"Adel! Cepetan sini tulun. Bantuin Mama masak buat makan ntal sole!" perintah Mama Adel. Mamanya yang cantik tersebut cadel ,jadi tidak bisa mengucapkan huruf R dengan jelas. Lebih tepatnya tidak bisa.
"Baik Ma,sebental Adel tulun!" Adel sengaja menirukan gaya bicara Mamanya, Adel yang sedang mengelus-elus Pussy kucing kesayangannya lalu segera turun menghampiri Mamanya.
Adel menghampiri Mamanya yang tengah sibuk mengiris Bawang putih. Perlahan iapun memeluk Mamanya dari belakang.
"Udah cepetan bantuin Mama Del!" Wanita tersebut lantas melepas pelukan Adel dengan hati-hati agar anaknya itu tak terjatuh ke lantai. Jika hal tersebut sampai terjadi, maka anaknya tak segan-segan akan menangis seharian di kamarnya.
"Adel ngapain Ma?" tanya Adel sambil memanyunkan bibirnya.
Mamanya segera menyodorkan selembar uang dua puluh ribuan untuk diberikan kepada Adel.
"Kamu beli Loyko sama Songlex ya?" perintah Mamanya lagi.
"Maksud Mama Sanlek?"
Adel menghela napasnya kasar. Ia sangat malas keluar rumahnya, seandainya ia disuruh memilih untuk membersihkan dapur dan makanan sebagai imbalannya. Maka ia akan memilih tetap kelaparan sampai menunggu Mamanya datang untuk menyuapinya."Nah itu dia. Tumben otak kamu encel." Mamanya tersenyum menyeringai kepada Adel.
Adel kembali menggelosor pada meja makan yang ada didepannya sekarang ini. "Adel capek, Ma. Seharian ngelus-ngelus Pussy, tangan Adel rasanya kayak mau patah aja." Alibinya.
"Nanti kamu nggak Mama kasih makanan pokoknya kalo nolak!"
"Huaaaa!" Rengek Adel sambil menendang kakinya berulang kali ke udara. "Mama tega banget ngebiarin anaknya mati kelaparan, nanti kalo Adel cungkring terus gak cantik lagi, gimana?"
"Bialin! Salah sendili gak nulut sama Mama," tukas Mamanya acuh tak acuh.
Adel akhirnya terpaksa menuruti perintah Mamanya. Ia tak mau sampai terkapar lemah di kasurnya lagi hanya gara-gara kelaparan. Pupus sudah keinginannya untuk bertemu dengan idolanya Shawn Mendez jika itu benar benar terjadi.
"Ya udah. Adel berangkat ya, Ma. Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam."
Adel berjalan dengan santainya ke toko kelontong milik Pak Somad yang terletak tak jauh dari rumahnya. Ia mencari alternatif terdekat, agar menghemat energi terbatas yang ia miliki.
"Mama ada-ada aja sih! Padahal biasanya dia sendiri yang beli ke pasar, kenapa sekarang malah nyuruh Adel?!" Kemudian ia menendang batu yang ada didepannya, tendangannya cukup keras, sehingga batu tersebut memantul terkena pohon besar yang ada tak jauh di depannya dan mengenai hidungnya.
Refleks Adel pun mengaduh. Ya iyalah, sakit pasti.
"Huaaa! Huee! Huuuahueee! Adel apes banget hari ini." Dia terus mengoceh sambil terus mengusap pelan hidungnya yang merah akibat terkena batu.
"Eh... Adel. Mau kemana, Del?" tanya Aurel sambil tersenyum ramah. Aurel adalah teman satu satunya Adel di SMP-nya yang sangat akrab dengannya. Bukan karena teman-teman lainnya tidak ingin bergaul dengannya, melainkan mereka malas berteman dengan Adel karena segala keanehannya. Keanehan yang gak wajar.
"Mau ke Pak Somad beli Sanlek."
"Mau gue temenin?"
"Lo lebay banget sih Rel! Orang Adel cuma jalan doang pake segala ditemenin. Untung temen." Tak lama kemudian Adel tertawa terbahak-bahak merutuki ucapannya sendiri.
Apa yang lucu?
Suasana mendadak hening.
Aurel hanya menyunggingkan senyuman lebarnya, sampai semua gigi rapihnya terlihat memancarkan cahaya putih gemerlap. Ia menyesal sendiri telah menyapa Adel yang ketololannya setara dengan Makhluk Uranus.
"Bodo, Del. Bodoamat!" ucap Aurel frustrasi.
"Loh, kok malah senyum, sih? Emang Adel lagi ngelucu, ya? Parah Rel, humormu benar benar sederajat dengan tai pussyku." Adel kemudian melipat kedua tangannya sambil geleng-geleng kepala.
Aurel dongkol sendiri dibuatnya."Ya-yaudah duluan ya Del!"
Sebelum pergi ia menepuk pelan pipi Adel yang gembul itu.
Aurel berjalan dengan kecepatan ekstra, tak lupa di seiring perjalanannya ia tak henti-hentinya memaki Adel dalam hatinya. Karena kelebihannya yang mampu membuat orang berkeinginan mengakhiri hidupnya diwaktu itu juga.
Adel pun menggedikkan bahunya singkat sembari memandang Aurel yang mulai menjauh dari jangkauannya. Ia kembali meneruskan perjalanan menuju tempat yang di amanahkan Mamanya.
Sesampainya disana ia langsung membeli dua macam benda yang ingin ia beli. Kemudian menyodorkan barang tersebut kepada Pak Somad agar ditaruh didalam tas kresek.
"Ceban aja neng."
"Hm. Oke, Pak, nih." Adel kemudian mengambil uang yang terletak di saku celananya dan memberikan uang tersebut kepada Pak Somad.
"Ini kembaliannya. Makasih ya neng, oh iya... gimana kabar Papa sama Mamamu? Udah lama mereka gak kesini."
Adel lantas menerima uang tersebut dan memasukkan uang itu ke kantong kreseknya. Karena ia terlalu malas jika harus mengambil uang di kantung celananya nanti untuk ia berikan kepada Mamanya.
Adel diam. Suasana kembali awkward.
Kenapa malah diem Del! Jawab dong pertanyaan Pak Tua ini! Dasar Telmi!
Adel berdiri mematung didepan Pak Somad yang sedari tadi menunggu jawaban yang terlontar dari mulut Adel. Ia sudah mirip seperti pegawai negeri yang sedang antri gaji di Bank sekarang ini.
"Loh, Pak? Ngapain mantengin Adel kayak gitu?"
Pak Somad tak habis pikir dengan kelakuan anak temannya ini. Jika saja, Papanya tidak banyak berjasa terhadap warungnya pasti ia akan menegur keras anak yang ada di hadapannya itu.
"Tadi kan Bapak nanya neng," ujarnya tersenyum paksa sambil mengayun- ayunkan pantatnya ke kiri dan ke kanan. Seperti sedang berjoget ria.
Adel hanya melongo melihat aksi Pak Somad didepannya. "Bapak aneh banget... mirip Adik saya."
Pak Somad hanya diam. Dan terus tersenyum menghadapi anak kurang vitamin didepannya ini. Jika saja Mama Adel mendengar perbincangan mereka berdua,tentu saja Mama pasti akan guling-guling di tanah merutuki kebodohan anaknya.
"Hahaha, eneng bisa aja sih. Gak cepet-cepet pulang, neng? Nanti dicariin Mama loh!" Pak Somad memaksakan tawanya agar Adel segera pergi dari situ. Jujur setelah suasana awkward tadi, Pak Somad ingin sekali rasanya mencuci otak orang dengan Rinso di tokonya untuk memuaskan nafsunya.
"Jahat banget. Pak Somad ngusir Adel, ya?" ucap Adel sambil menggigit pipi dalamnya.
Kali ini Pak Somad benar benar pusing dibuatnya. "Neng, Bapak masuk dulu ya sebentar. Mau cuci muka."
Pak Somad kemudian masuk ke dalam rumahnya dan membenturkan kepalanya ke tembok tiga kali. Ia bersyukur tidak memiliki anak yang memiliki kemampuan luar biasa seperti Adel.
Setelah menyelesaikan aksinya tadi, ia pun keluar dengan langkah pelan dan berharap bahwa anak istimewa tersebut sudah pulang.
Dugaannya ternyata salah. Justru sekarang Adel malah memberi makan ayam yang entah ayam siapa dengan beras yang ada di tokonya.
Pak Somad sampai di depan Adel. Ia meringis. "Neng Adel cantik. Kok beras Pak Somad... eneng kasih ke Ayam durjana ini, sih?
Pak Somad masih menahan amarahnya ingin mencabik-cabik anak didepannya ini.
"Sebagai makhluk yang berperikemanusiaan, Adel hanya menjalankan kewajiban untuk saling mengasihi sesama makhluk hidup kok Pak. Beneran, Adel masih polos, dan.. gak aneh aneh sama Ayamnya. Buktinya Adel baik ngasih mereka makan biar gak mati kelaparan, tindakan Adel mencerminkan sifat terpuji kan Pak?" Adel hanya melongo melihat Pak Somad yang sekarang ini guling-guling disamping Ayam yang tengah memakan beras tadi. Sungguh Aesthetic kelakuan Pak Tua ini.
Gimana nih ceritanya?
Just enjoy ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Keluarga Salah Server
HumorKisah sebuah keluarga yang memiliki keajaiban pada diri mereka masing-masing. Ajaibnya, mereka mampu membuat orang yang ada di sekitarnya dongkol sampai meninggal. Lalu, bagaimana kisah kegilaan mereka? Simak kelanjutan ceritanya ya.