Chapter 6 | Nasi Kentut (2)

23 9 2
                                    

Ketika Aarav berjalan mengendap-endap untuk menuju ke kamar, ternyata saat sampai tepat di depan pintu kamarnya, ada Mama yang berdiri tegak sambil melipat kedua tangannya. Pandangannya tajam mengarah kepada Aarav, seolah-olah meminta sebuah penjelasan yang belum terbayarkan.

Aarav seketika berinisiatif untuk segera kembali ke kamar mandi. Namun, Mama dengan tangkas langsung menarik ujung kerah baju belakang milik Aarav, alhasil bocah tersebut tertarik ke belakang.

Mama kemudian menggapai tangan Aarav dan menariknya menuju kamar bocah tersebut.

"Rav, kamu... hutang penjelasan sama Mama," kata Mama dingin dengan pandangan kosong mengarah lurus ke depan.

Aarav gelagapan sendiri ketika mendengar nada bicara Mamanya yang seperti itu.

"Hm. Jadi gini, Ma. Sebenarnya, Aarav juga berat buat ninggalin permainan judi itu. Aarav udah terlanjur seneng sama permainannya, bahkan... teman-teman Aarav juga udah menetapkan, kalau judi ditetapkan jadi permainan utama kita saat main." Tak lama setelah berkata demikian Aarav menguap. Mama masih mencerna kalimat anak bungsunya itu dengan seksama.

"Emangnya, kamu dapat uang dari mana buat main judi, Rav? Bukannya selama ini Mama ngasih jatah kamu sama si Adel pas-pasan, ya?" tanya Mama sambil mengangkat kedua alisnya bersamaan. Mama curiga jika anak bungsunya tersebut melakukan hal yang tidak-tidak demi mendapatkan sepeser uang. Bagaimana jika anaknya sampai melakukan hal yang dilarang oleh agama, mencuri contoh kecilnya. Bisa-bisa, jelek reputasi Mama di pikiran para tetangganya yang notabenenya adalah mulut cabe. Maka dari itu, untuk mencegah hal tersebut terjadi, Mama akan lebih ketat menjaga Aarav mulai saat ini. Mama berjanji! Demi reputasinya! Eh?! Ralat. Demi anak bungsu yang sangat disayanginya itu tetap berada pada jalan kebenaran.

Aarav menarik napas kasar. Sedetik kemudian ia mulai menguap lagi, seakan-akan topik pembicaraan hari ini sangat tidak menggairahkan semangatnya untuk mengeluarkan argumennya yang mencolok itu.

"Mama pasti salah paham, deh. Mama pasti mikirnya judi itu yang kayak dilakuin para preman di tipi-tipi itu, kan?" ujar Aarav dengan muka malas. Tangannya menopang dagu sambil bersender di tembok. Memangnya mental apa sih yang Aarav punya? Uang yang diberi Mamanya saja pas-pasan. Demi memenuhi keinginannya untuk bermain game di warnet saja, terkadang Aarav harus rela memutar otaknya untuk mengerjai teman-temannya agar Aarav diberi uang yang cukup lumayan. Bukan karena Aarav yang sangat pintar, tapi temannya saja yang kelewat bodoh karena mau saja dibohongi oleh bocah cerdik seperti Aarav.

Tak lama kemudian, Papa datang dari balik pintu. Ia berjalan menuju kasur Aarav sambil melipat kemeja yang ia kenakan sampai siku. "Loh, Mama ngapain? Geseran dong, Ma. Papa mau rebahan nih, badan rasanya remuk banget." Tanpa menunggu persetujuan dari Mama, Papa ambruk begitu saja di kasur. Tentunya dengan posisi tengkurap, seperti buaya-buaya ninja.

"Papa bangun dong! Anakmu ini kecil-kecil udah pinter main judi. Mau jadi apa dia kalau udah gede? Pasti Aarav selama ini udah bergabung sama pergaulan yang salah. Kasih nasihat atau minimal omelan lah, Pa. Biar dia jera," ucap Mama dengan nada yang cukup keras. Mama berbicara kepada Papa, tapi matanya tak berhenti juga menatap tajam ke arah Aarav yang terlihat gemetaran.

"Emang selain judi itu... ada judi yang lain, huh? Halah, kamu jangan kebanyakan alasan! Mendingan sekarang, ngaku sejujur-jujurnya sama Mama dan Papa, Aarav!" Mama menarik napasnya dalam-dalam. Ia tak boleh terlalu kasar kepada anaknya, Mama sadar atas batasan yang harus dilakukan. Jadi, jangan sampai berpikir bahwa Mama akan menikam Aarav diam-diam ketika bocah tersebut sedang tidur, ya!

Aarav mengangguk, "Ada, Ma. Judi itu sebenarnya... singkatan dari Jokes Umur DIni... Jadi, permainannya itu seruuuu banget! Lagian, Aarav masih cukup sadar kok kalau Aarav masih jadi beban Mama dan Papa. Jadi... Aarav gak akan ngelakuin hal yang aneh-aneh biar Mama dan Papa gak ketambahan beban yang berat-berat." Aarav berhasil memanipulasi suasana yang tadinya se-panas Mesir menjadi se-sejuk sekarang. Buktinya, Mama sampai meneteskan air matanya karena terharu mendengar kalimat yang diucapkan Aarav. Bukan Aarav jika berkata hal se-dramatis itu dengan tulus hati, dapat dipastikan ada udang di balik batu.

Keluarga Salah ServerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang