkan Dara yang sedang tertidur di brankar pasien yang didorong oleh beberapa perawat.

Hanya membutuhkan waktu tak lama sekarang Dara sudah dipindahkan
di ruang rawat VVIP sesuai permintaan keluarga Alvaro. Alvaro kini menemani gadis yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit dengan infus yang menancap di tangannya. Zelian dan Derrano sudah pulang atas permintaan Alvaro.

Alvaro tak kenal lelah, letih untuk menjaga dan menunggu Dara siuman. Rapuh untuk kesekian kalinya melihat gadis yang dicintainya terbaring di ruangan rumah sakit yang tak seharusnya ada dalam hidup gadis ini jika Alvaro mencegah dan menghalau semua kemungkinan yang terjadi saat ini.

"Eungh.." lenguh gadis itu dengan jari tangan yang bergerak matanya berusaha membuka mata menyesuaikan cahaya yang masuk
ke dalam retina matanya.

"Hei, kamu udah sadar? Mau minum?" tanya Alvaro dengan semangat.

Dara menggeleng lesu, "Ayah sama mama nggak dateng?" tanya Dara dibalas gelengan pelan Alvaro.

"Mungkin nanti. Nih kamu harus minum dan makan habis itu obatnya di minum," ucap Alvaro menyodorkan gelas berisi air putih
ke mulut Dara dan diterima Dara.

Alvaro pun menyuapinya bubur dengan hati-hati dan penuh kesabaran. Tak henti-hentinya Alvaro menanyakan keluhan Dara walaupun gadis itu menggeleng namun pria beralis tebal itu tau gadis itu sedang tidak baik-baik saja.

Dara bersyukur tuhan mengirimkan pria seperti Alvaro yang selalu berada di sampingnya dalam keadaan sulit seperti sekarang. Bersyukur mempunyai pria tangguh yang selalu melindungi dan menjaganya tanpa kenal apapun.

Dara sedih karena saat bangun kejadian tadi memang nyata. Ia tak kuat harus mendengar ucapan ayahnya sendiri, ingin menangis namun ia tahu itu hanya akan menambak buruh suasana ketika melihat betapa Alvaro yang bersusah payah ia tak rela jika nantinya gadis ini menangis dan membuat Alvaro kalap.

"Aku mau tidur," ucap Dara setelah meminum obatnya.

Alvaro mengangguk dengan senyuman tulusnya lalu mencium kening Dara lembut.

"Good night,"

"Dara berharap jika nanti Dara bangun ini semua mimpi karena Dara nggak sanggup buat nerima jika ini kenyataan," batin Dara.

Sakit. Itu yang ia rasakan di hatinya mencoba biasa saja namun hatinya ingin menangis karena terluka.

Drrt drrtt

Ponsel Alvaro berbunyi menandakan sebuah panggilan masuk ia mengangkat teleponnya menjauh dari Dara.

"Halo,"

"Dara nggak kenapa-napa kan? Gimana keadaan adik gue sekarang? Dia baik-baik aja?"

"Dia udah nggak kenapa-napa. Kalo lo nggak mau ini semua lebih dalam terjadi sama Dara. Ungkapin semua datang ke mereka,"

"Secepatnya, jaga dia sebelum gue kembali,"

"Pasti bahkan gue akan jaga dia saat gue masih ada,"

"Thanks bro. Bye gue ada urusan."

"Hm,"

Panggilan tertutup, Alvaro mendekati tubuh kekasihnya lalu duduk di kursi sebelah ranjang Dara dan tertidur dengan menggenggam tangan Dara.

Malam hari Dara terbangun karena memori ketika Justin mengatakan ia bukan anaknya berputar. Ia menatap Alvaro yang tertidur di samping tempat tidur dengan tangan pria itu menggenggam tangannya erat. Pasti jika bangun lehernya akan sakit.

Dara menatap langit kamarnya lalu pintu kamarnya, "Ayah sama mama bener nggak dateng?" Lirihnya dalam hati.

"Apa kalian nunggu sampai Dara mati?"

Tanpa disadari air matanya luruh dari tempatnya. Dara menangis tanpa mengeluarkan suara ia menangis dalam diam dan itu menyakiti perasaannya sendiri.

Alvaro yang menyadari tubuh gadis itu sedikit bergetar ia membuka matanya sedikit agar Dara tak melihat betapa terkejutnya ketika melihat kekasihnya nangis dengan memejamkan mata dan menggigit bibir bawahnya membuat satu tangan pria ini mengepal di

"Kak dev andai kakak di sini," batin Dara lirih.

"Tenang Ra, Dev akan datang dan tunjukkin ke mereka semua siapa kamu," batin Alvaro.

.TBC.

helo hai tayoo...
Voment ya chapternya!!

Lama banget ya upnya sekarang? Maaf ya karena ada sedikit urusan kali-kali ini jadi upnya nggak sesering dulu.
Semoga kalian pada suka dan nunggu kelanjutan cerita aku.

S E E  Y O U🦋

Possesive Boy ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang