Adel tengah makan di kantin bersama Aurel dan Karin. Hari ini ketiga gadis tersebut kompak memesan tiga buah porsi bakso jumbo dengan masing-masing es jeruk.
"Del, gue penasaran deh. Pas SD lo dapet peringkat berapa, sih, di kelas?" tanya Karin lalu mengunyah baksonya kembali.
Adel menelan sejenak bakso yang ada di dalam mulutnya, lalu berkata, "Peringkat pertama."
Aurel menganga lebar ketika mendengar jawaban Adel. Sementara Karin, Karin masih tidak percaya dengan apa yang diucapkan Adel. Sepertinya agak 'mustahil' jika orang seperti Adel mendapatkan predikat juara satu di kelasnya. Walau pemikiran Karin kesannya durjana, tapi memang itu yang ada di pikirannya.
"Demi apa lo, Del?!" tanya Karin dengan menepukkan tangannya ke meja berkali-kali. Akibatnya, es jeruk yang penuh pun muncrat kemana-mana gara-gara ulah Karin.
Adel menarik napasnya dalam-dalam. "Demi diri gue sendiri."
Aurel mendecakkan lidahnya lalu mengatakan, "Alasan. Alasan. Alasan. Udah cepetan bilang, lo serius nggak dapet peringkat satu? Tapi kok sekarang lo dodol banget, kenapa?"
"Takdir mungkin, gue sih oke-oke aja mau dapet peringkat berapa pun," kata Adel kemudian menyeruput es jeruknya dari gelas.
"Lo sebenarnya peringkat berapa, Del?!" histeris Karin karena tidak kunjung mendapatkan jawaban.
"Ya gue nggak tahu. Lagian ujian kemarin, kan, nggak diumumin juga peringkatnya."
Karin memilih diam dan lanjut menyantap baksonya dengan dongkol. Bertanya dengan Adel itu sama seperti ajang pengujian iman manusia. Kalau nggak sabar dan ikhlas bisa mati di tempat. Kalau memilih sabar, tetap kesal juga. Nggak nyambung, ya? Sambungin aja. Kalau nyambung, otak kalian patut diacungin jempol kaki.
"Siapa, sih, yang nanya tentang ujian kemarin? Yang gue sama Karin tanya itu tentang peringkat lo pas waktu SD. Susah bener ngomong sama lo, heran setengah mati gue, Del," pungkas Aurel gemas.
Adel manggut-manggut pertanda mengerti. "Iya emang bener peringkat pertama, "kata Adel lalu meyeruput kembali es jeruknya, "Pertama dari belakang maksud gue."
"Yee! Pantesan, dodol!" ujar Karin lalu segera menoyor kepala Adel hingga gadis tersebut jatuh ke lantai.
"Ehh?" Baru saja Aurel ingin menolong Adel, tapi ada seseorang yang terlebih dahulu menolong sahabatnya itu.
Mata Adel terbelalak kaget tatkala melihat siapa yang menolongnya. Sakit di sekujur badannya langsung hilang dalam sekejap mata, sekarang Adel harus lebih memperhatikan detak jantungnya ketika berjumpa dengan crushnya yang sangat tampan itu. Ya, Juan. Juanlah yang menolong Adel.
"Mana yang sakit, dek?" tanya Juan datar kemudian membantu Adel untuk berdiri. Dengan teganya Aurel dan Karin berjalan perlahan menjauhi Adel dan Juan yang tengah berduaan. Berduaan apanya, Juan itu cuma me-no-long.
Adel menggelengkan kepalanya sambil menunduk. "Nggak ada, kak."
Juan lantas ikut duduk di depan Adel, mereka berhadapan. Ya Tuhan, jantung Adel tidak bisa dikondisikan jika terus seperti ini.
Adel lalu menempelkan tangannya di dada sambil memejamkan matanya. Juan yang melihatnya pun kebingungan.
"Masa iya jatuh dari kursi doang bisa sampai sakit organ dalemnya, " batin Juan keheranan melihat tingkah Adel.
"Adel seriusan nggak papa? Itu kenapa tanganmu nempel di dada? Kamu ada riwayat penyakit, kah?" tanya Juan bertubi-tubi.
Adel tetap menggelengkan kepalanya tanpa menatap Juan.
"Kalau gitu kakak pergi dulu, Del. Lain kali lebih hati-hati lagi, ya, cantik," kata Juan sebelum berlalu meninggalkan Adel seorang diri. Apa katanya? Adel baru saja dipuji oleh crushnya? Lihat saja sekarang, Adel sampai megap-megap karena masih kepikiran pujian Juan untuknya tadi.
Aurel dan Karin pun tiba-tiba sudah duduk di sebelah kanan dan kiri Adel. Mereka berdua menyoraki Adel tanpa henti karena kejadian tadi.
"Cieee, bentar lagi ada yang mau pacaran nih," kata Karin kemudian tersenyum lebar. Tentu saja Karin senang, karena setelah resmi jadian dengan Juan, Adel pasti akan mentraktirnya.
"Inget kata Papa lo, nggak boleh ada pacaran sebelum menikah! Lo mau durhaka sama Papa lo gara-gara cowok doang? Cowok kayak gitu doang? Jangan terlalu ngikutin nafsu, biarpun lo emang cantik dan gue... Gue kalah cantik. Gak papa, yang penting gue bisa selalu mengingatkan lo pada kebajikan." Aurel ikut menimpali.
Karin mendengus, rencana traktiran gratis sirna dalam sekejap karena Aurel. Setelah ini, Adel pasti akan menuruti ucapan Aurel.
Adel menarik napasnya lalu cemberut lagi. "Gue tahu. Gue juga gak mungkin ngelawan perintah Papa. Tapi di sisi lain, gue juga pengen deket sama Juan."
Karin tersenyum lebar, inilah kesempatannya untuk menghasut Adel lagi. "Pacaran aja, Del! Yang penting Papa lo jangan sampai tahu hal ini."
Aurel menatap tajam ke arah Karin. "Jangan ngomporin, dong, dodol! Pasti di dalam otak lo yang minim itu, udah terpikirkan mau milih menu makanan apa aja. Ngaku lo!"
Karin nyengir lalu mengelus punggung Aurel dengan telaten.
"Kita juga masih kelas tujuh SMP. Belum saatnya buat ngelakuin yang namanya pacaran-pacaran itu. Gini, ya, Del. Gue jelasin dikit yang gue tahu tentang sejarah pacaran, itupun tahu dari status WhatsApp temennya Mama gue juga," tukas Aurel.
Adel mengangguk lalu menatap Aurel dengan fokus yang bukan sembarang fokus. Bingung, ya? Pahami baik-baik, hihihi
Aurel berdehem pelan sebelum memulai perkataannya, "Ehem. Gue mulai."
Aurel yang melihat Karin tengah fokus menatap cowok ganteng di lapangan basket langsung menjitak ujung kepala Karin.
"Aduh-aduh! Gue salah apa lagi, sih? Sakit banget rasanya, kayak para mantan gue yang gue tolak cintanya," ujar Karin lempeng.
"Salah lo sendiri gak mau dengerin gue ngomong, kalau ada orang ngomong tuh di dengerin bukan dicuekin. Dibales orang lain baru tahu rasa! Lo dodol tingkat kronis atau kabupaten, sih, sebenarnya? Pakai acara sok tahu lagi tentang rasa sakit mantan-mantan lo yang jeleknya gak ada obat itu," pungkas Aurel panjang lebar. Aurel ini patut dinobatkan sebagai putri lambe pedas sekecamatan. Selain cantik dan berwibawa, omongan gadis itu tak kalah pedas dengan cabe dan tak kalah tajam, setajam silet.
Karin manggut-manggut lalu memohon ampun sepersekian kalinya kepada Aurel.
"Oke, gue mulai. Jadi, Del, Rin, pacaran itu sesat. Awalnya cowok pasti ngedeketin kita terus ngajak pdkt, setelah para cowok berhasil dapetin hati kita—" Belum selesai Aurel menyelesaikan kalimatnya, Adel terlebih dahulu memotong pembicaraan.
"Gimana caranya cowok bisa ngambil hati cewek? Harus di operasi dulu, dong? Kalau gak ada hati, gimana mau jatuh cinta? Aurel, lo makin kesini makin gak jelas banget," ujar Adel lalu geleng-geleng kepala.
Karena gemas dengan respon dari Adel, Aurel lantas menjitak kepala Adel sama dengan yang ia lakukan kepada Karin tadi.
"Sakit, Aurel," kata Adel kemudian mengelusi puncak kepalanya.
"Iya udah, gue minta maaf sama kalian berdua. Ceritanya gak gue lanjutin sekarang, deh, kita lanjutin di chapter selanjutnya aja," kata Aurel kemudian tertawa terbahak-bahak.
Adel dan Karin saling pandang satu sama lain ketika melihat Aurel yang tertawa ngakak entah apa penyebabnya.
"Yuk cabut! Sahabat kesayangan lo sarafnya ada yang putus satu kayaknya," ajak Karin yang diangguki Adel setelahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Keluarga Salah Server
HumorKisah sebuah keluarga yang memiliki keajaiban pada diri mereka masing-masing. Ajaibnya, mereka mampu membuat orang yang ada di sekitarnya dongkol sampai meninggal. Lalu, bagaimana kisah kegilaan mereka? Simak kelanjutan ceritanya ya.