Part 5

187 96 149
                                    

"Buku fiksi." Gumamnya dalam hati. Saat melihat tulisan yang tertempel di bagian depan rak buku.

Dengan rasa penasaran, hatinya bergerak menuntun dirinya melangkahkan kaki menelusuri rak buku bagian fiksi. Sorot matanya memperhatikan satu persatu deretan novel yang tersusun rapi di rak tersebut.

Tiba-tiba gerakan sorot matanya terhenti saat melihat judul novel yang begitu menarik di hatinya. Ia pun mengambil novel yang sedang bertengger rapi di susunan rak buku fiksi menurut nomor tersebut.

Via membaca ulang judul novel yang ada digenggamannya. "After Sunset". Ia membalikkan novel tersebut untuk membaca sinopsisnya.

"Ceritanya menarik, aku putuskan membaca novel ini." Gumamnya.

Via bergegas meninggalkan deretan buku fiksi menuju meja yang berada dipojokan sebagai tempat favoritnya saat berada di perpustakaan ini. Cuman tempat favoritnya ia merasa fokus membaca setiap baris kalimatnya.

Arka dan Azka telah menyelesaikan tugas yang diberikan guru penjaga perpustakaan. Mereka berdua bergegas menaruh alat pembersih yang mereka gunakan, setelah itu mereka menuju ke tempat Kenzo dan Delvin berada.

Langkah mereka berdua terhenti saat melihat seorang siswi yang duduk sendiri di pojokan dengan rambut terurai sambil menundukkan kepalanya yang terpaku pada buku di depannya. Rasa takut pun mulai menjalar keseluruh tubuh mereka berdua. Suasana perpustakaan terasa sangat sepi, sukses membuat bulu kuduk mulai merinding. Tapi rasa ingin penasaran mulai menghantui mereka berdua.

Azka mendorong tubuh Arka ke depan untuk melihat siapa yang berada di meja pojokan. "Sana! Lihat siapa yang berada di pojok tuh." usir Azka mulai ketakutan. Kakinya udah mulai menggigil, bukan karna kelaparan tetapi karna ketakutan. Sungguh terlalu.

Arka melirik ke belakang dengan kesal. Ia dianggap sebagai umpat bagi Azka. Arka gak terima dengan keputusan Azka secara sepihak saja.
"Kok lo nyuruh gue kesana dengan seenak perut lo, seharusnya barengan lihatnya."

"Lo gak ngertiin gue!" dengan nada suara merajuk. "Nyali gue seutil upil ciut lagi, tetap juga lo nyuruh gue. Tega lo sama gue!" Ucapnya dengan muka memelas kasihan.

Arka melongo melihat muka sahabat di depannya yang memelas kasihan. Ia tidak menyangka nyali Azka sangatlah ciut tapi tidak sesuai dengan wajahnya yang garang.

"Gue yang maju, lo tungguin gue disini. Selangkah aja lo berjalan, gue jadikan lo pergedel! ucapnya tegas.

"Semangat sahabat ku." Ucap Azka. Dengan suara yang lembut.

"Jijiq gue dengar suara lo." Ujar Arka dengan spontan.

Arka mulai melangkahkan kakinya yang berlawanan arah dari sebelumnya. Beberapa langkah lagi, ia mendekati siswi yang berada dipojokan.

Posisi Arka tepat berada di depannya, ia memberanikan diri mendekatinya lagi. Tapi reaksi dari siswi di hadapannya sama sekali tidak bergerak sedikit pun. Arka memberanikan diri menjulurkan tangannya untuk menyentuh bahu siswi dihadapannya sambil memberanikan diri untuk bersuara.
"Lo manusiakan?" ucapnya menggigil.

Via merasa ada yang menyentuh bahunya dan mengatakan sesuatu kepada dirinya, ia menoleh kesamping.
"Kenapa?" ucapnya ketus.

Arka sontak kaget melihat siapa yang ada dihadapannya. Ia mengira siswi itu adalah hantu, ternyata perkiraannya salah.

"Kaget? Gue ini manusia. Pikiran lo sempit banget, siang bolong kayak gini hantu mah gak ada." Ujarnya.

Azka kaget mendengar suara siswi di meja pojokan, perkiraan dia dan Arka salah total.

VainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang