19 | Day Twelve

86 31 3
                                    

"It might be time to stop standing and start walking."

☆☆☆

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

☆☆☆

Hari ini teman-teman komplotanku akan mengadakan reunian dadakan kembali seperti beberapa hari yang lalu. Kami menyetujui rencana dadakan itu dan bertemu di tempat yang sama seperti sebelumnya.

Sudah beberapa hari semenjak disini, aku tidak menceritakan apapun tentang Mark terhadap mereka. Aku terlalu sibuk dan malas untuk menceritakannya kepada mereka melalui ponsel.

Ini saatnya kami untuk bertemu dan aku akan menceritakan semuanya. Aku sudah lelah menghadapi semua ini.

•••

Aku tiba di tempat kami akan bertemu dan disana sudah ada Ririn dan Yani. Aku segera masuk menghampiri mereka. Ini adalah reuni kedua yang kami adakan.

Tidak lama kemudian Dewi, Sita, Asmi, dan Desy datang satu persatu. Saat semuanya lengkap, kami memutuskan untuk memesan makanan. Itu adalah kebiasaan kami, memesan makanan saat semuanya sudah datang.

Kami semua memesan makanan dan minuman yang kami inginkan. Ini adalah hari ulang tahun Yani dan dia yang membayar semua makanan dan minuman yang kita beli.

Yani memang penyelamat kami semua saat ini karena kami semua sedang mengalami krisis perekonomian mahasiswa di akhir bulan.

Beberapa menit setelah menunggu akhirnya makanan kami datang. Kami saling menanyakan kabar satu sama lain, bertukar cerita seperti biasanya, tertawa akan hal-hal yang bahkan mungkin saja menurut orang lain tidak lucu tetapi menurut kami lucu.

Aku sangat senang bahwa hingga saat ini pertemananku dengan mereka masih erat karena aku pernah merasakan sakit bagaimana bagaikan kehilangan seorang sahabat yang sudah aku anggap sebagai saudaraku sendiri pada saat SMP. Namun itu semua telah kandas.

Rasa trauma untuk menjalin dan membangun sebuah kepercayaan terhadap pertemanan atau persahabatan kembali selalu menghantuiku hingga saat ini. Namun aku berusaha untuk mengatasinya, dan sejauh ini mereka berenam dan diriku baik-baik saja. Aku harap hubungan ini tidak akan pernah berakhir meskipun warna-warna tidak terduga selalu datang kapan saja.

Disaat tertawa dan menikmati hidangan kami masing masing. Asmi tiba-tiba berkata, "Gimana sih Mark, Nin?"

"Eh iyaa ih, kamu belum ada cerita apa apa tentang dia," sahut Ririn.

"Yaa gituu," jawabku singkat.

"Gitu gimanaa?" tanya Sita penasaran.

"Susah njir, gatau. Aku juga bingung," kataku.

"Tumben banget kamu gini, biasanya sebelum-sebelumnya kamu seneng nggak jelas cerita tentang Mark sana sini," ucap Dewi. Memang benar apa yang dia ucapkan, sebelum aku bertemu dengannya aku selalu tiada hari tanpa menceritakannya kepada mereka. Namun kini berbeda.

"Iyaa, ternyata ketemu sama Mark secara langsung lebih susah," ucapku yang siap untuk mengadakan sesi curhat.

Aku dapat melihat bahwa mereka sangat penasaran denganku dan Mark. Bagaimana tidak, aku yang dulunya selalu bercerita tentang Mark kepada mereka kini malah sebaliknya. Bahkan ini pertama kali mereka bertanya bagaimana aku dan Mark karena sebelum-sebelumnya aku yang selalu bercerita lebih dulu.

"Ceritaain aja, Nin. Kita juga mau tau, siapa tau bisa ngasi saran," kata Desy dan semuanya menganggukan kepala menyetujui perkataannya.

Aku menarik nafas dalam-dalam dan berpikir dari mana seharusnya aku memulai cerita ini. Aku menceritakan semuanya, dari awal kami bertemu, sikap Mark yang terlalu berlebihan hingga kami tiada hari untuk tidak bertengkar, dan tentu saja aku menceritakan Devan.

Mereka mendengarkan ceritaku dengan seksama. Untuk pertama kali mereka benar-benar mendengarkan ceritaku tentang Mark tanpa menyela setiap ceritaku. Begitu juga Sita yang bagaikan sangat benci dengan Mark, kini dia benar-benar mendengarkan ceritaku.

Aku hendak menangis saat menceritakan semuanya namun air mataku terlalu lelah untuk menangis tentang Mark. Aku sudah terbiasa dengan Mark, apa adanya. Yang aku pelukan kini hanyalah sebuah jawaban dari diriku untuk diriku sendiri.

"Pantesan kamu nggak cerita kalo tau kondisinya kayak apa yang kamu ceritain," ucap Sita setelah aku selesai bercerita.

"Iyaa bener, kok bisa jadi rumit gitu sih?" kata Desy yang menimpali perkataan Sita sebelumnya.

"Ya aku juga nggak tau, mau gimana lagi," sahutku dengan pasrah.

"Kalo menurutku yaa, kamu harus memastikan perasaanmu terhadap Mark, Nin. Karena dari pendapatku walaupun sikap Mark kadang buat kamu geram atau kesel itu cuma caranya dia untuk memperlihatnya kalo dia peduli sama kamu. Everyone has their own way to show their love, darl." kata Dewi dan aku meresapi semua perkatannya, bahkan aku mencatatnya di dalam otakku.

"Tapi menurutku, kalo memang misalkan dia peduli dan sayang sama kamu seharusnya dia nggak terlalu bersikap berlebihan. Kalian kenal satu sama lain kan udah lama, harusnya Mark tau kalo dia nggak usah terlalu bersikap berlebihan kayak gitu. Kamu juga punya hak untuk melawannya," ujar Sita yang sepertinya sangat tidak suka dengan sikap Mark yang terlalu berlebihan terutama terhadap hal-hal kecil yang seharusnya tidak dikhawatirkannya.

"Aku udah bilang sebelumnya ke kamu kan. Bahkan menurutku juga masih sama kalo kamu punya rasa sama dia. Bahkan lebih dari rasa suka," ucap Yani singkat. Ya, sebelumnya dialah yang berkata mungkin saja aku mencintainya dan hingga saat ini aku masih mencari jawaban untuk itu.

"Aku juga setuju sama Yani. Mungkin aja kamu punya perasaan lebih dari rasa suka ke Mark tapi kamu takut untuk ngakuin karena kamu nggak tau apa yang akan terjadi jika itu memang benar adanya," kata Asmi yang ikut menyetujui perkataan Yani.

Aku mencerna semua perkataan mereka dengan seksama dan mencatatnya jika perlu di kepalaku. Aku berusaha untuk memahami segalanya, semuanya.

Aku menoleh Ririn yang belum berkomentar apapun tentang ceritaku, "Kalo menurutmu gimana, Rin?" tanyaku.

"Kalo aku simple ajaa, ngelepasin atau dilepasin. Just think about this, Nina. Tanyain ini ke dirimu sendiri. Is it time to stop standing and start walking or not?" perkataan Ririn yang simple tetapi memberikan hal yang berarti bagiku.

Setelah mendengarkan komentar, saran, dan masukan dari mereka, aku hanya terdiam. Aku berusaha mencernanya semua perkataan mereka, memahami keadaanku dengan Mark.

Aku menarik nafasku dalam-dalam berharap semua rasa penasaran akan mencari sebuah jawaban dan kepastian ini segera berakhir.

Namun aku mengingat perkataan Mark yang berkata 'You can't end something that you never begin.' Mungkin aku akan memulainya terlebih dahulu sebelum memiliki keinginan untuk mengakhirinya.

Aku terlalu lelah selalu beradu argumen dengan diriku sendiri. Disaat aku menyadari bahwa aku adalah seorang gadis yang cukup naif untuk mengakui sebuah perasaan yang aku miliki kepada Mark.

It might be time to stop standing and start walking but I already have the answer now. No matter what it is, I hope this is the best decision that I choose.

Bersambung...

☆☆☆☆☆

Haii semuaanyaa :(
Balik lagi nihh huhuhu
Tintin lagi galaauu gaiss :( pen cerita pi gatau ke siapaa hweee

Memang cape yaa bertempur dengan perasaan sendiri, hiya hiya hiya

KALIAN YANG BACA JANGAN LUPA VOTE!! BIASAKAN VOTEEE!!!

16 Juni 2020
Big Hug, Tintin.

BULE HUNTER✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang