Chapter 9

581 46 3
                                    

Fathir melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Dia menyusuri jalanan sepi sambil sesekali menirukan suara musik yang di putar di radio mobilnya.

Kurang lebih setengah jam, akhirnya dia memarkirkan mobilnya di depan rumah yang tadi dikunjungi walau belum selesai semuanya, masih ada beberapa yang harus di lengkapi.

Setelah berbicara dengan yang menjaga rumahnya sebagai tukang disitu,  Fathir memberikan sisa pembayaran, sekalian dia mengeluarkan kopi yang barusan dia beli sebagai teman penawar kantuk.

"Wah..... repot-repot pak".

"Nggak,  kebetulan tadi ketemu sekalian beli,  biar ada teman ngobrol".

"Makasih pak", Fathir mengangguk.

"Oh iya mang,  istri mamang kerja dimana?."

"Serabutan pak,  kadang nyucikan baju kalau ada yang manggil, ya... gitulah".

"Kalau nanti bantu-bantu di sini gimana mang,  sekalian dengan mamang, kalau masak sih mungkin jarang,  paling ya nyuci dan nyetrika serta bersih-bersih rumah, di belakang kan ada kamar kosong, biar bisa di tempati  mamang sama istri, gimana mang?". Tukang itu masih diam.

"Nggak usah jawab sekarang,  rembuk dulu sama istri,  ntar... kalau mamang ada yang manggil kerja nggak masalah, asal disini nggak repot, sebagai tambahan, tapi rembuk dulu ya", katanya lagi.

Si mamang masih diam karena masih mikir.

"Oke mang,  saya pamit dulu ya,  gimana-gimananya hubungi saya", katanya sekalian pamit.

Di persimpangan jalan saat mau masuk apartemen Fathir,  dia melihat sepertinya Vita sekretarisnya bareng om-om,  Fathir memperhatikan hingga dia masuk ke dalam mobil alphard,  dia masih mengikuti mobil tersebut sampai hilang dari pandangan,  dan akhirnya dia melajukan mobilnya ke parkiran apartemennya.

Dibukanya pintu apartemennya pelan-pelan,  lampu masih nyala menandakan penghuninya masih belum tidur.

"Assalamualaikum, kok belum tidur".

"Waalaikum salam, kirain pulang malem beneran".

"Kenapa?, kangen ya", godanya.

"Ihhh... ".

"Belum ngantuk?, tidur yuk", ajak suaminya.

"Duluan aja,  ini belum kelar".

"Kakak temenin deh", katanya sambil ngambil bantal kursi di belakangnya. Mereka diam, Zea sibuk dengan novelnya, Fathir sibuk dengan pikirannya. Dia masih belum percaya kalau yang barusan liat itu adalah Vita sekretarisnya. 

"Ah... Paling sama papanya". Batinnya.

"Masih belum kelar? ". Tanyanya pada Zea.

"Belum,  tinggal dikit lagi,  kakak  bobok duluan gngak papa".

"Nggak ah,  nungguin kamu". Zea masih fokus dengan laptopnya. Tak lama terdengar dengkuran halus di belakang Zea.
Zea merampungkan tulisanya hingga jam 12 malam. Akhirnya dia membangunkan suaminya untuk pindah ke kamar.

                  @@@@@

Suasana cafe hari ini selasa cukup ramai, Lily sibuk mengarahkan seorang dekor ruang di lantai dua, karena nanti malam akan ada acara ulang tahun seorang anak konglomerat, saat mengarahkan letak bunga di sudut dekor Zea menghampiri.

"Gimana persiapannya?".

"Insya allah oke kak?".

"Ok aku tinggal ya, semoga lancar acaranya".

"Kakak nanti nggak ke sini?".

"Apa perlu aku ada di sini?".

"Kakak sibuk?".

"Nggak sih... atau gini aja, kalau aku emang di perlukan banget hubungi aja ya , tapi jangan dadakan".

"Siiiiipppp".

Zea melangkah turun dari tangga menuju parkiran, rencananya mau ke percetakan karena diminta untuk menandatangani novel yang akan dikirim ke pemesanan ol.

Setelah ke kantor percetakan Zea mampir ke pasar untuk belanja lauk. Jam 16.00  sampai di apartemen. Sehabis sholat asar Zea langsung ke dapur untuk masak menu makan malam.

Tepat jam 16.30 Fathir memasuki apartemen dengan wajah lesu.

"Assalamualaikum", ucapnya sambil melangkah ke dapur.

"Waalaikum salam, kenapa kak? kok kusut".

"Buatin teh anget ya",  katanya tak menjawab pertanyaan Zea.

Zea langsung membuat sesuai permintaan Fathir dan meletakkan di depannya.

"Kakak sakit?", katanya sambil meletakkan tangan di keningnya.
Fathir tidak menjawab langsung memegang tangan Zea dan meletakkan di pipinya, air matanya menetes karena wajahnya panas.

"Kakak demam?,  tehnya minum dulu, siapa tau nanti keringetan", katanya sambil menyodorkan teh ke mulutnya.

Fathir menuruti kata Zea, setelah tehnya habis Zea membawa Fathir ke kamar dan merebahkannya di tempat tidur.

"Mau ke rumah sakit apa di panggilkan dokter ke sini? ".

"Fathir menggelengkan kepala, aku udah keringetan ini, buatin jahe anget ya, aku mau sholat asar dulu".

"Bisa ke kamar mandi sendiri?". Fathir mengangguk.

Akhirnya Zea ke dapur lagi untuk membuat jahe anget. Setelah masuk kamar,  Fathir sudah selesai sholat, Zea mendekati Fathir di atas tempat tidur.

"Nih minum", Fathir menerima dan meminumnya sampai habis. Dia tersenyum sambil menyerahkan gelas kosong pada Zea.

"Aku lapar, kamu masak apa", katanya manja.

"Makan sekarang?", Fathir mengangguk

"Jahenya masih?, aku lupa nggak makan siang".

"Pantesan......" Zea ngomel.

"Ayo ke dapur", ajak Zea lagi.
Akhirnya mereka bergandengan tangan menuju dapur.

"Lapar ya... ",  goda Zea. Fathir tersenyum sambil melahap makanannya.

"Kalau gini terus aku bakalan gendut ", katanya sambil menambah nasi ke piringnya masih tersenyum .

"Kenapa tadi nggak makan?".

"Tadi sibuk banget, padahal Vita udah bawain makanan, tetap aja lupa, kepala udah pusing untung nyampek rumah dengan selamat, tapi pas nyampek sini kok jadi lapar ya, apa karena aromanya beda".

"Oh iya kak, rada-radanya mbak Vita itu suka sama kakak, udah lama ya?",  Fathir menghentikan aktivitas makanya, mengingat kejadian demi kejadian yang ia alami dan tadi malam,  akhirnya bergidik sendiri.

"Kok kamu tau kalau suka aku?, dia masuk kerja seumuran kita nikah kalo nggak salah".

"Dia nggak salah suka sama kakak, secara aku kan adiknya yang dia tau",  lanjut Zea. Fathir masih diam mencerna kata-kata Zea.

"Maafin aku ya... ", kata Fathir.

"Kok minta maaf, kakak nggak salah juga", Fathir menatap Zea tajam.

"Jangan tatap kayak gitu, Ze takut",  Zea menunduk.

Akhirnya Fathir merengkuh bahu Zea dan memeluk erat. Mereka diam beberapa saat.

"Kok jadi melow gini sih",  Zea mengurai pelukannya. Fathir mengusap air matanya sambil sembunyi. Sebenarnya Zea juga tidak tahan dengan semua ini tapi berusaha untuk kuat jangan sampai air matanya jatuh apalagi di depan Fathir, jangan sampai .

Tak terasa adzan magrib berkumandang.

"Kita sholat jamaah ya",  Zea mengangguk.

Huuuuu.... Gimana masih mesra ya.... Mohon cek jika typo jangan lupa komentarnya ya

Fat
Pmk 20-06-20

Pernikahan yang tak diinginkan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang