Chapitre 9: Comme un Rêve

390 162 257
                                    

Le Conservatiore de Paris. Salah satu institusi pendidikan  bonafid di Perancis yang menawar para anak didiknya pendidikan berkualitas dalam bidang seni,  selalu berhasil menarik minat para penuntut ilmu. Universitas terkenal yang berdiri semenjak tahun 1795 dan merupakan salah satu sekolah musik tertua itu telah mencetak nama-nama terkenal seperti Claude Debussy, Maurice Ravel, Nadia Boulanger, dan para komposer dan pemusik berpengaruh lainnya sebagai alumnusnya. Tidak hanya di berpengaruh dalam seni musik, Conservatiore de Paris juga menghasilkan alumnus terbaik dalam bidang seni lukis dan seni peran. 

Universitas yang memiliki gedung dengan arsitektur unik itu, selalu menjadi harapan para orang tua yang menginginkan anak mereka sukses dalam bidang seni. Seperti saat ini, ketika ujian penerimaan mahasiswa baru di mulai lagi. Gedung megah putih gading bergaya konservatif dengan luas bangunan 34.000 m² kini di penuhi oleh wajah-wajah optimis nan antusias yang tengah mengukuhkan langkah kaki mereka menuju langkah lanjutan mereka dalam menggapai mimpi. Koridor panjang yang tadinya hening berubah menjadi riuh ketika kerumunan para pengejar mimpi keluar dari beberapa ruangan tempat ujian tertulis yang diadakan. Namun di tengah kerumunan orang-orang itu terlihat seorang pria muda berambut coklat dengan tatapan gelisah. Mata onyx miliknya bergerak dengan liar, menelisik setiap wajah yang lewat disekitar, mencari wajah familiar yang tengah dicarinya.

Kerumunan manusia yang sebelumnya memenuhi ruangan yang tertulis salle d'examen écrit, perlahan mulai beranjak serempak menuju auditorium membuat pria muda itu semakin gelisah— tidak tenang.

"Kamu ada dimana sih, Emu!" desah pria muda itu seraya memperhatikan arloji di pergelangan tangannya—melihat jarum yang menunjukkan waktu saat itu.

10.35 AM

Lima menit. Hanya lima menit terlewat setelah ujian tulis selesai, pria itu telah kehilangan jejak sang gadis yang tengah diawasinya. Lima menit dia terlambat menghampirinya, ternyata gadis itu telah berlalu tanpa menunggu dirinya. Menghela nafas panjang, pria itu mengambil handphone-nya dari kantung celana jeans panjang yang dikenakannya. Menghubungi Emu, merupakan cara tercepat yang dipikirkannya agar bisa segera menemukan keberadaannya. Namun, baru saja pria muda itu hendak menekan tombol dilayar handphonenya, terdengar samar ada suara yang memanggilnya.

"Wataru!!!"

Seorang pria muda dengan rambut shaggy sebahu melambaikan tangan kearahnya dan berteriak. Wataru memicingkan matanya mencoba melihat lebih jelas sang pemilik suara yang kini tengah berlari kecil kearahnya.  Tersenyum lebar— pria itu segera menepuk bahunya dengan cepat ketika telah berada didepannya.

"Mencari seseorang?"

"Ah, Phillip! Aku kira siapa!" seru Wataru kemudian membalas senyuman pria itu seraya meninju pelan pundaknya ketika mengetahui jika yang menyapanya ternyata orang yang dikenalnya.

Phillip Farrow, mahasiswa jurusan seni rupa ini merupakan adik tingkat dari Wataru. Walaupun mereka berada dalam jurusan yang berbeda, mereka memiliki hubungan yang cukup dekat. Kegemaran mereka akan sepak bola dan kecintaan mereka akan Paris Saint-Germaine, salah satu klub sepak bola lokal Perancis membuat hubungan mereka semakin akrab. Di kala senggang, keduanya sering menonton bersama pertandingan team kesayangan mereka.

Sejenak mereka tenggelam dalam obrolan ringan mengenai team kesayangan mereka yang akan berlaga minggu depan. Namun sedetik berikutnya Wataru  memasang wajah berkerut dengan kedua matanya bergerak tidak beraturan— berpikir. Seingatnya ujian masuk ini diadakan ketika kegiatan mengajar diliburkan.

Tapi mengapa Phillip adik tingkatnya itu berada di tempat ujian penerimaan berlangsung?

[FF] ѕумρтôмєѕ [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang