"Kak Galen ganteng banget.""Sumpah mukanya cute banget."
"Kapan yah bisa di notis."
Mendengar pekikan-pekikan itu seolah ingin membuatku muntah, Aku baru sadar bahwa sekolah ini juga menampung orang-orang alay seperti mereka.
Aku menghentak-hentakkan ujung sepatuku pada lapangan upacara. Mendengar Amanat Pembina upacara yang selalu dia ulang berulang kali semakin membuatku tidak betah berdiri lama-lama. Belia selalu mengulang ucapannya berulang kali, dia mengatakan bahwa kita harus menjaga lingkungan menerapkan sistem ‘Lisam’ Lihat sampah ambil.
Dan jangan lupa kelakuan Dian yang berbaris di belakang Eden, dia terus saja menggangguku dengan menarik-narik rambutku. Aku tak bisa membaca pikiran orang jadi aku tidak tahu maksud Dian menggangguku. Tingkahnya membuatku jengah. Aku memutar badanku menatap horror padanya, yang sedang berdiri menjulang bak tiang listrik.
Aku memukul tangannya yang kembali hendak menarik rambutku. Dia cengengesan ingin rasanya aku menjambak rambutnya jika tidak ingat kami sedang berada di lapangan. Sangat memalukan jika kami menjadi pusat perhatian.
"Lama banget sih," Gumamku pelan.
"Itu yang disana jangan ribut," Teriak Pak Anton yang sedang berkeliling mengawasi para siswa.
Aku merasakan seseorang mencolek punggungku. Aku mengabaikannya, aku tidak mau ambil resiko dengan ketahuan sedang bergosip dijam Upacara.
Dia kemudian mencubit lengankun dengan agak keras. Itu membuatku meringis dan berbalik melihat pelakunya.
"Apa," Tanyaku pelan sambil memelototi Nara yang tadi mencubitku.
"Tukeran barisan dong gue gak pake topi," Cicitnya pelan.
Aku menghela Nafas panjang lalu mencari keberadaan Pak Anton, dia sedang memarahi salah satu siswa yang tidak mematuhi peraturan. Kemudian aku bergeser sedikit membiarkan Nara berada dibarisanku.
Tadinya Nara berada dibelakangku, dengan badannya yang tidak terlalu tinggi bisa saja dia ketahuan. Seharusnya dia dihukum seperti siswa lainnya yang tidak mengenakan atribut yang lengkap, tetapi melihat wajah ketakutannya aku jadi tidak tega.
Sekarang Aku berada di tepat dibelakang Nara, dengan tubuhku yang cukup tinggi di tambah Dian yang berada disampingku cukup menghalangi pengelihatan Pak Anton pada Nara.
Teman-temanku yang tadinya berbincang berhenti, mungkin Pak Anton berada di belakang barisan kelasku, Aku tak berani melirik, bisa-bisa kena semprotan Pak Anton lagi.
Aku melirik pada Dian yang berdiri disampingku. Ku perhatikan Dian lamat-lamat. Seolah tahu sedang di perhatikan dia menoleh kearahku.
Dia mensejajarkan tingginya denganku kemudian ikut memerhatikan wajahku. Tindakannya membuatku tercekat tak tahu harus melakukan apa. Aku ingin mendorong wajahnya tapi seolah tubuhku kaku tak bisa bergerak.
"HEH KALIAN NGAPAIN!" Teriakan Pak Anton pada kami, aku menoleh kearahnya, mengedipkan mataku berulangkali, lalu dengan cepat aku mendorong Dian membuatnya keluar dari barisan.
Tindakanku membuat kami menjadi pusat perhatian, Aku menepuk keningku lalu menundukan kepalaku berharab orang-orang tidak mengenaliku. Tapi hal itu sepertinya mustahil karna aku mendengar beberapa diantara mereka membisikkan Namaku.
Aku sangat Malu, Ketika Pak Anton memanggil kami, Aku dan Dian ke ruang Bk setelah Upacara selesai.
Dan disinilah aku berada sekarang, duduk dikursi menghadap Pak Anton yang menatap kami dengan Horor.
“Kalian ini kalau mau pacaran lihat tempat, tadi kalian membuat keributan.” Pak Anton sedari tadi memarahi kami.
“Gak pacaran pak,” Ucapku mengklasifikasi ucapan pak Anton.
“Trus kalian tadi kenapa tatap-tatapan?”
Aku melirik tajam pada Dian yang sedari tadi hanya diam, dia duduk dengan tenangnya seperti taka da masalah. Aku menendang sepatunya menyuruhnya untuk berbicara.
“Emang kenapa pak, kami tatapan karna punya mata, saya juga sekarang lagi natap Bapak dan Bapak juga lagi natap saya.” Wah aku cukup tercengan mendengar ucapan Dian, berani sekali dia berbica seperti itu pada Pak Anton Yang Notabenenya Guru Killer, tapi dari ucapan Dian juga tak ada salahnya.
“Ada-ada saja kalian, yasudah kembali kekelas kalian.”
Aku bernapas lega setelah mendengar Ucapan Pak Anton, lalu aku berdiri, berjalan menuju pintu dan meninggalkan ruangan itu. Ini merupakan kali pertamanya aku masuk keruang Bk dengan alasan yang tidak logis. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku memikirkan Anehnya sekolah ini.
Untung saja Ruang Bk tak jauh dari kelasku, jadi aku tak perlu lama-lama memerhatikan tatapan ngeri dari beberapa siswi yang menatapku tak suka secara terang-terangan. Aku mendengus sebal memangnya aku sudah melakukan apa, mereka terlalu berlebihan.
Aku memasuki kelas dengan perasaan yang was-was, sudah kuduga hari-hari biasanya saja mereka sering meledekku dengan Dian, apalagi setelah melihat kejadian tadi.
Aku berusaha untuk tidak menghiraukan mereka, aku berjalan dengan santainya menuju kursiku. Kulirik jam yang melingkar dipergelangan tanganku, sebentarlagi Bel jam pelajaran pertama berbunyi. Aku mempersipakan buku yang ingin kugunakan.Kubuka tasku, berusaha mencari buku paket Bahasa inggrisku. Setelah kucari di laci mejaku dan tidak menemukannya aku mulai bertanya pada Nara.
“Na, liat buku paket bahasa inggris gue gak?”
“Kagak, cari di laci coba.”
“Udah tapi gak ada.”
Kemudian aku mencoba mengingat-ingat terakhir kuletakkan di mana.
Aku menepuk jidatku pelan, lalu berdiri dari kursiku berjalan menuju loker, seingatku aku menaruhnya disana.Banyak siswa yang berlarian dikorider, aku mengerutkan keningku. Aku mencoba mencegat salah satu siswi yang ikut berlarian.
"Kenapa?"Tanyaku penasaran.
"Bella ngebuli lagi, anak kelas sepuluh."
Bella dikenal dengan aksinya yang suka membuli siswa yang merusak ketenangannya, tak jarang juga dia sering menindas siswa yang menurutnya lemah.
Aku mencoba untuk tidak peduli, paling sebentar lagi Bella dan antek-anteknya akan diseret keruang konselin oleh Pak Anton.
____
Baper sendiri sama part ini.
Vote+coment dong:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Delusi
Teen FictionAku Kyra Queensha, Hanya cewek biasa yang mempunyai sejuta impian. Aku adalah salah satu perwujudan dari fangirl yang menggilai Oppa Korea. Kata orang nama itu bertolak belakang dengan kepribadianku. Tak masalah aku menyukainya. Ketika membaca kisa...