Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Raga pernah bilang bahwa manusia tidak pantas memaksa keinginan mereka, sebab Tuhan lebih tau apa yang dibutuhkan. Sebab itu Divya lebih sering mensyukuri yang ia miliki walau sering merasa tidak pantas. Terimakasih kepada Dipta yang mau meminjamkannya pelukan untuknya yang sering lupa kalau ia tidak sendirian.
Sampai di depan rumah, Nevan yang tadinya duduk menunggu di tangga teras datang menghampiri.
"Makasih ya, Dip."
Laki-laki itu mengangguk di atas motor sambil menerima uluran helm yang tadi digunakan Divya. Gadis itu tersenyum lebar, lalu merentangkan kedua tangan dan memeluk erat Dipta.
"Hati-hati, Bang," ujarnya menjauh, kembali berdiri di samping Nevan.
Menjauh dan menghilangnya Dipta dari pandangan buat Divya memutar badan dan melangkah masuk rumah dibuntuti Nevan. Sekilas tadi dilihat, garasi masih kosong tanda Raga belum pulang dari tempat kerja.
"Lo udah makan, Bang?"
"Udah," jawab Nevan seadanya.
Diam sebentar, Divya berdiri berhadapan dengan Nevan yang memandangnya.
"Bang."
"Kenapa?"
Divya merentangkan tangan, "Peluk."
Sedikit kebingungan namun jelas tanpa ragu Nevan memberikannya. Mendekap erat raga dan jiwa yang disayangi dengan sungguh. Divya senang dan tenang mendengar detak jantung Nevan, juga wangi khas tubuh kakaknya berpadu dengan wangi lavender, tonka dari parfum yang digunakan.
"Kok tadi bisa bareng Dipta?" tanya Nevan menempatkan dagu di kepala Divya.
"Nemu di jalan, terus gue dipungut."
"Hah?"
Jawaban asalnya membuat Nevan mengerutkan dahi kebingungan.