Chapter 2

9 1 0
                                    

"Sepertinya dari reaksi wajah Hyunjin kemarin, dia tidak tahu mengenai masa lalu mu denganku. Bagaimana jika aku juga membuat Hyunjin membencimu seperti kau membenciku?" Lino tersenyum licik.

Aku mengepalkan kedua tanganku, lelaki berengsek ini mencoba mengusik kehidupan ku lagi. Aku menghembuskan napas perlahan lalu tersenyum "Kalau begitu coba saja." Aku melenggang pergi meninggalkan pria bejad yang ku yakini masih menatapi di bawah sana.

Bingkai-bingkai cantik tertata rapih menunggu seseorang membelinya. Aku menyusuri bagian lukisan, klien ku meminta di simpan satu lukisan estetik dengan ukuran yang cukup besar untuk di letakkan di tembok bagian kamar.

Tentu lukisannya bukan lukisan ecek-ecek. Aku harus berani mengambil harga tinggi untuk memuaskan klien juga memuaskan dompetku. Terlebih lagi rumah yang harus ku isi cukup besar dan berkonsep untuk membangun semangat kerja. Sulit memang karena berdampak pada psikologis. Lain waktu aku harus berkolaborasi dengan seorang arsitek seperti Hyunjin.

Aku kembali kerumah yang sedang ku tata. Felix sedang memasang lampu-lampu panjang berlogam gold di ruang makan. Dia teman yang di kenalkan oleh Hyunjin dan kami menjadi dekat karena satu frekuensi pemikiran mengenai desain interior.

Ku taruh lukisan di lantai lalu membuka koran yang menutupi lukisannya. "Bagaimana menurutmu?" tanyaku pada Felix.

Pria itu melompat dari tangga, "Hanya bergambarkan tiga garis horisontal?"

Aku mengangguk. "Begini, klien kita meminta desain yang bisa memberi semangat kerja jadi tinggi, right? Beliau memintaku untuk memasang satu lukisan di bagian kamar utama dan ini yang ku pulih, tiga garis horisontal yang bermakna relax dan tenang." jelas ku sembari mengedipkan mata. Lalu mengangkat lukisan ini dan memasangnya di kamar.

Aku membenahi bagian lantai dua. Memasang beberapa hiasan di tembok. Beberapa kali tanganku kena pukulan palu membuat denyutan dan linu. Walky talky ku berbunyi, Felix mencoba memberi pesan "Kau ingat orang yang ku bicarakan kemarin lusa? dia akan datang kemari dan bergabung dengan kita hari ini. Sepertinya sedang di perjalanan."

"Apa kita harus menyambutnya?" Tanyaku mengambil bor.

"Ku dengar dia 'penyuka' wanita. Bagaimana jika kau saja yang menyambutnya."

Aku memasukan kabel dan menyalakan bor lalu mulai melubangi tembok. "Bukankah semua lelaki menyukai wanita?"

"Ya kupikir kau berminat untuk berselingkuh dari Hyunjin." Pria yang entah sedang apa itu cengengesan.

"Bukankah kau menyukai sesama jenis Fel?"

"Hei! jaga ucapanmu itu. Aku masih normal!" katanya tidak terima.

Aku terkekeh saja sembari menuruni tangga untuk mengambil barang di mobil pick up.

"Kau bisa terjatuh." kataku menggoyang-goyangkan tangga yang sedang di pijak oleh Felix.

"Wanita aneh." gumamnya.

Aku sedikit tercengang melihat masih banyak barang di pick up. Ku angkat cermin. "Sial, cermin ini menghalangi pandanganku." kataku mencoba untuk mencari celah agar bisa melihat. Namun aku menabrak tubuh seseorang. Aku hanya bisa melihat jam tangannya saja.

"Biar kubantu." katanya meraih cermin lalu berjalan mendahului ku.

Pria itu memakai kaos putih dan celana trening. Tak lupa sapatu juga topi hitam yang di balik. Dia sudah mau pergi jogging saja. Aku mengkerutkan kening, apa dia pria yang dikatakan oleh Felix?.

Aku mengambil beberapa barang lagi lalu masuk kedalam. Pria itu sedang berbicara dengan Felix. Dari belakang saja sudah terlihat aura tampannya.

Felix menengok ke arahku alhasil dia memperkenalkan aku pada pria tinggi itu. Aku memberinya salam dan kami bertemu muka. Seketika barang yang ku jingjing terjatuh ke lantai mengakibatkan suara yang menggema mengingat rumah ini masih kosong.

Pria itu sama terkejutnya seperti aku. Namun selang beberapa detik dia tersenyum. "Sepertinya Tuhan mencoba menjodohkan kita." katanya. Aku dapat melihat dia tersenyum di sudut bibirnya.

Masa bodoh dengan apapun yang di katakan olehnya. Aku menyilangkan kedua tanganku di dada. "Apa tidak ada pekerja lain selain dia?" Felix yang tidak tahu apa-apa meminta aku untuk sopan di hadapan Lino.

"Dengar Felix, aku sama sekali tidak sudi untuk bekerja sama dengan pria ini. Kau cari penggantinya atau aku yang berhenti di proyek ini." Felix melotot mendengar ucapanku.

"Min Ji, tapi ini proyek besar. Kau tahu Mr. Lee bisa menguntungkan kita dan kantor."

"Aku tidak peduli. Kau tidak bisa mencari penggantinya?"

Felix menarik tanganku membawaku keluar. Dia berbicara panjang lebar dan memohon kepadaku untuk tidak melibatkan masalah pribadi atau apapun itu di proyek ini. Karena proyek besar ini akan membawa kami kejenjang yang lebih baik. Akhirnya aku luluh dan menuruti apa kata Felix mengingat aku harus bisa naik level.

Mood ku untuk mendesain hancur sudah. Lino banyak sekali berkomentar mengenai pilihan ku. Dia benar-benar mengkritik karyaku. Lelaki itu mengatakan jika desai ku tidak menarik sama sekali, jauh lebih menarik desain Felix. Padahal aku dan Felix mendesain sama-sama di sketsa.

"Tidak bisa kau berhenti mengoceh? Kerjakan saja bagianmu dan berhenti mengangguku." Kataku membentak.

Aku tidak tahu apa yang ada dipikiran Lino. Yang pasti dia manarik lenganku dan mencengkeramnya sangat keras. Lino mendorongku sampai punggungku membentur tembok. Aku mencoba untuk melepaskan cengkeramannya namun karena telalu keras pergelangan tanganku rasanya sakit.

"Lepaskan aku!"

Lino tidak mengeluarkan sepatah kata apapun. Dia hanya menatap ku dengan bola matanya yang berwarna hazel. Aku tidak mengerti mengapa dia menatapku lama sekali, apa mungkin ini cara Lino menyampai kan rasa rindunya pada ku ?. Lelaki jangkung ini melepaskan tanganku lalu mengacak-acak rambutnya frustasi. Aku masih menempel pada tembok seolah cicak namun terbalik. Dia menatapku lagi sekilas dengan tatapan yang nanar lalu pergi menuruni tangga.

Mengapa dia menatapi ku dengan pandangan menyedihkan seperti itu?. Mendadak ada secercah rasa bersalah di relung hati ku karena sudah pergi meninggalkannya lima tahun yang lalu.

Karena saat ini bagian desain interior di kantorku bekerjasama dengan Lino. Aku, Felix dan karyawan lainnya untuk sementara pindah ke perusahaan perancangan milik Lino. Aku dongkol setengah mati karena sekarang aku merasa di jerat kembali oleh Lino. Dia benar-benar mengusik, melakukan segala cara agar bisa terus menempel dengan ku.

"Sudah berapa lama kau menjadi kekasih Hyunjin?" tanyanya sembari menyetir, aku bisa melihat di jari-jarinya ada tatoo kecil. Seperti huruf Jepang.

"Mengapa kau harus tahu." jawabku ketus. Aku sama sekali tidak ingin berbicara dengannya. Bahkan jika aku berani, aku sudah melompat dari mobil ini.

"Maaf." ia meminta maaf? sungguh?.

"Aku masih ingat jelas tidak ada kata maaf dalam kamusmu. Yang tadi itu seperti bukan dirimu."

"Lima tahun yang lalu ada seorang perempuan yang mengajarkanku tentang kebahagiaan, kehilangan, juga maaf atau memaafkan." Lino berbicara sembari tersenyum kecil.

"Aku merindukanmu."

Stray Kids - If I StayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang