Chapter 23: Helping Jeno

998 196 8
                                    

Tokoh dalam cerita ini adalah milik Tuhan, dirinya sendiri, keluarga masing-masing, dan SM Entertaiment. Saya hanya meminjam nama mereka untuk kepentingan cerita ini. Jika merasa cerita anda mirip saya tidak berniat mengcopy cerita anda karena ini murni dari imajinasi saya.

Nb: Doyoung in Renjun's Body

Warning : Typo bertebaran !

Check this out !

.

.

.

Doyoung memang tidak suka dengan pemakaman.

Ia hanya bisa diam ketika abu pembakaran milik Ibu Jeno ditempatkan. Sedangkan Jeno berusaha tegar menenangkan sang kakak yang menangis terisak-isak hampir kehilangan seluruh kekuatannya untuk berdiri. Doyoung hanya bisa melihat Jeno meski ia ingin menenangkannya. Belum saatnya, meski Doyoung tahu luka itu menyakiti Jeno.

Saat semuanya berakhir Jeno meminta kakak perempuannya untuk beristirahat di kamar pemuda itu. Malam ini memang lebih baik keduanya menginap di apartemen tempat tinggal Renjun dan Jeno, cukup jauh dari kedai yang menjadi saksi seluruh kenangan dua bersaudara itu dengan sang ibu. Doyoung tidak langsung beristirahat, ia membawa tubuh Renjun untuk duduk di ruang makan dan minum air. Setelahnya Jeno ikut bergabung di sana, duduk di samping Renjun. Doyoung tidak berbicara hanya menatap titik-titik air yang tersisa di gelas.

Satu helaan nafas Jeno.

"Hanya kita berdua Jeno-ya. Tidak apa-apa, jika kau menangis dan sedih. Itulah yang menunjukkan bahwa kau manusia," Doyoung tidak tahu ia bisa berbicara seperti itu.

"Aku tahu aku tidak sendirian Ren. Hanya saja aku merasa orang yang paling malang di dunia. Aku ingat aku masih punya Yeeun Noona, namun semua tenagaku seperti terkikis habis sekarang. Rasanya aku tidak bisa berdiri lagi untuk menantang dunia," kata Jeno mengeratkan genggamannya sendiri.

Doyoung bisa mendengar jika Jeno menahan tangisnya. Jadi ia bergerak memeluk Jeno, berusaha menyalurkan kekiatan meski tidak banyak. Doyoung tahu Jeno tidak akan kembali seperti semula dalam waktu cepat. Luka paling menyakitkan adalah kehilangan, tidak berdarah namun menggerogoti jiwa secara perlahan. Ingin melepaskan tapi tak semudah angin menernangkan kertas.

Isakan demi isakan terdengar perlahan dari Jeno. Doyoung juga menangis namun di belakang punggung Jeno agar pemuda itu tidak melihat air mata Renjun. Semuanya perlahan semakin berat, Jeno berusaha tidak meraung di sana agar lukanya tidak terlihat. Namun Doyoung tahu sebesar apa luka itu.

Doyoung membantu Jeno masuk ke kamar Renjun agar pemuda itu bisa beristirahat dengan baik. Jadi ia mengalah dan membiarkan tubuh Renjun yang tidur di sofa. Jeno tetap membutuhkan waktu untuk dirinya sendiri dan Doyoung cukup tahu tentang itu.

Ia sudah menata tempat tidur yang layak di sofa namun alam mimpi tidak segera menjemputnya. Jadi ia melangkahkan kakinya ke balkon menikmati angin dingin dinu hari yang membekukan. Membuka setiap kenangan yang terkubur dalam di ingatan yang seharusnya tidak untuk kembali diingat.

Doyoung teringat dengan Jaehyun saat itu. Apa kabar kekasihnya itu? Ia selalu bertanya tentang hal itu saat sendirian, membiarkan pikirannya menerawang jauh kepada eajah tampan dengan dimple menggemaskan di setiap pipinya. Ia hanya bisa berharap bahwa pemuda itu sehat-sehat saja dan tidak terluka.

Jika pemuda itu terluka Doyoung tidak tahu bagaimana rasa bersalah yang akan menghantui dirinya.

Ia belajar dari hari ini bahwa ia harus menemani hari-hari sulit kekasihnya itu. Seperti saat ini ia harus menggantikan Renjun untuk membantu Jeno mengobati lukanya yang mungkin tidak bisa disembuhkan.

.

.

.

Doyoung membeli bahan makanan lebih banyak daripada biasanya setelah pulang sekolah. Selama tiga hari ini dua bersaudara Lee itu tinggal di apartemen Renjun. Doyoung tidak mempermasalahkan hal itu karena ia pikir Renjun juga akan melakukan hal yang sama dengannya. Saat masuk ia hanya melihat Yeeun yang sedang memandangi pemandangan di balkon tapi tidak melihat Jeno.

Doyoung tidak bertanya, ia hanya mengganti baju lalu mrmasak untuk mereka bertiga.

Saat makan suasananya selalu sunyi, mereka bertiga hanya bicara seperlunya tanpa mengusik satu sama lain. Doyoung menghormati hal itu karena dua bersaudara itu sedang dalam masa berkabung. Selama ini Doyoung juga yang melakukan pekerjaan rumah sederhana dan tidak mengatakan apapun. Bahkan mencuci piring setelah mereka bertiga makan.

Jeno kembali ke kamarnya mungkin merenung namun yang aneh adalah Yeeun yang masih tinggal di meja makan. Doyoung heran namun tidak bertanya dan melanjutkan pekerjaannya. Setelah membereskan semua cucian, ia menuju ke kulkas dan mengambil buah lalu mengupasnya di depan Yeeun.

"Noona tidak istirahat?" tanya Doyoung.

"Aku ingin berbicara denganmu Renjun," kata Yeeun yang sukses mengejutkan Doyoung.

"Ada apa?" tanya Doyoung sambil mengesampingkan buah yang ia kupas dan menatap Yeeun serius.

"Soal Jeno, aku ingin kau selalu di sampingnya."

Bukankah Renjun selalu melakukannya? Ia bisa melihat bagaimana Jeno sangat bergantung kepada Renjun. Tidak perlu banyak tindakan hanya cara Jeno mencintai Renjun, ia cukup tahu soal itu. Namun kenapa Yeeun masih menanyakannya? Apa gadis ini meragukan Hwang Renjun.

"Bukan seperti itu Renjun, aku tidak meragukannya sama sekali. Hanya saja, jika perasaanmu berubah suatu hari nanti. Aku ingin kau tetap di sampingnya, setidaknya sampai ia bisa menjadi Dokter nanti. Kau tahu kami baru saja ditinggalkan namun kehidupan terus berlanjut. Jeno sedang masa terpuruknya namun aku memikirkan diriku sendiri," kata Yeeun.

Doyoung menatap tidak mengerti ke arah Yeeun.

"Aku akan menikah, namun Jeno belum tahu soal itu. Aku berencana mengatakannya kepada Jeno saat ia pulang dari lomba essay-nya. Keadaan berubah saat Jeno baru membuka pintu kedai dan Eomma pingsan di depan kami. Hingga beliau tidak bisa bertahan, aku merasa bersalah kepada Jeno. Namun aku juga membutuhkan orang lain untuk membuatku terus hidup. Sama dengan Jeno yang membutuhkanmu Renjun."

"Noona, Jeno pasti bahagia mendengarnya," kata Doyoung.

Yeeun menggeleng, "Tidak. Aku tidak yakin soal itu. Menurutmu apa ia tidak merasa ditinggalkan jika aku tiba-tiba memilih hidup dengan orang lain?"

Doyoung belajar sesuatu dari percakapan ini. Manusia sungguh egois,  menyingkirkan penghalang hanya untuk terus hidup. Namun ia mengerti dari sisi Yeeun juga. Keduanya tidak bisa bertahan jika hanya berdua beban mental Yeeun amat besar sebagai seorang kakak, harus ada orang lain yang bisa mendengar keluh kesahnya. Namun itu bukan Jeno, mana mungkin gadis itu menceritakan luka-lukanya pada sang adik. Mereka akan berakhir terluka bersama padahal Yeeun pasti ingin melihat senyum Jeno.

Jadi pilihan Yeeun adalah Renjun untuk menjadi penyemangat bagi Jeno.

Doyoung tidak mengiyakan atau mengatakan tidak pada Yeeun malam itu. Dia bukan Hwang Renjun yang bisa memastikan jawaban pemuda itu untuk terus di samping Jeno. Harus Hwang Renjun sendiri yang menjawabnya.

Saat bintang-bintang di langit berkelip. Doyoung meminta satu hal, kebahagian Renjun bersama Jeno, dan kebahagiaan Jaehyun.

.

.

.

To : Hwang Renjun
From : Someone who live in you life

Jeno sedang dalam masa terpuruknya, aku berusaha yang terbaik untuk terus di sampingnya dan merawatnya dengan baik. Dia belum bisa tersenyum untukmu seperti dulu, aku harap kau mengerti.

Hwang Renjun, aku ingin bertanya satu hal padamu.

Apa kau akan terus di sampingnya meski perasaanmu berubah?

.

.

.

Tbc

Another SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang