ke kondangan

395 45 24
                                    

Wafiya masih memilih lipstik yang cocok untuk digunakan, ia bahkan belum memakai kerudungnya, sedangkan Sahil sudah rapi dari tadi.

Kesal menunggu, Sahil mematikan televisi lalu menuju kamar menghampiri istrinya.

"Masih lama?"

"Henga hoo," jawab Wafi sambil memakai lipstik 'enggak kok' *tapi Sahil gak paham apa maksudnya*

"Nanti telat." Ucap Sahil sambil menatap Wafi lewat cermin.

"Tenang aja, paling kalo kita berangkat sekarang masih pembukaan. Gina tuh sebelas-dua belas sama aku, manusia karet. Lebih parah Gina malah."

"Duh, mana ya kok gak ada sih?" Wafi membuka laci riasnya, yang ia ingat clip turkey, jarum pentul, dan sebangsanya ia simpan disitu.

"Di dalem kotak putih itu kali," Sahil buka suara juga, geregetan melihat istrinya yang rempong. "Makasih!" Wafiya sampai perlu menengok kebelakang untuk berterima kasih dan memberikan senyuman kepada suaminya. Ibu jari dan jari telunjuknya memegang clip turkey yang ia temukan, menunjukkannya pada Sahil. Seolah-oleh bahasa tubuhnya berbicara: 'suamiku canggih deh!'

Sedangkan bagi Sahil Waktu seperti berhenti sejenak.

Ia memang lebih sering melihat wajah Wafi yang polos tanpa make up. Tapi melihat Wafi dandan begini -meski kerudung belum terpasang dengan benar di kepalanya- ia teringat ayat pada surat Ar-Rahman :

"فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ"

Wajah Wafi terlihat semakin cantik dan 'berwarna' dengan make up yang ia gunakan meski tidak terlalu mencolok. Jangan lupa bagian bibirnya yang makin...

Ah, memikirkannya membuat Sahil jadi ingin membatalkan niat untuk pergi menghadiri acara pernikahan sahabat istrinya.

"Aku kesel liat kamu pergi dandan cakep-cakep gitu," kini Sahil berdiri di samping istrinya.

"Tapi kan-"

"Sebentar aku belum selesai," Sahil mencegah Wafi menginterupsi omelannya dengan meletakkan jari telunjuk di bibir Wafi.

"Aku ngerti kamu gak mungkin berantakan, gak rapi keluar rumah,"

"Tapi kamu gak pernah dandan kayak gini buat aku."

Wafiya mematung, berusaha mencerna ucapan suaminya. Tapi telat, sebelum ia bersuara Sahil sudah berjalan keluar kamar.

"Ayok, cepet pake kerudungnya! Grepkar-nya udah mau sampai."

Jangan sampai pipinya yang berubah warna sempat Wafi lihat.

*


Sudah setengah jam mereka ada di dalam mobil dan suasana sangat krik-krik. Sopir grepkar sendiri bingung kenapa penumpangnya, yang sudah pasti pasangan suami istri ini diam saja. Masing-masing menatap keluar jendela. Padahal mereka sama-sama duduk di sit ke dua. Sahil sengaja tidak duduk di sebelah abang grepkar. Ia duduk di bagian yang tersorot kaca supaya si abang sopir tidak sempat curi-curi pandang ke istrinya.

"Kamu belum sempet makan ya?" Akhirnya Sahil buka suara.

"Udah minum susu sama makan roti kok," jawab Wafi sambil menoleh sebentar ke suaminya.

"Roti juga cuma selembar."

"Males makan banyak-banyak,"

Ah lagi-lagi diet. Itu yang Sahil pikirkan.

"Nanti di sana juga makan banyak. Aku gak mau datang kesana dengan kondisi perut kenyang."

Hari-harinya Sahil & WafiyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang