29. Pertama kali

11.1K 493 22
                                    

Happy Reading🦋

Dokter yang memeriksa Detha tak lama keluar dan menghampiri sepasang kekasih yang masih muda menunggu di kursi panjang depan ruang UGD.

"Permisi, dengan keluarganya pasien?"

"Saya anaknya Dok,"

Dokter Hans mengangguk mengerti, "Pasien hanya stress karena memikirkan sesuatu dan membuat pola makannya tak teratur jadi pasien mengalami kejadian seperti tadi pucat dan pingsan, saya sudah menyuntikkan vitamin untuk pasien. Sekarang biarkan dia istirahat,"

Alvaro dan Dara mengangguk mengerti, "Apa saya bisa menemui mama saya?"

"Ooh iya, bisa silahkan masuk. Tapi pastikan pasien tak memikirkan sesuatu yang berat,"

Setelah Dokter Hans pergi, mereka berdua masuk melihat Detha yang biasanya ceria dan wajah cantiknya sekaranga pucat terbaring lemah
di ranjang rumah sakit.

Dara mendekati wanita parubaya yang sangat ia sayangi lalu duduk
di kursi samping ranjangnya. Ia menggenggam tangan Detha lembut dan menciumnya.

"Ma, maafin Dara ya? Mama sakit karena mikirin Dara ya? Dara bandel ya ma?"

"Nanti kalo Ayah tanya sama Dara kenapa mama bisa sakit gimana? Mama nggak mau nyambut ayah waktu ayah pulang?"

Alvaro di sana hanya diam mendengar setiap keluhan Dara ia berusaha menghalau setiap masalah dalam hidup Dara.

Ia berdoa akan Detha cepat sadar, agar Dara bahagia. Alvaro, ia tak tega melihat kesedihan di wajah cantik Dara.

"Ra, keluar yuk. Kamu kan belum makan tadi. Kamu boleh jagain mama kamu, tapi kamu juga harus jaga juga kondisi kamu. Aku nggak mau kamu juga sakit,"

Dara mengangguk sekilas lalu menatap Detha kembali, "Ma, Dara pergi keluar sebentar ya? Mama baik-baik di sini. I love you Mama."

Lalu mereka berdua keluar dan mencari makan di cafetaria dekat rumahsakit.

Saat masuk ke dalam cafe Dara melihat orang yang tadi menolongnya dengan pakaian sama persis seperti saat menolongnya, ia melihat ulang dari atas sampai bawah, badannya sama seperti orang itu.

Ia melepaskan pegangan tangan Alvaro, lalu ia berlari menyusul orang itu. Seakan sadar orang itu langsung berjalan cepat meninggalkan cafe itu.

"Hei tunggu!!"

Dara terus mengejar orang itu hingga keluar cafe namun Alvaro menahannya, "Kamu mau kemana?"

"Itu orang yang nolong aku tadi Al,"

"Kamu yakin?"

Dara mengangguk,

"Udah. Dia udah jauh juga kan? Ayo,
ke dalam kamu belom kan makan,"

Dara menurut saat Alvaro menariknya dan ia pun memakan makanan itu namun pikirannya masih berkeliaran kemana-mana.

Setelah makan mereka memutuskan kembali ke rumah sakit menemani Detha yang masih terbaring lemah
di tempat tidur  di salah satu kamar dalam rumah sakit itu.

Saat sampai di depan ruangan Detha, di sana Dara melihat laki-laki yang sangat ia rindukan dan ia sayangi sedang duduk di kursi tunggu.

Ia berlari dan berhambur ke pelukan laki-laki parubaya yang sedang duduk mematung tapi sedetik kemudian ia melepaskan pelukan itu dan menatap anaknya dengan tatapan dinginnya.

"Ayah.." lirihnya.

Justin menaikan alisnya kalu tersenyum miring,"Ngapain kamu kesini?"

"Dara mau jagain Mama. Dara pengen liat mama sadar juga,"

Justin terkekeh namun bukan kekehan biasa namun ada nada tak suka didalamnya, "Bukannya kamu yang buat istri saya seperti ini?"

Dara menatap ayahnya tak mengerti, "Mak..sud ayah?"

"Jangan belagak nggak ngerti sama ucapan saya," sinisnya.

"Kenapa? Kenapa ayah kayak benci sama Dara? Apa salah Dara yah? Ayah kenapa selalu natap Dara seperti itu?"

"Terserah saya,"

Dara menggeleng, "Dara hanya ingin ayah kembali seperti dulu. Apa salah Dara sampai ayag berubah?"

Dara mendekat lalu memeluk tubuh ayahnya, namun tanpa disengaja Justin justru mendorong tubuh putrinya hingga tubuhnya terduduk di lantai.

"Jangan peluk saya!! Saya nggak sudi!!" Bentaknya.

Dara menggeleng tak percaya dan menahan tangisnya, Alvaro sangat geram ingin memukul wajah pria tua ini. Jika saja Dara tak akan kecewa dengannya.

Ia membantu Dara berdiri dan menatap Justin tajam. Ia hendak mendekat namun Dara menahan tangannya sembari menggeleng.

"Udah. Ayah mungkin lagi capek kita pergi dulu yuk,"

Suaranya yang bergetar membuat Alvaro emosi, namun ia menuruti Dara. Mereka pergi meninggalkan Justin dan berjalan menuju taman rumah sakit.

Dara duduk di kursi putih yang ada
di taman itu lalu menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

Ia menangis. Ya, sekarang ia menangis dalam diam. Alvaro mengusap punggung gadis itu lembut dan membawa nya ke pelukannya.

"Dara cengeng ya Al?"

Dara tersenyum miring, "Emang, Dara cengeng banget. Gitu aja nangis. Al tau nggak ini pertama kalinya ayah bentak Dara,"

"Apa ayah udah nunjukkin banget ya kebenciannya sama Dara? Apa sih salah Dara, Al?"

"Tapi...Dara sayang sama ayah.." suaranya memelan dan melirih, hati Alvaro mencelos mendengar ucapan sekaligus tangisan Dara.

Tangannya mengepal kuat, namun sebisa mungkin ia redam emosinya. Bahkan nafasnya yang memburu ia berusaha meredam dengan menarik nafasnya panjang.

"Kau membuatnya sedih JUSTIN. Apa balasan yang terbaik untukmu? Kematian cepat? Atau perlahan-lahan?" Batin Alvaro.

Alvaro mencium pucuk kepala gadis itu, "Udah Ra jangan nangis dalam diam. Teriak kalo perlu. Keluarin semua air mata kamu,"

"Walaupun sakit ngelihat air mata kamu jatuh kayak gini,"

Dara mengangguk dan menangis tersedu-sedu di pelukan Alvaro.

Kau akan menyesal.

Itu yang mungkin menggambarkan nantinya untuk Justin, ayah tak tau diri itu.

Alvaro melihat tangisan Dara yang mereda, lalu menatap wajah yang ternyata tertidur di pelukannya.

Ia mengangkat tubuh Dara dan membawanya ke mobil lalu mengantarkan pulang.

.TBC.

S E E  Y O U🦋

Gimana chapter kali ini? Nggak dapet ya Feelnya.

Tunggu chapter-chapter selanjutnya mungkin semua terbongkar atau hanya setengah...

SALAM DARI AUTHOR.

Possesive Boy ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang