Rasanya bagai bumi berhenti berotasi, seperti itu pulalah kau merasa dirimu sekarang. Kau baru saja selesai membeli beberapa keperluanmu di supermarket. Dan tiba-tiba saja matamu menangkap siluet sosok itu saat melangkah keluar.
Kau terpaku, tak bergerak barang sedikit bahkan untuk sekedar berkedip. Rasanya begitu enggan, hanya untuk sekedar menghela napas. Karena kau bisa merasakan nafasmu seakan tercekat.
Sebuah gejolak aneh hinggap mengisi ruang di bagian kiri dadamu. Membuat organ di dalam sana berdetak, seratus kali lebih cepat dari biasanya hingga mungkin bisa saja melompat dari tempatnya. Membuatmu geli, merasakan perasaan aneh yang menggelitik dan terasa menyenangkan di perutmu.
Matamu terpaku tanpa berkata―
Pada sosok di seberang sana. Yang kini tersenyum, menampilkan senyum manis yang begitu melekat di pikiranmu, berjongkok mensejajarkan tubuhnya dengan anak-anak kecil di sekelilingnya, membagikan satu persatu balon udara berwarni-warni yang ia genggam di tangannya.
Dan saat kau memperhatikan terlalu lama, sepertinya yang kau tatap itu sadar. Karena dia mengalihkan pandangan, berdiri dan menatap dirimu yang tak tahu meski berbuat apa dari seberang. Mata ungu sosok itu mengerjap, kepalanya dimiringkan beberapa derajat tanda tak mengerti. Meski begitu ia masih melemparkan sebuah senyum ke arahmu.
Manis...
Sungguh manis...
Percaya atau tidak, hatimu menghangat hanya dengan melihat senyuman itu. Sapuan merah muda yang menggelikan muncul di pipimu. Sulit dipercaya. Kemana dirimu yang selalu berekspresi dingin? Kemana dirimu yang selalu menjaga image? Semua kesan itu seakan luntur dan hilang terbawa angin.
Masih terpaku di depan pintu minimarket, kau tak mengalihkan pandanganmu meski sedikit. Menatap sosok itu sambil terdiam seperti orang bodoh. Ahhh, kau merasa dirimu bodoh sekali sekarang.
Hingga―
Tiiiinnnnnnnn Tiiiiiinnnn!
Beberapa mobil mulai berhenti tepat di depanmu sambil membunyikan klakson akibat lampu yang berubah warna, membuat sekitarmu terasa begitu ramai. Otomatis menghalangi pandanganmu untuk melihat ke seberang.
Kau bergerak dengan gelisah, berjinjit dan memanjangkan leher agaknya mencoba mencari cela di antara antrian kemacetan itu hingga setidaknya tetap bisa melihat sosok seseorang itu di sebrang sana.
Tapi saat mobil-mobil itu berlalu―
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Dia sudah pergi...
Sebuah desahan kecewa yang tak bisa ia tahan keluar dari mulutmu begitu saja.
Pundakmu terkulai lemas. Padahal... Kau berharap bisa melihatnya. Melihat senyumnya yang baru kau lihat beberapa detik lalu tapi sudah membuatmu merindukan senyum itu lagi. Berharap bisa melihat sosok indah itu sampai kau puas.
"Kakak."
Kau cukup tersentak saat mendengar interupsi yang membuyarkan penyesalanmu.
"Hum?" alismu terangkat, merasakan seseorang menarik celanamu. Kau menundukkan kepala dan mendapati seorang anak kecil berada di sana, berdiri di sampingmu sambil mendongak bersama balon berwarna merah di genggaman tangan mungilnya.
Kau berjongkok, menyamakan tinggimu dengan anak itu lalu bertanya, "Ada apa, adik kecil?"
Anak kecil itu tersenyum dan menyodorkan balon yang ia pegang, "Ini untuk kakak."
Anak itu berlari pergi setelah kau menerima pemberiannya dengan ragu.
Kau menatap balon yang kini berpindah tangan pada genggamanmu. Masih dengan raut tak mengerti, kau menoleh ke kanan begitu merasakan seseorang berdiri di sampingngmu.
Matamu bereaksi, membelalak tak percaya dengan perasaan campur baur. Cukup terkejut mendapati sosok itu.
"Hei." Sebuah sapaan ramah ditambah sebuah senyuman kecil yang begitu menawan saat sosok itu memperkenalkan dirinya "Aku Tsukasa."
Kau membisu sesaat.
Tsukasa, ya?
"Hei." Kau mengeratkan peganganmu pada tali pengikat balon yang ada di genggamanmu, tak bisa menghentikan senyuman yang semakin lama semakin lebar. "Aku... [Name]."
[―Dan sepertinya, aku jatuh cinta padamu.]