Jisoo berjalan cepat meninggalkan kampus kimia sembari berdoa bahwa kejadian yang baru saja dialaminya tidak menjadi masalah di masa depan. Masih teringat tatapan ngeri wanita anggun yang keluar dari ruangan dosen bersama Seokjin tadi seperti ingin memakannya hidup-hidup. Pokoknya kalau terjadi apa-apa, Seokjin harus bertanggung jawab. Pria itu tidak pernah lelah membuat hidupnya bertambah masalah.
Langkah kaki Jisoo semakin cepat ketika melihat sosok Taehyung sudah berada di koridor depan kelas yang akan mereka ikuti. Masih 30 menit lagi, lumayan untuk mengomeli Taehyung karena perbuatannya. Tapi sayang, di sana juga ada Jungkook. Tidak mungkin Jisoo menunjukkan hobinya marah-marah di depan Jungkook. Bagaimanapun juga Jisoo ingin mengesankan dirinya sebagai gadis yang baik pada Jungkook.
Pria bergigi kelinci itu diam-diam menarik perhatiannya akhir-akhir ini. Bukan tanpa alasan, sepertinya Jungkook juga merasakan ketertarikan pada Jisoo. Adik kelasnya itu beberapa kali menemaninya makan siang di kampus, hanya berdua. Jungkook sangat getol mendekati Taehyung. Tidak berniat terlalu percaya diri, tapi Jisoo juga tidak bisa menghindari pikiran itu. Bisa jadi Jungkook dekat dengan Taehyung supaya bisa dekat dengan dirinya. Membayangkan hal itu terjadi saja rasanya kekesalan pada Seokjin langsung menguap.
Alih-alih ingin memukul kepala Taehyung dengan makalah, Jisoo justru tersenyum amat manis pada dua sosok yang mengobrol di koridor. Taehyung beruntung kali ini karena ada Jungkook. Pokoknya bagaimanapun juga, Taehyung harus memiliki kesempatan untuk menerima pukulannya nanti.
"Hai Jisoo noona!" sapa Jungkook kelewat ramah. Beberapa mahasiswi sukses menoleh sambil berbisik. Sudah biasa. Siapa sih yang tidak akan julid melihat Jungkook menyapa ceria seorang gadis. Walaupun yang disapa adalah kakak kelas juga. Untung saja Jisoo cukup memiliki nama baik di jurusan fisika, jadi beban untuk dekat dengan Jungkook tidak terlalu timpang.
"Kook, kau tidak ada kelas?" Jisoo tidak bisa mengabaikan Jungkook yang tersenyum padanya.
"Hmmm, ada kok. Aku kebetulan mengantar Tae hyung dari tempat latihan."
Sementara pria bernama Taehyung memutar bola mata, sangat mengerti maksud Jungkook yang berbaik hati mengantarnya. Tahu diri, Taehyung mengambil makalah dari Jisoo dan meninggalkan dua sejoli itu di depan kelas.
"Noona, weekend ini ada acara tidak?"
"Belum tahu. Mau mengajakku pergi eh?" goda Jisoo setengah berdebar. Ingin bersikap malu-malu seperti gadis pada umumnya, tapi tidak bisa.
"Ehm.... Iya. Ada restoran korea baru, katanya enak."
"Oh iya?"
Jungkook mengangguk. Pipi sedikit chubby bersemu merah karena melihat senyum Jisoo yang berbinar. Ingin segera menyatakan sayang tapi harus bertahap karena kedekatan belum juga dimulai. Dirinya bahkan harus mencari alasan paling logis untuk mengajak Jisoo pergi. Untung si gadis suka sekali makan. Paling tidak, mereka punya hobi yang sama.
***
Sepasang netra mengernyit sambil mengamati satu persatu makalah yang dikumpulkan. Tangan berkuku merah marun, rambut terurai panjang dan hitam, lipstik merah menyala. Duduk bersandar di kursi dosen dengan kaki menyilang. Awalnya para mahasiswa sedikit heran mengapa dosen Park yang sudah sepuh bisa berubah menjadi seorang wanita. Sedikit tidak biasa seorang dosen mengenakan make up yang begitu tebal hanya untuk masuk kelas. Untung saja tidak dipadu dengan rok mini dan atasan ketat. Atau mungkin kebetulan untuk hari ini berkostum setelan manusiawi.
Dosen Lee Sooyoung. Jisoo mendengar cukup jelas perkenalan dosen wanita itu saat memasuki kelas mereka. Ketika memperkenalkan diri sebagai pengganti dosen Park, seisi kelas heboh. Sisa semester yang tinggal 2 bulan lagi akan ditemani dosen cantik jurusan kimia untuk mata kuliah kimia dasar. Banyak yang bersemangat, tapi Jisoo memiliki perasaan yang tidak begitu nyaman. Apalagi ketika sepasang mata dosen Lee menangkap sosoknya yang duduk di barisan nomor tiga, memandangi dengan lamat dari atas hingga ke bawah.
KAMU SEDANG MEMBACA
That Jerk
ספרות חובביםTidak ada pertemuan tanpa rasa kesal. Tapi siapa sangka pertemuan-pertemuan itu menjadi hal yang sakral.