Pelayan Kafe

8 1 0
                                    

Selepas mandi kedua temannya berdandan rapi seolah akan pergi menemui Bapak Presiden. Arman yang menunggu di ruang tamu dibuat terkejut melihat dandanan kedua kawannya itu. Bagaimana tidak terkejut, si Rafael memakai baju kemeja abu abu tua kesukaannya dengan celana jeans chinos hitam dan sepatu sport hitamnya, sedangkan si Narda memakai kemeja putih dengan celana jeans berwarna krem dan sepatu ala ala converse yang dibuat dari joger bali dengan kacamata hitam miliknya.

“Yuk berangkat”, ajak Rafael.
Arman yang masih kaget hanya diam saja melihat penampilan kedua temannya itu.

“Woi, kalian mau kemana?”, tanya Arman yang sedikit menyentak.

“Katanya ngopi di kafe, ayo lah keburu malam”, jawab Narda.

“Tapi ya....., YA ALLAH, penampilan kalian itu loh kayak mau dateng acara Panasonic Award aja, NYENTRIK BET”, jawab Arman yang melihat penampilan temannya dari atas ke bawah.

“Ya kan katanya cewek cewek di Bandung itu cantik cantik dan manis manis, ya kan kita pengen laku disini, makanya kita berpenampilan kek gini, keren gak?”, jawab Narda tampa ada rasa bersalah.

“Iya betul itu, Man, mending loe ganti baju yang lebih keren”, tambah Rafael.

Arman memasang muka datar setelah mendapat sindiran kecil dari temannya itu. Memang Arman hanya memakai kaos polos nantinya ditutup oleh jaket hoodie hitam, bercelana jeans pendek berwarna coklat muda, dan nantinya ia memakai sandal jepit.

“Dah, dah, ayo berangkat, terserah kalian mau pakai pakaian apa, gue gini aja, fucking bitch for fashion”, jawab Arman yang mulai sedikit kesal.

Mereka masuk mobil Arman dan berangkat ke arah Cimenyan. Konon katanya disana ada tempat ngopi enak dan santai. Kafenya pun cukup instagramable, kalau kata orang sunda “tiis pisan”.

Mereka sampai di kafe yang mereka tuju. Mereka keluar dari mobil dan melihat kafenya memang keren dan cukup ramai dengan pengunjung. Memang kala itu adalah weekend jadi tempatnya cukup ramai dengan anak muda yang nongkrong. Rafael yang melihat kafe itu seolah dibuat bingung, ia harus mulai dari mana untuk selfie update story hari ini.

“Man, loe yakin ngopi disini, kayaknya mahal mahal loh kopinya”, ucap Narda.

“Dah lah gapapa, yok kita cepet pesen kopi terus cari tempat duduk”, jawab Arman.

Mereka berjalan menuju tempat pemesanan di kafe itu. Narda dan Rafael semoat kaget melihat harga kopi yang tertulis di papan menu di atas bar barista. Bagaimana tidak, harga secangkir kopi disitu paling murah seharga 20 ribu, dan paling mahal 50 ribu. Berbeda jauh dari harga kopi di Mpok Siti di kantin sekolah mereka yang dulu yang cuman 3 ribu.

“Man, loe yakin bayarin kita”, tanya Rafael yang masih tak percaya dengan harga kopi disana.

“Yakinlah, kenapa, loe terkejut lihat harga kopinya?”, tanya Arman.

“Bangsat, itu kopi terbuat dari apa coba kok bisa mahal”, ujar Rafael.

Arman menggeleng gelengkan kepala melihat temannya itu kaget melihat daftar harga kopi di sebuah kafe. Memang seorang Rafael belom pernah ngopi di kafe mahal.

“Loe pesen apa, Da?”, tanya Arman.

“Gue Latte aja”, jawab Narda.

“Oke, loe, Raf?”

Rafael masih melongo melihat daftar harga kopi disana.

“RAF”, tanya Arman yang menyadarkan Rafael dari kebengongannya.

“Gue terserah deh, yang penting kopi item, gue gak tau yang mana kopi item”, jawab Rafael.

“Yaudah loe Americano ya”, sahut Arman.

“Terserah loe dah”

“Mbak”, panggil Arman kepada seorang pelayan kafe yang sedang membersihkan gelas gelas bekas pesanan tadi.

Wanita itu menoleh ke sumber suara yang memanggil dia. Wanita yang berparas cantik, memakai kemeja putih bercelana hitam dengan nametag terpasang di dada sebelah kiri yang bertuliskan “Axella” itu mendekat ke arah meja pemesanan.

“Iya mas, ada yang bisa dibantu”, tanya pelayan itu.

“Ini mbak, saya mau pesan americano satu, coffee latte satu, sama cappoccino satu”, jawab Arman.

“Dibawa pulang atau minum disini mas?”

“Diminum disini mbak”

“Oke, atas nama siapa kak?”

“Rafael”

“Kok gue sih?”, protes Rafael.

“Udah diem”, jawab Arman.

Pelayan dihadap mereka hanya tersenyum dan geleng geleng kepala.

“Oke kak, ditunggu ya”

Mereka pun berjalan mencari tempat duduk yang nyaman untuk mereka. Mereka duduk di depan kafe yang bisa memandangi langsung langit Bandung di malam hari. Tak lama pesanan mereka pun jadi. Axella yang mengantar pesanan mereka. “Ini mas pesanannya”.

“Iya mbak makasi”, sahut Narda.

“Iya mas”, sahut Axella.

Mereka kembali ngobrol asik di tengah dinginnya malam kota Bandung. Ngobrol basa basi, ngalor ngidul, dan bahkan gila gila bersama. Mereka habiskan malam seolah malam itu hanya untuk tercipta oleh mereka bertiga saja.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 18, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Patah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang