#10 help

2.9K 319 92
                                    

Dari kecil, ia tidak memiliki banyak pilihan hidup. Hanya mengikuti apa yang sudah ditentukan. Tidak banyak kenangan menyenangkan semasa kecil yang diingat, kecuali perceraian kedua orang tuanya setelah tiga tahun banyak pertengkaran. Divya selalu terbangun ditengah malam, biasanya selalu mendapati dirinya sendirian.

Sekarang, Nevan disampingnya, memeluknya. Divya rela berikan apapun, asal Nevan dan Raga hidup lebih lama, bahkan walaupun harus hidupnya sendiri.

 Divya rela berikan apapun, asal Nevan dan Raga hidup lebih lama, bahkan walaupun harus hidupnya sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kamis ini, Nevan tidak ada kelas, Raga baru akan mulai bekerja nanti siang. Setelah sarapan, Divya mengikat tali sepatunya, menunggu siapa saja yang akan mengantarkan ke sekolah.

"Ayah, aku bareng Abimanyu aja deh."

"Emang Abimanyu belum berangkat?" Raga mengekor putrinya yang melangkah keluar rumah.

"Itu Abimanyu!" Seruan buat pemilik nama menoleh.

Setelah diingat-ingat sebab ingatannya tidak begitu baik. Abimanyu merupakan temannya ketika masih memakai seragam merah putih. Tapi bocah laki-laki itu pindah ketika kelas tiga, tanpa pamit pula.

Divya menyalami Raga, tak melewatkan kecupan pipi dari ayahnya.

"Berangkat ya, Ayah."

"Berangkat dulu, Om."

Raga melambaikan tangan, "Hati-hati, Bim."

Keduanya memakai seragam atasan batik khusus sekolah dengan dasar berwarna biru, serta bawahan putih. Perumahan ini cukup strategis, dekat dengan sekolah, pusat perbelanjaan, stasiun juga ada.

"Biyu."

Divya tertawa geli. Mengingat nama Abimana terlalu panjang untuk Divya kecil, buat ia menyingkatnya jadi Biyu dari kelas satu.

"Agak geli ya sekarang dengernya," ledek Abimanyu.

Sebentar lagi, kelas 12 akan menjalani ujian penentu kelulusan. Tandanya ujian kenaikan kelas semakin dekat. Tidak sampai sepuluh menit perjalanan ditempuh. Abimanyu sudah memarkirkan kendaraan.

"Helm lo ga dilepas?" tanya Abimanyu sembari melepas miliknya.

Divya menggeleng, "Gue bawa aja, takutnya nanti pulang dijemput Abang."

Abimanyu mengangguk mengerti. Dikarenakan gedung IPA dan IPS terpisah, Divya pamit lebih dahulu setelah mengucapkan terimakasih. IPS 3, kelasnya manusia-manusia berisik. Diantara ruangan lain, yang biasanya hening dipagi hari, IPS 3 sudah terdengar gaduh

"Divya!" Sapaan yang ia dapat dari Catra, yang juga ikut dalam tim film pendek.

"Buset, di kelas aja pakai helm. Ada polisi depan pintu?" Catra mengejek.

Divya mengacungkan dua jari tengah. "Itu kenapa kursi lo mirip kursi kantin?"

"Rusak punya gue, terus ambil di kantin."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 22 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Brotha [rewrite]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang