Chapter 1

9 1 0
                                    

Ku buka kacamata karena mata ku sudah terasa pegal. Ku lirik jam tangan, waktunya makan siang.

Aku keluar dari ruangan ku untuk mencari makan siang. Tiba-tiba saja aku merindukan makanan semasa SMA dahulu. Warung makan itu sudah menjadi restoran besar bahkan memiliki banyak pelanggan. Namun namanya tidak pernah berubah, masih sama.

"Makanan Sekolah." Gumamku.

Begitu lah orang-orang menyebut restoran bertingkat dua ini. Aku sudah lupa dengan meja yang biasa ku tempati semasa sekolah dulu. Yang ku ingat hanya dekat jendela.

Dan tempat ini masih menjadi tempat favorit anak-anak remaja. Tanpa kusadari aku tersenyum mengingat kenangan-kenangan di restoran ini. Walaupun tempatnya sudah berubah tapi kenangannya tidak. Hyunjin menelpon ku, dia bilang aku harus segera pulang karena hari ini kakak lelakinya pulang dari Jepang. Terpaksa aku meninggalkan pekerjaan ku di kantor.

"Hari ini makanannya random sekali." Kataku menyusun sendok, garpu dan pisau.

"Li suka segala makanan maka dari itu aku membuat hidangan yang berpariasi, walau sebenarnya aku tahu masakan ku ini tidak enak di lidahnya."

"Sepertinya lidahnya rusak." Airi hanya tertawa kecil saat aku mencibir kekasihnya.

Hyunjin masih sibuk dengan laptopnya. Semenjak mulai bekerja, Hyunjin jadi jarang berbicara denganku. Bahkan hanya mengirimi ku pesan yang penting-penting saja.

"Tidak bisa ya perhatikan kekasihmu ini dulu." Aku menyandarkan kepalaku ke pundaknya. Hyunjin menempelkan kepalanya di kepalaku yang bersandar di pundaknya. Mendadak ada aliran listrik menyengat tubuhku. Aku ingin berteriak.

"Maaf, aku jadi jarang ada waktu bersamamu." Jari-jarinya masih melayang-layang di atas keyboard.

"Sekitar dua hari lagi, aku harus menyelesaikan gambar jembatan penyeberangan di sketsa ku. Seharusnya sudah masuk ketahap pembangunan, namun pekerja dari teknik sipil menghambat. Dia bilang, sketsa ku ini terlalu mencolok di jalanan yang cukup ramai. Sehingga aku harus lebih menyederhanakan lagi design nya. Kau punya saran untukku?" Hyunjin  memperlihatkan designnya kepada ku.

Aku terpukau dengan designnya. Aku belum pernah lihat jembatan seperti ini. "Bukannya ini sudah sangat bagus. Mencolok apanya, ini sangat instagramable. Anak teknik sipil itu benar-benar ya. Aku pikir tidak ada yang harus di rubah, mereka itu seharusnya tidak perlu berkomentar mengenai design. Yang harus mereka pikirkan adalah ketahanan si bangunan." aku berkata dengan menggebu-gebu. Entah sejak kapan Hyunjin meletakkan laptop di meja yang pasti saat ini dia sedang menatapku dengan tangan yang mengelus-elus rambutku.

"Kau lucu sekali saat sedang kesal." aku cemburut sekaligus menahan senyuman karena Hyunjin melontarkan kata-kata yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan topik pembicaraan kami.

Tiba-tiba saja Airi memanggil Hyunjin untuk menjemput kakaknya di luar. Aku dan Airi menyiapkan party popper juga tidak lupa mematikan lampu. Dan saat pintu terbuka, aku dan Airi menyalakan party popper bersamaan dengan teriakan selamat datang kembali. Airi bertepuk tangan untuk menyalakan lampu dan pada saat itu lah mataku melebar, jantung ku rasanya di pompa sangat kencang hingga mau meledak. Aku tidak memberinya salam atau sepatah kata pun.

Dan bahkan aku kesulitan untuk menelan ludahku sendiri.

"Selamat datang Li, aku merindukanmu." Airi memeluk lelaki bernama Li itu.

"Kau baik-baik saja?" Hyunjin bertanya karena sepertinya wajahku berubah menjadi pucat.

"Ah, Li dia adalah kekasih adik mu. Namanya Park Min Ji. Min Ji akan mengisi rumah ini juga. Iya kan Min Ji?"

"Aku mengenalnya Airi. Dia teman dekat ku saat SMA. Senang melihat mu lagi, Ji." Lelaki itu tersenyum padaku dengan senyuman yang sama saat dia memperkenalkan wanita padaku di masa lalu.

Dia banyak sekali berubah. Lino sudah menjadi pria dewasa yang sukses. Dia tidak lagi memakai seragam SMA tapi sudah memakai pakaian berjas selayaknya seorang bos. Dan yang aku tidak percaya, kakak yang selama ini di ceritakan oleh Hyunjin adalah Lino. Lelaki berengsek yang nyaris membuat ku gila. Dan sekarang ini, aku sedang mengencani adiknya.

Aku yang berusaha pergi darinya akhirnya kembali lagi ditautkan oleh hubunganku dengan Hyunjin yang berstatus adik dari Lino.

Tuhan, sebenarnya apa yang kau recanakan untukku.

***

Ku raih kertas kecil berwarna pink muda yang menempel di pintu kulkas, disana tertulis sebuah pesan.

'Maaf aku tidak bisa ikut sarapan. Sarapanlah dengan baik. Aku mencintaimu. Hyunjin ♡.'

Dan satu kertas lagi berwarna hijau 'Aku harus pergi ke pabrik tekstil untuk mengambil bahan di butik. Airi."

Aku membuka kulkas lalu mengambil beberapa paha ayam. Biasa nya setiap pagi Airi hanya menyiapkan sandwich saja dan tentunya itu tidak lah membuat perutku kenyang.

Selagi memasak beberapa kali aku melihat ke arah kaca yang menunjukkan taman luas dengan satu buah tenda. Cuacanya gelap seperti akan hujan. Tiba-tiba saja ada seseorang memeluk ku dari belakang.

"Wanginya enak sekali." Aku tahu ini suara siapa. Dengan cepat aku berbalik dan mendorong Lino untuk menjauh.

Dia tersenyum lalu menarik kursi dan duduk. "Buat kan aku juga sarapan." katanya menyimpan tangan kanan di meja untuk tumpuan kepalanya. Dia memperhatikan aku.

Ku letakkan sepiring paha ayam untuknya. Aku menarik kursi di seberangnya namun tentunya aku tidak memilih duduk di hadapannya.

"Sepertinya kepulangan ku sekarang ini adalah keberuntungan." Lino menggigit ayam lalu pergi mengambil dua buah gelas dan satu wine. Di pagi hari?! Dia tidak berubah.

Aku menghiraukannya seolah dia tidak ada di meja makan ini.

"Sebuah keberuntungan yang cukup mencengangkan. Aku bisa bertemu lagi dengan mu namun yang mencengangkan kau berpacaran dengan Hyunjin? aku tidak habis pikir ini bisa terjadi, menurutmu apa yang Tuhan rencanakan untuk kita, Ji?"

Nafsu makan ku hilang begitu saja. Rahangku mengeras. "Biar ku beri tahu, pertama, aku  benar-benar tidak tahu jika Hyunjin adalah adik mu, kedua, jika aku tahu sejak awal bertemu sudah pasti aku akan menolaknya, ketiga, yang ku tahu saat ini Tuhan merencanakan kebahagiaanku bersama Hyunjin. Dan terakhir, jangan pernah memanggil ku Ji. Kau sama sekali tidak pantas lagi memanggil ku seperti itu." aku menggebrak meja. Aku marah, sangat marah. Aku tidak pernah mengira jika aku akan berurusan lagi dengannya.

Langkah ku terhenti ketika Lino mengantakan "Kau sangat membenciku, ya."

"Ya, aku memang sangat membencimu." Lino melangkah mendekatiku, di tangan kanannya tengah memegang segelas wine sementara tangan kirinya ia masukkan kedalam celan trening.

"Sepertinya dari reaksi wajah Hyunjin kemarin, dia tidak tahu mengenai masa lalu mu denganku. Bagaimana jika aku juga membuat Hyunjin membencimu seperti kau membenciku?"

Stray Kids - If I StayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang