mood (3)

319 40 10
                                    


Bangun dari tidur siang, Sahil mengecek kulkas. Selain karena lapar ia ingin menghabiskan sisa bubur kacang ijo yang ternyata masih sisa satu gelas. Siapa tahu rasa bete-nya Wafi ke Sahil jadi berkurang karena ia menghabiskan makanan buatan istrinya itu.

Azan Ashar sebentar lagi, selesai menghabiskan segelas bubur kacang ijo, Sahil menyempatkan diri untuk mandi sebelum shalat Ashar. Emang, shalat tuh paling enak dilakukan saat badan udah bersih dan wangi, apalagi sambil pakai sajadah baru dari lemari. Tercium aroma pelembut pakaian yang biasa Wafi gunakan. Aromanya harum dan segar, membuat Sahil jadi betah untuk berlama-lama sujud di rakaat terakhir. Selain karna nyaman dengan bau sajadahnya, juga untuk berdo'a utamanya.

Awalnya Wafi protes, menurutnya sujud terakhir Sahil itu kelamaan dan bikin ia sesak nafas. Kemudian Sahil minta maaf dan menjelaskan kalau di sujud terakhir itu ia memperbanyak berdo'a. Sekarang kalau mereka berjama'ah di rumah, sujud terakhir Sahil gak terlalu lama kayak dulu dan Wafi pun ikut berdo'a, mencontoh suaminya.

Sahil yang baru keluar dari kamar mandi heran melihat Wafi yang tergesa ke luar rumah. Ada apa, sih? Sahil melongok dari jendela, oh rupanya awan mulai gelap.

Eh, jemuran!

Sahil ikut keluar untuk membantu Wafi mengangkat jemuran. Perlu diingat saat ini Sahil hanya mengenakan handuk yang menutupi bagian bawah tubuhnya saja, kan tadi baru selesai mandi.

Baru sempat mengambil tiga baju dari jemuran, Wafi sudah protes lalu menyuruhnya masuk.

Sahil menjadi tontonan tetangganya. Pas banget lagi ada tukang sayur keliling yang biasa lewat di sore hari sedang dikerubungi ibu-ibu komplek dan asisten rumah tangga. Sedangkan Wafi cuma bisa misuh sambil megang keranjang pakaian. "Gak usah bantuin, masuk rumah aja!"

*

Sahil sudah rapi dengan baju koko dan sarung, tidak lupa sajadah tersampir di lengannya. Azan ashar baru saja berkumandang, ia bersiap menuju masjid.

Wafi melihatnya rapi begitu malah menatap suaminya sengit. Teringat kecengan ibu-ibu tadi.

"Bu, suaminya kok gak dipakein baju? Nanti masuk angin loh."

Terus ibu-ibu yang lain jadi ketawa cekikikan keinget Sahil topless.

"Dih mukanya kecut banget," ucap Sahil melewati Wafi yang sedang mengangkat keranjang pakaian. Kan, perkara bubur kacang ijo udah mau selesai malah sekarang cemberut lagi.

Wafi menatap suaminya bete, tapi....

"Jangan lupa bawa payung, mendung."

*

Bukannya berhenti, hujan malah makin deras disertai dengan petir dari setelah ashar sampai setelah isya gini.

Wafi menyuruh Sahil untuk shalat di rumah saja, tetapi Sahil menolak karena ia masih mampu untuk ke masjid yang gak jauh-jauh amat dari rumahnya itu.

"Tapi aku pernah baca dan pernah denger juga kok kalau lagi hujan itu dibolehin untuk shalat di rumah." -Wafiya berargumen

"Itu kan pas masa Rasulullah masjid belum kayak sekarang. Dulu mana ada ubin, yang ada masjid becek karena tanahnya berlumpur, atap cuma dari pelepah kurma."
-Sahil berargumen

"Tapi kan agama juga gak menyusahkan pemeluknya."
-Wafiya berargumen bagian 2

"Aku gak merasa disusahkan?"
-Sahil berargumen bagian 2

Hari-harinya Sahil & WafiyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang