Di anggap atau tidak?

23 5 0
                                    

Di anggap kehadirannya adalah hal paling berharga bagi orang yang selalu terkucilkan"
-Mala-
.
.

Aku sudah sampai di rumah. Mengerjakan sedikit pekerjaaan rumah, tentunya dengan sedikit merasakan sakit.

Lutut ku luka membuat kaki sulit di tekuk dan sekarang aku akan mengobatinya.

Tok.... Tok.... Tok....

"Mala!!"
Terdengar suara orang memanggilku.
Suara ini sangat familiar di telingaku
Aku segera membuka pintu

"La.. masukin barang-barang letakan di kamar". Perintahnya. Aku hanya mengangguk dan kakak ku masuk menuju kamarnya

Dia adalah kakak ku. Tepatnya kakak tiri. Namanya bunga. Dia jelas tak ada mirip dengan ku
Dia cantik, semampai, bersih, pantas jika dia menjadi model.
Kakak beda sekolah dengan ku
Itu kemauannya yang tak ingin satu sekolah dengan ku. Memilih sekolah yang lebih jauh.

Barang barang nya adalah alat marching band dia itu wakil ketua. Dan biasanya kakak ku membawa beberapa.

"Kak. Udah semua. Aku mau kekamar lagi". Ucapku dan pergi

"Eh bentar!".

Entah kenapa dia selalu berkata ketus saat berbicara kepadaku dan biasanya akan lemah lembut pada orang lain.

Apa ada selain aku? Entahlah.

"Beliin kakak kapas sama tisu". Ucapnya sembari memberikan uang

"Baik kak". Kemudian berjalan pergi.

Sebenarnya aku malas tapi aku tak bisa membantahnya. Aku terlalu takut. Karna ayahku selalu membela mereka. Anak kandungnya saja di abaikan. Aku hanya pasrah.
Tak apa selagi aku masih diberi makan, tempat tinggal dan dibiayai sekolah.
.
.
.
.
.
.

Warung masih agak jauh jalan kerumah pun sudah jauh.
Tentu jalan aku ke warung dengan jalan pulang sekolah berbeda. Jadi aku tidak takut jika anak-anak nakal tadi masih di sana.
Tapi...aku malah lupa pakai celana panjang. Lukaku terlihat. Kaki ku terlalu banyak bekas luka. Aku malu.

Aku sudah berada di warung.
Ku panggil beberapa kali penjualnya tapi tak muncul-muncul.

"Mbak... Mbak... Beli!..". Teriak ku. Beberapa kali.
Mungkin sedang sibuk atau tidur.

"Mbak...!! Beli!!". Aku berteriak lagi.

"Mba... Eh".
Terlihat dari arah berlawanan sekelompok remaja laki-laki berjalan ke arah warung. Mereka sedang bersenda gurau.
Aku panik cepat-cepat memanggil lagi.

"Mbak!!!.. belii". Aku berteriak kencang dan cepat.

"Iya neng. Mbak lagi nyuci tadi gak kedengeran". Penjual akhirnya datang aku sedikit lega.

"Biasa aja dong manggilnya. Dari jauh sampe kedengeran kaya di mau di culik aja" ucap seorang laki-laki itu sambil tertawa. Rupanya rombongan si Adam dan yang bicara mungkin temannya.
Adam dan kawan-kawan nya ada yang berbeda sekolah mungkin yang mengenali ku hanya Adam.

Aku hanya melihat mereka sekilas dan buru buru pergi dari tempat itu.
Terasa horor jika berada satu tempat dengan rombongan laki-laki.

Aku bergegas. Aku takut jika kakak marah. Ini sudah lama sekali.
Aku rasa harus berlari tapi kaki ku juga masih terasa perih.
.
.
"Kaki mu kenapa?"

"Ya Tuhan!" Aku terkejut. Karna Tiba-tiba dia di sampingku. Kemudian dia hanya diam melihat ku dan kembali berjalan.

Aku terdiam sambil kembali berjalan pelan dia tepat ada di depanku.

Duk.

"Aish"
Dia tiba-tiba berhenti. kepalaku terhantuk punggungnya.

Dia berbalik.

"Kau tak bisa dengar? Kaki mu kenapa?" Sambil menatap ku. Aku hanya mengalihkan pandangan melihat lihat hal lain di jalan.

"Emm... Jatuh tadi". Jawabku

"Kau sudah besar! kenapa masih jatuh. Ceroboh sekali" ucapnya. kemudian berjongkok melihat luka ku.

"Blm kau obati lagi. Kau mau infeksi?"
Ini pertama kali nya dia begini. Aku bingung akan bicara apa.

"Emm.. maaf aku tidak ada banyak waktu". Aku segera berjalan meninggalkannya. Aku harus segera pulang, aku lebih takut amukan kakak.
.
.

Srut

"Aaaaaaa". Aku berteriak saat tubuhku terasa terangkat. Aku jelas sangat terkejut.
"Adam!"

"Diam lah. Kau berjalan sangat lelet. Aku benci melihatnya". Adam menggendongku.
Apakah ini mimpi?
Ya Tuhan jangan bangunkan aku.

Aku terdiam seakan-akan tak percaya. Terkesan berlebihan tapi memang begini.

"Jangan menatapku. Aku tau aku tampan". Ucapnya.

Lihatlah ini juga pertama kali aku mendengar dia menyombongkan diri.
Lagi-lagi aku hanya terdiam. Seakan aku bisu tak mengerti kosa kata.
.
.
.
.
.
.
.
"Sudah sampai" dia menurunkan ku.
Aku masih terdiam dan menatapnya

"Te... Terimakasih" ucapku.

"Kau berbicara seperti itu pada kekasihmu?"

"Emm maaf"

"Aish sudahlah. Oh ini obati luka mu"
Kemudian dia memegang tangan ku dan memberikan plaster.

"Sekali lagi terimakasih" ucap ku mencoba melihatnya dan dia terlihat mengangguk.

"MALA!!!..". Aku kembali terhenyak mendengar teriakan kakak ku.
Terlihat dia sudah di ambang pintu menunggu ku dengan muka marahnya.

"Biar aku yang bicara". Ucap Adam

"Tidak. Biarkan. Kau pergi saja ku mohon". Sambil mencegah aku tak ingin membuat Adam ada di masalahku.

"Tapi.."
"Biarkan. Maaf. Sekali lagi terima kasih". Aku berjalan menuju rumah.

"Ini kak" aku memberikannya takut takut. Dengan kasar kakak mengambilnya

"Masuk!" Kakak menarik ku masuk dan menutup pintu dengan kasar

Brak

Aku masuk hendak ke kamar.

"Mau kemana?!. Siapa dia?"
Dia menarik ku lagi dari pintu kamar

"Temen kak". Ucap k

"Temen?. Kamu pacaran dulu ya?!. Lama sekali cuma beli ini aja!!."

"Tidak kak tadi penjualnya lama keluarnya"

"Halah! alasan! Mauq kakak aduin  ayah hah!!. Kamu itu jelek, korengan, bodoh, kenapa laki-laki seganteng dia mau sama kamu!. Sampai sampai di gendong. Jih" ucap kakakku

Aku sebenarnya sudah biasa mendengar perkataan bodoh jelek dll tapi yang paling aku takutkan adalah aduan ke ayah.

"Maaf kak. Jangan bilang ayah. Dia bukan pacar Mala" aku menangis berlutut, memohon agar kakak tak mengadu. Tentu rasa perih luka tadi sangat terasa sakit.

Kakak ku menarik rambutku
Owh ini sangat sakit.

"Buat bangga orang tua gak pernah. Ayah ibu cerai. Dasar anak pembawa sial masih untung kau gak di buang".
Setelah mengucapkan itu dia kembali ke kamarnya

Aku kembali menangis. Apa sebegitu hina nya aku?
Aku memasuki kamar dan mengunci nya menangisi diri ku.
Kembali aku berfikir apa aku harus bertahan?

Baru saja aku senang karna Adam berlaku hangat padaku. Aku harus merasakan pahit karna kakak berbicara seakan aku tak pantas untuknya.

Apa aku memang tidak pantas untuk apapun termasuk hidup?
Terlalu banyak luka fisik dan batin di sini.
Aku tak mempunyai tempat bercerita di sini.
.
.
.
.
.
.
.
.
TBC

Kasian Mala nangis terus
Haruskah Mala bertahan?

Krisar nya yaaa
Vote jangan lupa
Di baca dulu baru vote ya
Terimakasih

Salam hangat
Selasa,5 Mei 2020

Hanging On Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang