Ketika Mama, Papa, dan Aarav meminum teh buatan Adel. Mereka semua kompak memuntahkan lagi cairan itu keluar dari mulutnya.
Mama menjulurkan lidahnya keluar lalu menggerakkannya ke atas dan ke bawah bergantian. "Astaghfirullah haladzim, ini teh atau apaan sih sebenarnya? Ini salah masukin komponen pasti, tapi yang Adel ambil malah garam nih," kata Mama kemudian mengambil tisu untuk membersihkan mulutnya.
Papa dan Aarav kompak menuang teh amburadul tersebut di pot bunga. Hitung-hitung memberi nafkah kepada bunga mawar itu agar tetap mekar. Lagian buat apa punya tanaman hias kalau nggak pernah dirawat? Mama saja malas keluar rumah. Paling-paling saat ke pasar dan mengambil jemuran saja.
"Buatin yang baru, Wedus! Lu tuh gak pecus banget sih buat ginian aja. Yang bisa lu lakuin sebenernya apa aja sih? Nyusahin mulu kerjaan lu!" kata Aarav sambil menatap tajam Adel. Mama dan Papa terkejut karena perkataan Aarav yang kelewat batas. Bisa saja Adel yang mendengarnya bisa langsung menangis atau bahkan down saat itu juga. Heran, kenapa bocah sekecil Aarav omongannya sudah setajam silet.
"Hush! Gak pantas anak kecil ngomong kayak gitu," tegur Papa sambil menatap Aarav.
Mama gantian menyorot Aarav tajam. "Kamu gak boleh ngomong kayak gitu, Aarav! Mama dan Papa tahu kok kalau dia emang kelewat ngeselin. Tapi, gak sepantasnya kamu bicara seperti tadi. Kasihan kakakmu, Rav," ujar Mama dengan nada serius. "Biar Mama aja yang buatin, Adel duduk manis di sini nunggu ya."
Aarav terus cemberut sambil menatap langit malam yang dipenuhi bintang bertebaran itu. Aarav merasa ucapannya tadi itu benar, jadi ia tidak merasa salah sedikitpun.
Adel mencekal tangan Mama saat Mama ingin berdiri. "Gak usah, Ma. Biar Adel aja."
"Gak usah, nak. Kamu pasti capek," jawab Mama sambil tersenyum tulus.
Adel tersenyum lembut kemudian menepuk pundak Mamanya dua kali. Dia merapihkan poninya sebentar lalu beranjak ke dapur sambil membawa empat cangkir gelas. Teh buatannya kali ini Fail.
Tak lama kemudian Adel datang dengan senyum lebar sambil membawa empat cangkir di atas nampan. Dia tidak merasa sedih karena ucapan adiknya tadi, justru itu hanya Adel jadikan sebagai guyonan pelipur suasana. Adel bukan orang yang mudah terbawa perasaan seperti perempuan kebanyakan, gadis itu sebenarnya unik. Hanya saja, mungkin orang-orang di sekitarnya menganggap itu adalah sebuah kekonyolan. Ya memang, konyol!
Sesudah meletakkan nampan di atas karpet, Adel lantas mengambil satu persatu cangkir tersebut untuk dibagikan kepada Mama, Papa, dan Aarav.
"Ini... maksudnya apa?" tanya Mama sambil mendongakkan kepalanya pelan menghadap Adel. Mama menatap Adel dengan tatapan mematikan.
Aarav berdiri sambil mengangkat cangkir tersebut tinggi-tinggi. "Dengan penuh hormat, saya menyuruh kakak saya yang bernama Adel untuk berdiri di samping saya," kata Aarav dengan tangan kirinya menunjuk ke arah Adel.
Papa geleng-geleng kepala sambil melihat cangkir di genggamannya. Tatapannya tak luput sedikitpun dari cangkir keramik mencolok itu. Adel benar-benar anaknya yang paling genius.
Adel kemudian berdiri sesuai perintah adiknya.
"Sebenarnya, lo niat gak sih bikinin kita bertiga teh? Kalau gak niat mendingan gak usah sok mau lo! Maksud lo apaan bawa cangkir tapi gak ada isinya? Terus lo nyuruh kita minum apaan? Nunggu air hujan buat diminum di cangkir, gitu?!" ujar Aarav marah-marah. Ini benar-benar di luar ekspektasinya. Aarav berpikir bahwa kakaknya itu akan merasa bersalah dan membuatkannya teh yang lebih pantas diminum. Ternyata, oh ternyata. Adel malah membawakan teh dengan cangkir saja. Tanpa direbus bahkan dikasih gula ataupun air. Benar-benar teh celup original yang baru dibuka dari kemasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Keluarga Salah Server
HumorKisah sebuah keluarga yang memiliki keajaiban pada diri mereka masing-masing. Ajaibnya, mereka mampu membuat orang yang ada di sekitarnya dongkol sampai meninggal. Lalu, bagaimana kisah kegilaan mereka? Simak kelanjutan ceritanya ya.