Siang yang cerah di musim panas pertengahan tahun. Ujian semester sudah usai, liburan musim panas akan datang. Suara riuh sorak sorai suporter menggema di seluruh sudut stadion. Pertandingan basket fakultas mipa telah mencapai final. Setiap akhir semester fakultas mipa mengadakan pertandingan olahraga tepat setelah ujian semester, sebelum liburan.
"JEON JUNGKOOK! JEON JUNGKOOK! JEON JUNGKOOK! JEON JUNGKOOK!"
Pria bernama Jungkook memang disebut pendekar basket jurusan fisika. Baru masuk tahun pertama kuliah, tapi sudah menyedot perhatian sepenjuru kampus karena piawainya bermain basket saat ospek. Kegemarannya berolahraga juga dibuktikan dengan tubuh yang amat atletis, tidak ada bagian tubuh tanpa otot. Berbanding terbalik dengan tubuh berotot nan seksi, Jungkook memiliki wajah yang amat manis seolah mudah dicintai. Sepasang gigi kelinci, mata berbinar, dan senyum yang tak pernah absen dari bibirnya. Seperti sekarang, setelah memasukkan bola ke ring, maka yang dilakukan adalah tersenyum pada suporter hingga menimbulkan keriuhan yang lebih besar lagi.
Seorang gadis terpaksa berjalan di antara kursi penonton dengan membungkuk demi tidak menghalangi para mahasiswi yang sedang bersorai pada Jungkook. Selalu bertanya-tanya apakah tenggorokan penonton itu tidak sakit berteriak sebegitu keras. Stadion tempat pertandingan basket serasa seperti pertandingan bola, tapi dengan penonton mayoritas wanita. Sejak kapan mahasiswi-mahasiswi suka menonton pertandingan olahraga?
"Hei, Jisoo! Akhirnya datang juga," sapa suara besar seorang mahasiswa yang sudah duduk manis di salah satu kursi penonton.
"Oh... Kenapa memilih tempat duduk yang sulit terjangkau sih?" belum juga duduk, tapi gadis bernama Jisoo sudah mengajukan protes pada sahabatnya, Kim Taehyung.
"Ah, maaf. Aku ingin melihat Jungkook lebih dekat soalnya," Taehyung meringis memperlihatnya senyum kotaknya. Lalu membimbing Jisoo untuk duduk di sampingnya. Sengaja menaruh tas pada bangku di sebelah sejak awal agar Jisoo bisa menempatinya.
"Sebenarnya ada misi apa sih di antara kalian, kok akrab sekali akhir-akhir ini?"
"Kenapa, cemburu ya? Kita jadi jarang pergi bersama?"
"Cih...." ucap Jisoo disertai dengan cibiran maksimal. Sementara Taehyung terlihat tersenyum puas karenanya.
Jisoo memilih mengalihkan pandang pada manusia bernama Jungkook yang sedang berlarian di lapangan basket.
"Aku tidak akan memberitahumu misiku dengan Jungkook."
"Terserah."
Taehyung merangkul pundak Jisoo, membujuk sahabatnya yang sudah cemberut.
"Hei, jangan cemberut begitu. Nanti kutraktir deh."
"Jangan bohong!"
"Tapi bersama hyung ya?"
Sedetik kemudian Jisoo melepas dengan kasar tangan Taehyung dari pundaknya. Ingatan langsung terfokus pada sosok pria yang disebut 'hyung' oleh Taehyung. Sosok tampan yang menyebalkan. Yang benar saja dia harus makan bersama Seokjin.
"Sepertinya tidak perlu. Aku bisa makan sendiri."
"Ya.... Jisoo-ya.... Jin hyung 10 menit lagi sampai. Tidak mungkin aku menolaknya. Dan tidak mungkin aku membiarkanmu pulang sendirian."
"Kenapa tidak?"
"Ayolah......"
Kalau Taehyung sudah merengek begitu, pertahanan Jisoo luluh separo. Bagaimanapun juga sahabatnya sejak SMA ini terlalu susah untuk ditolak. Segala kebaikan yang diberikan padanya tidak mungkin lupa dari memori. Tapi mengingat sosok Jin yang 10 menit lagi bertemu dengannya, rasa malas memuncak drastis. Berkali-kali bertanya pada diri sendiri kenapa Tuhan menciptakan sosok semenyebalkan Kim Seokjin di dunia ini dan harus menjadi kakak sahabatnya. Pertemuan-pertemuan dengan Jin hanya akan berakhir buruk. Kalau tidak dihina, ya diejek, atau minimal dijahili.
Selalu heran mengapa manusia semenyebalkan Seokjin itu justru terlihat begitu sempurna di jurusan kimia. Jisoo yakin tidak akan ada orang yang percaya bahwa Jin adalah makhluk yang ingin dihindarinya sepanjang waktu. Mahasiswa akhir jurusan teknik kimia dengan IPK mendekati 4 dan telah magang di perusahaan farmasi. Anak orang seorang pengusaha makanan kaleng terkenal dan yang paling penting adalah tampannya luar biasa.
Jisoo melangkahkan kaki dengan amat malas menuju parkiran stadium. Jungkook dan Taehyung berjalan di depannya, terlihat mengobrol sangat akrab. Sementara Jisoo merasa ada sebongkah batu besar yang terseret kakinya, sangat berat. Sayangnya seberat apapun kaki melangkah, mobil Seokjin sudah terlihat di depan mata.
Kalau saja pemandangan di depan matanya di pause, mungkin akan seperti cuplikan di drama-drama korea. Seorang pria tampan yang sedang bersandar di SUV mewah sembari memainkan handphone dengan raut yang serius. Pria beralis tebal, dahi yang tertutup poni coklat tapi sesekali tersibak tertiup angin. Seokjin memiliki mata yang besar, berbinar, tapi berkesan dingin dan sulit disentuh. Ada kantong mata aegyo di bawahnya, membuat ketampanannya ternodai dengan keimutan yang sempurna. Jangan lupakan hidung yang mancung, membuat ketampanannya semakin tidak terelakkan. Lalu yang paling luar biasa dari semua komponen wajahnya adalah bibir tebal yang sama sekali tidak mengganggu pemandangan. Jisoo menebak bahwa Seokjin adalah pria metroseksual yang suka mengenakan lipbalm karena bibirnya selalu lembab setiap saat. Walaupun wanita itu belum pernah melihatnya sama sekali.
"Lama sekali sih," keluh Seokjin melihat tiga orang yang dinantinya.
"Tadi aku masih ganti baju, hyung," alasan Jungkook.
"Ahhh, pasti karena kaki pendek itu ya. Jalannya lama sekali!" ucap Seokjin sambil melempar dagu pada Jisoo yang berjalan paling belakang.
Belum juga semenit bertemu, kalimat pertama Seokjin sudah membuat Jisoo jengkel. Setelah mempersembahkan lirikan mautnya, Jisoo masuk begitu saja pada kursi penumpang bagian belakang. Lalu cibiran diikuti tawa jahil dari Seokjin melengking begitu puas. Sedangkan Taehyung hanya menggeleng-geleng dan Jungkook melongo, tidak benar-benar tahu apa yang terjadi serta harus bersikap apa.
***
Note :
Akhirnya muncul FanFict keduaku. Berdasarkan komen dan DM beberapa pembaca untuk meneruskan salah satu oneshot 'That Jerk'. Ini mungkin ceritanya lebih santai karena menceritakan kehidupan kampus seperti biasa. Oke, semoga bisa update sering-sering.....
KAMU SEDANG MEMBACA
That Jerk
FanfictionTidak ada pertemuan tanpa rasa kesal. Tapi siapa sangka pertemuan-pertemuan itu menjadi hal yang sakral.