#9 Ibra

3.4K 320 35
                                    

Duduk mengamati sesekali menanggapi atau sekedar ikut tertawa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Duduk mengamati sesekali menanggapi atau sekedar ikut tertawa. Divya duduk di antara Nevan dan Dipta, berhadapan dengan dua orang lain teman kakaknya. Satu perempuan dan satunya laki-laki, namanya Amel dan Kaza.

Jemari lentik itu bertaut, samar-samar bergerak gelisah. Divya memainkan telunjuknya di daging tepian kuku, hingga mulai sedikit terkelupas. Tangan kiri Nevan yang semulanya sibuk di atas laptop, bergerak mengelus kepala Divya lalu turun ke bahu dan memberikan tangannya untuk digenggam.

Wajah Nevan fokus ke teman-temannya, juga tugas yang mereka kerjakan, namun jemarinya tidak berhenti mengelus punggung tangan kanan adiknya. Memberikan kenyamanan sebab ia menyadari kegelisahan dari wajah yang terus tersenyum itu.

"Divya sekarang kelas berapa?" tanya Amel membuka ruang obrolan di luar tugas.

"Kelas dua SMA, Kak."

"Wah, bentar lagi kelas 12 dong, ya? dikit lagi ujian, kan?" sambung Kaza yang dijawab anggukan kepala oleh Divya.

"Udah tau mau kuliah dimana belum?" Kaza menatap Divya seraya terseyum.

"Atau mau ngikut Nevan?" tambah Amel.

Divya tertawa kecil lalu mengangkat dua bahunya, "Masih bingung sih kalau universitasnya, tapi warna almamater cokelat muda oke juga sih," jawabnya.

"Jauh," sahut Nevan menatap Divya tidak terima.

Baru hendak menjawab pernyataan Si Abang, ponsel Divya berdering, terdapat telepon dari Raga. Divya beranjak untuk menepi, ia keluar dan berdiri tak jauh dari pintu.

"Halo, Ayah."

"Adek dimana?"

Divya mendesis pelan, teringat dia belum mengatakan pada Sang Ayah kalau ia ikut Nevan kerja kelompok.

"Aduh, maaf ya Ayah aku lupa bilang. Ini aku ikut Abang, kerja kelompok gitu di cafe."

"Oh, oke, gapapa. Nanti sekalian makan malam ya, bilang ke Abang."

"Okee."

"Nanti pulangnya, tolong beliin Ayah burjo, boleh Dek?"

Divya mengangguk kecil, "Iya, nanti aku bilang ke Abang."

"Oke, makasih ya cantik, have fun kalau gitu," ucap Raga sebelum telepon berakhir.

Ia kembali ke dalam, duduk dikursi yang tadi ditinggalkan. Divya melipat tangan di atas meja, menjadikannya bantal untuk kepalanya. Percakapan orang-orang disekitarnya seperti dongeng pengantar tidur. Matanya terasa semakin berat, ditambah elusan pelan dipunggung.

"Mau eskrim ga?" Tawaran Dipta yang membuat Divya tersenyum geli.

"Abang!" seruan dari seseorang yang Divya kenal, membuat seisi meja menoleh.

Itu temannya, Ibra. Mereka kenal karena tahun lalu satu tim dalam pembuatan film pendek yang dilombakan setiap tahunnya oleh dinas pendidikan. Ibra merangkul Dipta yang mendecak sebal.

Brotha [rewrite]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang