Malam belum juga larut, tapi suasana kamar Seokjin sudah terlalu sunyi. Hanya ketik-ketik keyboard menghiasi rungu. Suara lain adalah lembaran-lembaran kertas yang tersibak. Matanya fokus pada laptop berisi skripsi, meneliti dari bab pertama hingga terakhir kalau-kalau masih ada kesalahan. Tiga hari lagi dirinya akan ujian sidang, akhirnya. Malam ini rencananya Seokjin akan menyelesaikan skripsi untuk dicetak besok. Setelah itu dia ingin memiliki waktu tenang untuk belajar menjelang hari H.
Sosok lain duduk diam fokus pada lembaran-lembaran kertas yang berserakan di lantai beralas karpet bulu. Jisoo sedang duduk bersila merangkum kuesioner ke dalam laptopnya sendiri. Bersama dengan Seokjin tidak pernah seserius ini sebelumnya. Mulutnya bahkan terkunci karena takut mengganggu konsentrasi. Memaksa untuk datang ke tempat Seokjin demi tugas akhir mata kuliahnya pun Jisoo terbilang nekat. Maka di sinilah dia sekarang bersama Seokjin dengan segala aura membunuhnya.
Mereka duduk berdekatan tapi saling membelakangi. Tidak ingin kertas-kertas dan buku-buku skripsi bercampur dengan tugas akhir milik Jisoo. Gadis itu hanya mengeluarkan kalimat seperlunya, jika mungkin ada yang bingung pada pekerjaannya. Seokjin telah memberinya banyak referensi dari penelitiannya saat semester awal. Jisoo tinggal memilih mana yang dia inginkan dan paling mudah dikerjakan.
"Ahhhhh.... Akhirnya....," Seokjin merentangkan kedua lengan sambil menarik napas panjang. Kegiatannya mengkoreksi skripsi sudah selesai. Seokjin meregangkan tubuhnya, berakhir menyandarkan punggung pada punggung Jisoo yang berada di belakangnya. Tidak tahu sejak kapan mereka berdua telah terbiasa dengan presensi masing-masing. Yang jelas sentuhan-sentuhan seperti itu tidak lagi aneh bagi Jisoo maupun Seokjin. Terlalu sering bersama untuk mengerjakan tugas akhir Jisoo, pada akhirnya memaksa mereka terbiasa satu sama lain. Walau mulut masih sering mengolok, tapi Jisoo tahu Seokjin akan membantunya sampai akhir.
Jisoo menggoyang-goyangkan punggungnya menolak Seokjin yang bersandar padanya.
"Berat, oppa!"
Seokjin membalikkan tubuh, menengok pekerjaan Jisoo sampai mana. Kepalanya muncul di atas pundak Jisoo membuat gadis itu cukup kaget. Seokjin bahkan menyandarkan dagu pada pundaknya. Ini terlalu dekat. Lagi-lagi Jisoo menggoyangkan pundaknya, membuat Seokjin menyingkirkan dagu dari situ.
"Sudah hampir selesai juga?" Seokjin takjub dengan kecepatan pengerjaan Jisoo. Dirinya ikut mengamati kalimat demi kalimat yang diketik Jisoo, diam-diam mengkoreksi kalau ada yang salah ketik. Jisoo hendak mengomel karena Seokjin masih terlalu dekat, tapi yang dia saksikan adalah Seokjin berwajah serius dengan mata fokus pada pekerjaannya. Jisoo mengurungkan niat mengomelnya, berusaha tak gentar dengan posisi mereka terlalu dekat. Seokjin sudah membalikkan tubuh dengan sempurna sehingga dirinya berada dalam kurungan Seokjin. Ini seperti Seokjin memeluknya dari belakang. Punggungnya menempel pada dada bidang Seokjin sementara pria itu juga membuka kedua kakinya, Jisoo di antara kedua kaki Seokjin.
"Ini, kau harus menambahkan kutipan di sini. Dosen Lee suka mencari kesalahanmu kan, harus benar-benar teliti," Seokjin menunjuk bagian yang harus dibenarkan pada layar laptop Jisoo. Itu membuat tubuh mereka semakin dekat. Kedua pipi hampir saja menempel.
"Oppa, bisa tidak agak sana sedikit," Jisoo pada akhirnya protes juga. Seokjin jadi melihat posisinya sendiri. Benar juga, terlalu dekat. Ingin bergeser memberi jarak, tapi wajah Jisoo yang blushing membuat Seokjin tergelitik ingin menggoda sebentar.
"Memangnya kenapa, eh kau blushing ya?" goda Seokjin tidak sopan. Tawa jahilnya muncul lagi, tapi tidak terlalu keras seperti biasa karena posisi mereka memang kelewat dekat.
Seokjin menggeser sedikit tubuhnya untuk memberi jarak pada Jisoo. Ada rasa yang aneh di balik tawa jahilnya. Duh, kenapa bisa Seokjin jadi ingin memeluk Jisoo sekarang juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
That Jerk
FanficTidak ada pertemuan tanpa rasa kesal. Tapi siapa sangka pertemuan-pertemuan itu menjadi hal yang sakral.