"Kita mau masak apa?" tanya Arsya begitu ia sampai di apartemen Arjun. Arjun memang menyuruhnya untuk datang dan belajar di apartemennya saja, karena ia bukan tipikal orang yang mau keluar tanpa tujuan.
"Saya dengar.. kamu bahkan nggak bisa masak air, iya?" tanya Arjun sambil menyesap kopinya pelan.
Arsya duduk di hadapan Arjun dan meletakkan belanjaannya di samping sofa. "APA?! Siapa yang bilang seperti itu?"
"Benar atau tidak?"
Arsya menunduk. "Dulu itu saya main hape waktu masak air. Jadi kelupaan matiin kompor."
"Fokus. Itu hal basic yang kamu butuhin untuk melakukan sesuatu. Apalagi masak. Perkara panci gosong itu masih hal kecil. Bagaimana kalau sampai kamu mengiris tanganmu sendiri?" tanya Arjun.
Arsya menggeleng. "Jangan dong, saya takut."
Arjun menarik napas panjang. "Kamu bawa apa saja?" tanya Arjun sambil dagunya menunjuk ke samping sofa.
Arsya tersenyum pelan lalu menggaruk rambutnya yang tak gatal. "Banyak sih, Ar. Saya lupa namanya apa saja."
"Sebentar, kamu panggil saya apa?" tanya Arjun karena sejak kemarin Arsya terus-terusan memanggilnya Ar.
"Saya panggil Ar. Kenapa? Saya kurang sopan ya? Bukannya kemarin waktu ketemu nggak boleh manggil Bapak? Apa harus saya panggil Kakak saja?" tanya Arsya kebingungan.
Lagi-lagi Arjun menarik napas panjang. "Gak apa, panggil nama aja. Kita seumuran 'kan?"
Arsya mengangguk cepat.
"Yaudah kita lihat dulu apa yang kamu bawa," ucap Arjun sambil bergerak menuju sebelah Arsya, mengambil apa saja yang ia bawa. "Kamu nggak ada request kita mau masak apa?"
Arsya menggeleng.
"Kamu tau ini namanya apa?" tanya Arjun sambil mengangkat seikat sayur hijau segar.
"Sawi?"
"Yang ini?" Arjun mengangkat sayur lain.
"Itu.. bayem?"
"Kalau yang ini?" tanya Arjun lagi.
"Kangkung ya?" jawab Arsya semangat. "Eh apa seledri ya?" Kali ini ia memegang dagunya seolah berpikir.
Tiba-tiba Arjun bertepuk tangan. Arsya menatapnya dengan wajah heran. "Saya bener semua ya?"
"BRAVO!!" Arjun tak menjawabnya dan kembali bertepuk tangan.
Tiba-tiba Arsya tersenyum dan ikut bertepuk tangan. "Bravo!"
Arjun berhenti dan menatap Arsya tajam. "Kenapa ikut tepuk tangan?"
Arsya menghentikan aksi tepuk tangannya dan balik menatap Arjun. "Saya pengin ikut tepuk tangan."
Arjun menepuk wajahnya. "Salah semua! Kamu cewek apa bukan sih?"
Senyum Arsya luntur perlahan. "Terus kenapa tepuk tangan."
"Saya pengin aja tepuk tangan. Kenapa? Nggak boleh?"
Arsya menggeleng. "Eng-enggak, Ar! Boleh kok. Boleh banget."
"Ya iyalah. Ngapain juga saya nunggu persetujuan kamu?" balas Arjun dengan nada ketusnya. "Sekarang kamu coba masak air dulu. Tanpa main hape. Saya mau lihat."
"Sekarang?"
"Tahun depan. YA IYALAH SEKARANG," ketus Arjun. "Tuh dapur saya."
Arsya mengangguk dan mengucap permisi sebelum masuk ke dapur. Ia mengambil panci yang tergantung dan mengisinya dengan air kran.
Ia memiringkan kepala saat hendak menyalakan kompor. Ia ingat, kompor yang ia punya bukan kompor seperti ini.
Ia kembali ke ruang tamu dan melihat Arjun yang masih menyesap kopinya. "Apa?"
"I-itu kompornya kok datar ya? Di rumah saya ada mekar-mekarnya gitu. Terus kok nggak ada LPG-nya? Kamu lupa beli ya?" borong Arsya dalam satu pertanyaan.
Arjun bangkit berdiri dan menatap Arsya sinis. "Makanya pacar kamu nggak mau dijodohin. Semua-muanya ditinggalin. Otaknya juga."
Arsya hanya menatap Arjun dengan tatapan tak mengertinya. "Hah? Otak saya ketinggalan?"
Arjun dengan tatapan malasnya melewati Arsya yang masih memegang panci. "Sini lihat."
Arsya segera mengikuti Arjun di belakangnya.
"Ini namanya kompor listrik. Dia lebih hemat daripada gas, makanya saya pake ini," ucap Arjun. "Caranya tinggal diputar seperti ini."
Arsya mengikutinya dengan seksama, sambil mulutnya membentuk huruf O. Ia mengangguk-angguk mengerti lalu meletakkan panci di atas kompor yang dinyalakan Arjun barusan.
"Ditunggu sampe mateng airnya."
Arsya mengangguk antusias. "Iya, sampe blebek-blebek, 'kan?"
Arjun melipat kedua tangannya di dada. "Saya ngomong sama kamu kayak ngomong sama alien."
Arsya menoleh dan tersenyum. "Ini ke seratus kalinya ada orang yang ngomong saya seperti itu kok. Saya juga heran, kenapa saya disamain sama alien?"
Sedetik kemudian ia meletakkan telunjuknya di bibir. "Apa warna saya berubah jadi hijau kalau lagi ngomong? Atau mata saya ada tiga? HII dakjal dong."
Arjun memutar bola matanya kesal. "Makhluk astral ya kamu."
Arsya memamerkan senyum manisnya. Lalu kembali menatap panci airnya. "Saya seringkali dibilang bodoh, tapi saya terima. Soalnya kenyataannya gitu."
"Kamu kerja apa?" tanya Arjun tiba-tiba,
Arsya menoleh ke arah Arjun. "Kalau saya bilang saya sekretaris, apa kamu percaya?"
Arjun mengendikkan bahu. "Why not?"
"Tapi saya bukan sekretaris sih hehe," balas Arsya dengan senyum menjengkelkannya. "Saya punya beberapa butik sih. Kerjaan saya nggambar."
"Designer?"
Arsya mengangguk antusias. "Iya. Saya mikir aja males, apalagi ketemu ekonomi sama matematika hehe. Makanya papa saya nggak jadiin saya sekretarisnya."
Arjun mengangguk-angguk.
"Kalau kamu gimana, Ar?"
"Saya chef lah, mau apa lagi?" tanya Arjun balik.
Arsya kembali tersenyum sambil menepuk dahinya. "Maaf chef."
"Udah blebek-blebek belom?" tanya Arjun.
Arsya segera menoleh ke arah pancinya. "EH IYA UDAH BLBEK-BLEBEK LOH."
"Yaudah matiin."
"Diputer, 'kan?"
"Dijilat, Ar. YAIYALAH BIKIN KESEL AJA," kesal Arjun.
Arsya segera memutar pegangan kompornya dan tersenyum. "YEIY AKU BERHASIL YEIY!"
Arjun menarik alis kanannya. "Baru kali ini gue liat ada orang berhasil masak air bisa seneng banget," batinnya.
"Terus ini airnya diapain, Ar?"
"Biarin aja di situ. Saya ngetes aja," jawab Arjun.
Arsya menoleh. "Hah, buang-buang air dong?"
"Nanti saya minum," balas Arjun membuat Arsya tertawa.
"Sekarang mau ngapain?"
Arjun tersenyum jahat. "Ambil belanjaan kamu tadi. Bawa ke sini."
Arsya kikuk sebentar. "Kok senyumnya gitu?"
"Kenapa? Gak boleh?"
Arsya menggeleng cepat. "B-boleh! Boleh banget!"
Arjun kembali memamerkan senyum jahatnya. "Bawa ke sini sekarang juga!"
"I-iya!"
••
ENJOYXX!
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, Chef!
RomanceArjuna Agustinus, pria tampan nan manis itu ternyata punya sisi dinginnya. Chef andal itu mempunyai cabang restonya di mana-mana. Sikapnya yang dingin itu tidak membuat kaum hawa menyerah akan dirinya. Tapi yang ada dalam fokusnya tidak berpihak pad...