Uuuweeeeekkk

17 3 0
                                    

Selama perjalanan, mereka bertiga asik berbincang, bercanda tawa bersama, dan kadang mereka menyetel radio di mobil dan bernyanyi dengan suara keras hingga mereka merasa puas. Kegilaan ini sudah wajar dilakukan mereka saat mereka berpergian jauh.

Mobil melaju kencang di dalam tol Cikampek dengan kecepatan rata-rata 80 – 90 km/jam. Hingga tiba di titik tol 24 km, yang awalnya Rafael nyerocos dengan obrolannya tiba tiba terdiem dan mematung, sambil tangan kanannya tanpa sadar mulai memeganggi perutnya. Arman yang menyadari perubahan sikap Rafael mencoba mengecek keadaan Rafael dari kaca spion dalam. Ia coba mengarahkan kaca spion itu ke arah Arman.

“Raf, loe gapapa?”, tanya Arman yang kuatir dengan Rafael yang wajahnya mulai pucat.

“Loe sakit, Raf?”, tanya Arman yang mulai semakin bingung dengan keadaan Rafael.

Rafael tak bisa menjawab, ia hanya memegangi perutnya dan menunjukkan jarinya ke arah pinggir jalan yang mengisyaratkan bahwa dia ingin mobil menepi ke pinggir dan berhenti sebentar.

“Man, mending loe pinggirin nih mobil dan berhenti sebentar deh, gue feeling buruk deh lihat si Rafael”, ujar Narda ke Arman yang merasa bahwa Rafael meminta mobil ini berhenti.
Tak berpikir lama, ia menyalakan lampu sein sebelah kiri, meminta jalan kepada pengendara lain supaya dia bisa menepi dan berhenti. Setelah sampai di tepi jalan tol, mereka berhenti. Arman menyalakan membuka kunci pintu mobilnya dan menyalakan lampu hazard supaya bila ada polisi patroli lewat tidak dicurigai. Rafael tak kuat menahan, langsung membuka pintu mobil sebelah kiri dan keluar ke tepi jalan.

UUUUWEEEEKKKKK!!!

Ternyata Rafael muntah. Ia tak bisa menahan isi perutnya yang ingin keluar. Semua makanan yang ia makan di rumah Arman semuanya keluar. Mendengar suara Rafael muntah, Narda dan Arman segera keluar melihat keadaan Rafael yang tampaknya sakit.

“Raf, Raf, kan gue dah bilang, jangan makan banyak banyak, entar loe muntah di jalan”, ujar Arman yang melihat Rafael masih muntah.

“Untung loe gk muntah di mobil, kalau gk, loe bisa capek bersihin mobilnya Arman ini”, tambah Narda.

“Ya maap”, jawab Rafael yang merasakan perutnya masih terasa mual.

“Ya udah, entar gue ambilin minyak kayu putih di kotak P3K gue”, jawab Arman yang masuk ke dalam mobil lagi mengambil kotak P3K-nya dan tissue yang ada di laci dasbor sisi penumpang depan.

Setelah ia menemukan kotak P3K-nya, ia mengambil sebotol minyak kayu putih dan tissue yang akan diberikan ke Rafael.

“Nih, loe angetin perut loe pake ini dulu sementara, entar kalau nemu rest area dan ada warungnya kita berhenti dulu disana, loe bisa beli teh anget”, ujar Arman sembari mengulurkan tangannya memberikan minyak kayu putih.

“Loe bersihin tuh mulut loe pake tissue”, tambah Arman sambil memberikan tissue.

“Makasi ya, Man”, ucap Rafael sambil mengambil tissue buat bersihkan mulutnya dari sisa-sisa muntahannya yang menempel di bibirnya.

Tak lama setelah itu Rafael masuk ke dalam mobil sambil mengelus eluskan perutnya dengan tangan yang sudah dibasahinya dengan minyak kayu putih.

“Man, kek nya gak jauh dari sini ada rest area, disana ada warung”, obrol Narda yang sambil mengingat ingat.

“Iya kayaknya, dulu pas lebaran tahun lalu, aku ke Bandung ke rumah om sempet berhenti di rest area itu”, jawab Arman yang juga mencoba mengingat ingat.

“Loe kuat lanjutkan, mungkin 2 km an ada rest area di depan”, tanya Arman ke Rafael yang terlihat sudah tidak pucat lagi.

“Kuat kok, gue juga takut ada polisi patroli, entar kita dikira ngapain”, jawab Rafael dengan suara pelan.

“Yaudah, yuk berangkat lagi”, ajak Arman ke sahabatnya itu.

Patah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang