Chapter 1

1.4K 72 12
                                    


Zea masih mengenakan baju pengantin , dia masih belum percaya jika hari ini bukan gadis lagi, statusnya berubah dari nona menjadi nyonya, dia tersenyum miris karena pernikahannya tak diinginkan diantara keduanya.

Zea dijodohkan karena orang tua mereka sahabatan sejak kecil, mereka sepakat kalau punya anak beda jenis kelamin kelak akan dijodohkan, keduanya memang tidak saling kenal karena beda jarak, Zea di desa Fathir di kota, tapi hubungan kedua orangtua tersebut tetap lancar apalagi dijaman yang super canggih ini.

Zea masih sibuk melepaskan aksesoris ketika pintu kamar terbuka dan melangkahlah sosok pria tinggi menjulang, Zea tak mengubris kedatangan suaminya, dia masih sibuk dengan membuka aksesorisnya.

Tanpa berkata sepatahpun Fathir alias suaminya itu masuk ke kamar mandi, 15 menit kemudian dia keluar dari kamar mandi, Zea sudah melepas semua aksesorisnya dan melangkah ke kamar mandi, 20 menit dia sudah keluar dari kamar mandi, dan tertegun karena melihat suaminya sholat sendirian, tapi akhirnya Zea sadar kalo keduanya masih sama-sama tak peduli, kemudian dia sholat juga, selesai sholat Zea langsung mau tidur karena capek dari pagi berkutat dengan acaranya.

Belum naik ke tempat tidur suaminya sudah manggil.

"Kamu sudah ngantuk?".

"Ada apa?", Zea balik tanya.

"Boleh kita bicara sebentar?", Zea mengangguk.

"Sini duduk dulu", Zea duduk disamping Fathir.

"Maaf sebelumnya, kita kan dinikahkan karena perjodohan, mungkin kamu merasa terpaksa untuk melakukan semua ini, begitupun juga aku, tapi kita nggak usah egois kayak drama-drama yang lagi ngetren saat ini, sekarang kita buat kesepakatan gimana?", Fathir bernegosiasi.

"Baik, saya ikuti aturannya, sekarang maunya kamu gimana?, ujar Zea datar tanpa menoleh pada Fathir.

"Ok, kita kan belum saling mengenal satu sama lainnya, kita jalani aja sebagai teman, cuman kamu nggak usah ngurusin segala tetek bengek aku, aku masih ingin bebas, untuk urusan cuci baju biar aku loundry aja, masalah makan terserah kamu mau masak atau apa terserah, aku nggak usah di urus, oke?".

"Terserah". Jawab Zea tak kalah juteknya.

"Dan sebagai rasa tanggung jawabku sebagai suami, pegang kartu kredit ini!". Zea memandang benda pipih itu yang masih di pegang suaminya.

"Untuk apa aku pegang kartumu, toh kamu nggak butuh dilayani, kan mubazzir, mending ambil ajalah, kita jalani apa adanya aja sampai dimana titik jenuh kita berakhir, udah ah aku ngantuk." Balas Zea masih dengan nada dingin, tanpa menunggu jawaban suaminya Zea ngambil bantal menuju shofa. Inilah malam pertama mereka. Fathir tidak percaya dengan jawaban Zea barusan, dia hanya bengong karena sudah ditinggal tidur, akhirnya diapun merebahkan tubuhnya di tempat tidur dengan perasaan campur aduk.

Assalamualaikum wr wb. Saya hadir lagi di cerita baru.. Moga suka ya... Komen n votnya dong 🙏🙏🙏

Fat
Pmk 19-05-20

Pernikahan yang tak diinginkan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang