Chapter 4 . Pelajaran Pertama, Kenali!

55 7 40
                                    

Herman's POV

Matahari telah terbenam beberapa jam yang lalu dan aku baru saja terjaga dari tidur siang dudukku setelah aku terlelap saat aku bermain permainan strategi dengan guruku tadi pagi.

"Pelajaran pertama: Kau harus mengamati dan mengenali. Kenali langit, kenali bumi. Kenali lawan, kenali diri. Jangan pernah mengeksekusi sebelum kau mengenali." tutur guru di seberang meja papan permainan strategi.

Permainan strategi yang kami mainkan adalah suatu permainan dengan bidak dan papan. Seperti catur, tetapi lebih kompleks. Ini adalah permainan yang digunakan untuk mengasah bakat menjadi seorang ahli strategi perang dengan mempelajari berbagai macam strategi dan taktik yang bisa diterapkan.

Papan permainan berukuran 25x25 petak dengan jenis area yang bermacam-macam dampaknya bagi bidak di atasnya. Masing-masing pemain memiliki 20 bidak yang berbeda-beda fungsinya.

Target utama permainan ini adalah menjatuhkan bidak raja lawan (skakmat) atau menduduki main camp lawan dengan strategi-strategi progresif.

Bagi yang belum berpengalaman, permainan strategi seperti ini tentulah sangat rumit. Namun aku sebenarnya sudah pernah memainkan permainan sejenis ini. Salah satu permainan di warnet tempatku dulu biasa nongkrong adalah permainan turn based strategy yang mirip permainan ini.

"Baiklah. Silakan engkau jalan terlebih dahulu." ucapnya mempersilakan diriku membuka permainan strategi tersebut.

Permainan pertama didominasi oleh Guru Xandre. Seluruh bidak yang kumiliki disapu bersih olehnya sedangkan ia tidak berkurang sama sekali.

Memang awal-awal permainan berjalan dengan santai. Tetapi mulai giliran kesebelas, guru mulai menghabisi pasukanku satu per satu hingga tak bersisa.

"Aku tidak percaya ini." gumamku.

"Engkau tidak mencerna perkataanku, bukan? Bukankah aku menyuruhmu mengamati dan mengenali? Engkau malah menyerang tanpa arahan yang jelas.

Engkau seharusnya paham terlebih dahulu, pedang mengalahkan tombak, tombak mengalahkan kuda, kuda mengalahkan pedang. Sangat tidak strategis memasang dinding pertahanan dengan infantri pedang untuk serangan pasukan kavaleri."

Ya, itu memang sebuah blunder yang aku lakukan.

"Engkau seharusnya juga mengerti, pasukan panah mendapat keuntungan tambahan jarak serang dari tempat tinggi yang terbuka. Engkau malah menghentikannya di hutan di kaki gunung."

Huh, well. Itu juga kesalahan yang aku perbuat sendiri.

"Formasi yang kau gunakan sangat mudah diruntuhkan. Bidak-bidak tidak berada di posisi seharusnya seolah sang komandan tidak mengenal pasukannya sendiri. Kalau begitu bagaimana komandan mengenali pasukan lawan, apalagi memenangkan perang?

Jujur saja, aku kecewa dengan permainanmu ini. Aku telah mempermudah pembukaanku agar engkau bisa beradaptasi di awal-awal permainan. Tetapi engkau justru mempersulit dirimu sendiri." tukas guru memarahiku.

"Ah, haha.. maaf." Ucapku sambil menggosok-gosok kepala belakangku. Yang ada di pikiranku memang hanyalah catur biasa yang tidak memiliki keuntungan area dan strategi-strategi kompleks.

"Baiklah, kita ulangi. Namun kali ini pastikan engkau mengamati dan mengenali!"

Guru membereskan bidak-bidaknya yang masih ada di miniatur medan tempur tersebut (tanpa menyentuhnya, hanya menerbangkannya) dan mengosongkan papan untuk digunakan bermain lagi.

"Perlu aku sampaikan, komandan yang menang, menang sebelum bertempur. Komandan yang kalah bertempur untuk menang."

Kata-kata guru Xandre ini cukup rumit. Aku memutar otak untuk mencerna kalimat itu. Hingga aku menyadari...

Isekai : War & TacticsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang