Chapter 5 | Nasi Kentut (1)

31 11 0
                                    

Hari ini Mama dan Adel sedang menikmati sebuah hidangan yang Mama dapat dari tetangga barunya yang berasal dari Medan. Mama mendapatkannya saat sedang menjemur pakaian di depan rumah, sekaligus caper sama tetangga baru yang katanya ganteng.

Adel terlihat sangat lahap saat memakan nasi tersebut. Mama pun tersenyum simpul melihat anaknya yang sangat antusias itu.

"Makannya pelan-pelan, Del. Nanti kamu keselek loh," kata Mama sambil setengah mengunyah nasi yang ada di mulutnya.

"Ini namanya nasi apa sih,Ma? Kok baunya kayak kentut, tapi enak sih jadi tetep Adel makan." Tak lama kemudian Adel bersendawa cukup keras. Ia lalu mengubah posisinya menjadi senderan ke kursi yang ia duduki.

"Euwhh... Adel gak sopan!" omel Mama sambil menuangkan air dari teko ke gelas milik Adel yang isinya tinggal setengah itu.

Adel hanya cengengesan. "Nama makanannya apa, Ma?"

Mama mendengus, lagi-lagi Adel menunda suapannya untuk yang kedua kalinya. "Nasi Kentut khas Medan."

"Pasti yang buat kebelet buang air besar, makanya namanya jadi Nasi kentut," sahut Adel sambil mengangkat jari telunjuknya ke atas.

Mama berdehem pelan, "Mungkin aja, Del. Bisa jadi juga si pencipta Nasi Kentut itu emang hobi kentut. HAHAHA..."

Tak lama kemudian, Aarav datang dari balik pintu. Ia melengos saja melewati Mama dan Adel tanpa menyapa satu patah katapun.

"Hey!" panggil Mama kepada Aarav yang sedang membuka kenop pintu kamarnya.

Aarav menoleh, " Ya? Apakah ada yang bisa saya bantu, Nyonya?"

Adel dan Mama saling pandang satu sama lain, hari ini sikap Aarav memang beda dari hari-hari sebelumnya.

"Kamu kenapa? Tumben gayamu ngomong udah kayak polisi dimintain bantuan aja," cibir Mama sambil membereskan piring dan makanan yang tersisa di atas meja.

"Hari ini Aarav kalah main judi, Ma," ungkap Aarav jujur dengan muka yang ditekuk.

Mama kaget bukan kepalang ketika mendengar anak bungsunya yang masih kecil sudah main judi. Memang tahu apa anak kecil seperti Aarav tentang dunia perjudian? Mentok-mentok palingan juga ngertinya Joker India yang lagi viral.

"Apa?! Kamu main judi, Rav? Astaghfirullah kamu ini masih kecil, berdosa main begituan. Jujur sama Mama! Siapa yang ngajarin kamu main judi kayak gitu, huh?" sarkas Mama sambil menatap Aarav tajam. Aarav langsung panik dibuatnya.

Aarav lalu menarik kursi di meja makan untuk ia gunakan untuk duduk.

"Sebelum Aarav cerita, alangkah lebih baiknya Mama setuju dulu kalau bulan ini uang jajan Aarav ditambahin. Gimana, Ma? Setuju?" Aarav meskipun masih kecil tapi tingkat kesadaran dan kecerdasannya berada jauh di atas Adel, kakaknya seorang yang sudah ia anggap sebagai Wedus Gibas itu. Aarav emang keterlaluan.

"Ogah, Mama gak mau! Masa cerita gitu doang harus dibayar, nggak pokoknya." Mama melipat kedua tangannya dan memasang muka sebal kepada Aarav.

Tapi ide cemerlang selalu berpihak kepada Aarav, entahlah walaupun anak itu masih dibawah umur tapi kemampuannya dalam memanfaatkan orang patut diacungi jempol.

"Yaudah, Aarav gak akan cerita dan Aarav akan lebih sering main judi mulai sekarang," tukas Aarav tak mau kalah. Ia memang pandai sekali dalam memperjuangkan keinginannya.

Mama perlahan melunak, daripada anaknya terjerumus ke hal yang tidak-tidak, Mama rela mengikhlaskan uangnya demi anaknya tetap berada di jalan yang benar. Aarav rupanya berhasil! Emang pinter banget kalau masalah beginian.

"Yaudah Mama ngalah, tapi buat bulan ini aja, ya. Bisa tekor Mama kalau kamu minta uang terus-terusan. EH!!!"

Adel dan Aarav sama kagetnya ketika melihat Mama yang terdiam dan menunduk. Auranya begitu gelap, segelap lampu neon yang gak bercahaya.

"Ada apa, Ma? Kok teriak-teriak gitu? Ada Abang penjual Nasi kentut, ya?" Adel malah mendadak banyak nanya, udah kayak wartawan aja.

"Loh? Sebentar-sebentar. Kok Mama udah bisa bilang huruf R dengan jelas? Mama udah gak cadel lagi, ya, sekarang? Yeayyy! Yeayyy! Aarav turut seneng, Ma!" Aarav tersenyum bahagia. Karena setelah ini pasti Mamanya akan benar-benar menambah jatah uang jajannya dua kali lipat.

"Mama juga gak nyangka, Rav. Mungkin, do'a Mama selama ini udah dikabulin sama Allah. Mama janji deh, bakal nambahin uang jajan kalian berdua selama satu bulan penuh. Itung-itung syukuran." Mama lalu tersenyum sumringah sambil memeluk kedua putra dan putrinya.

Adel tampak biasa saja, sepertinya ia tengah memikirkan sebuah masalah yang sangat-sangat-sangat rumit. Yang tentunya sangat rumit, sehingga memaksanya untuk berpikir keras karena begitu rumit.

Perlahan senyum Mama memudar, ketika melihat Adel yang sedang menutup matanya dengan kedua telunjuk jarinya yang mengusap-usap pelan pelipis sebelah kanan dan kirinya.

"Adel gak seneng, ya, kalau Mama udah gak cadel lagi?" tanya Mama dengan raut muka yang dibuat sesedih mungkin.

"Adel ikut seneng kalau Mama seneng. Tapi-" Belum sempat Adel menyelesaikan perkataannya, Aarav tiba-tiba menyela dengan santainya.

"Pasti lu mau ngelantur, kan? Dasar Wedus!"sahut Aarav dengan tampang mengejek. Sungguh bocah gak tahu diri, padahal selama ini Adel udah sering di tipu sama Aarav. Tetapi Aarav masih saja suka menjahilinya. Untung Adel adalah tipe manusia yang sabar.

"Sssstttt Aarav diam dulu, kakak mau ngomong penting," tukas Adel memberi tahu.

Mama ikut menyimak sambil memakan kacang kulit yang ada di meja. Setelah satu kacang berhasil Mama kupas lalu dimasukkan ke dalam mulut, tangannya ia gunakan lagi untuk mengambil kacang selanjutnya, dan seterusnya sampai puas.

"Sok atuh, Aarav mau ke kamar mandi dulu, kebelet pipis soalnya." Aarav kemudian beranjak dari kursi dan pergi nyelonong ke kamar mandi. Ia malas jika harus mendengar segala macam ocehan ataupun pertanyaan yang terlontar dari mulut kakaknya, karena sudah dapat dipastikan. Akhirnya pasti tidak akan penting. Maka dari itu, ia lebih memilih membaca komik di kamar mandi daripada mendengarkan kakaknya berdongeng.

"Berhubung disini ada Mama doang, Adel nanya ke Mama aja ya?" pinta Adel kepada Mama. Dari raut mukanya sepertinya Adel nampak serius dengan apa yang ingin dibicarakan. Mama jadi tambah yakin buat dengerin kalau gitu.

"Tanya apa, hm?" Mama mulai menghentikan aktivitas makan kacangnya dan mendengarkan penuturan anaknya dengan seksama.

"Jadi nganu Ma... sebenarnya dalam 1 butir Nasi Kentut yang kita makan tadi kalorinya ada berapa, sih? Kira-kira sama gak kayak iklan permen Milkita di tipi-tipi biasanya? Aduh, Adel jadi takut gemuk kalau gini."

Karena tak sanggup menjawab pertanyaan dari Adel. Mama otomatis ngacir lari terbirit-birit menuju kamarnya. Mama tak cukup jenius jika harus menjawab pertanyaan dari Adel, lebih baik Mama dihadapkan dengan tagihan rumah tangga daripada menjawab pertanyaan YANG SANGAT JENIUS seperti itu.

Just fun!

Di part selanjutnya, kita akan mengungkap tentang si kecil Aarav yang pandai bermain judi.

Keluarga Salah ServerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang