Chapter 12 | Piknik

11 5 4
                                    

Mama dan Adel sedang sibuk berkutat di dapur guna menyiapkan bekal untuk mereka berpiknik nanti malam di taman. Iya benar taman, taman depan rumah yang sempit dan jarang dibersihkan itu maksudnya. Piknik pagi-pagi sudah terlalu sering dilakukan, mereka ingin mencoba sensasi baru. Hingga bisa menyatu dengan alam yang begitu indahnya.

"Del, ambilin cabai merah di kulkas empat biji aja," suruh Mama lalu mematikan kompor karena bakso crispy yang Mama goreng sudah matang.

Tema piknik kali ini adalah Bakso. Entah kenapa akhir-akhir ini, Mama jadi sangat dominan dengan benda yang bentuknya bulat-bulat. Dimulai dari bantal di kamarnya yang tiba-tiba berbentuk bulat, karena alasan Mama yang sudah bosan dengan bantal sebelumnya. Padahal kalau gak salah, Papa baru beli sekitar dua Minggu yang lalu. Dasar cewek! Memang gampang bosenan. Pantas saja kaum cowok banyak yang patah hati.

Adel mengangguk lalu berjalan zig-zag menuju ke kulkas. Ingin cosplay jadi kuda catur rupanya.

Sesuai perintah dari Mamanya, Adel lantas mengambil cabai merah di rak kulkas paling bawah, setelah berhasil mengambil cabai ia segera memberikan kepada Mamanya yang tengah meniriskan bakso goreng yang baru matang itu.

"Nih, Ma," kata Adel sambil menyodorkan sejumlah cabai kepada sang Mama.

Mama terheran-heran. "Cuma empat, Del! Empat! Kenapa kamu ngambilnya sebanyak itu. Sampai sekantong dibawa semua lagi!"

Dengan tidak merasa berdosa sama sekali, Adel lalu balik bertanya, "Ya terus kenapa, Ma? Adel salah ya?"

Mama masih mencoba rolex. Eh, maksudnya rilex. Kalau Rolex, mana bisa Mama membelinya. Bisa-bisa Papa ngambek kalau Mama sampai beli jam tangan dengan merek itu.

"Ya jelas salah, Del! Kamu ini pasti selalu ngelewes kalau disuruh. Heran Mama, tuh," kata Mama menegur.

Adel malah menerbitkan senyumnya dan akhirnya tertawa lepas.

"Habisnya Mama makin imut kalau lagi marah, Adel jadi suka," sahut Adel sambil menyipitkan kedua matanya.

Selalu saja begini, Mama pasti langsung lemah jika mendengar kata-kata manis yang terlontar dari mulut Adel. Mama sendiri heran, mengapa Adel bisa berlaku normal ketika dalam waktu tertentu saja? Kenapa saat di waktu yang cukup penting, justru sikapnya malah terlihat abnormal.

"Yaudah nggak papa. Ambilin empat aja cabainya, sisanya kamu balikin ke kulkas lagi." Mama berkata lembut. Mama adalah seorang Mama idaman, Mama selalu perhatian dan bisa menjadi apapun ketika bersama anaknya. Bahkan, Mama rajin belajar online via aplikasi Tiktok, Twitter, dan Instagram hanya untuk mencari tips menjadi istri dan ibu yang baik untuk keluarga. Benar-benar terniat.

"Puk." Aarav menepuk bahu kakaknya sambil berjinjit. Mau bagaimana lagi, tinggi Aarav masih jauh berbeda dibandingkan Adel. Meskipun Adel masih kelas tujuh SMP. Namun, Adel tergolong remaja yang memiliki pertumbuhan sangat cepat. Kelas tujuh saja tingginya sudah mencapai 170 cm, gimana kalau SMA, kuliah, atau bahkan bekerja? Pasti Adel sudah setinggi Ultraman Storm di animasi Upin dan Ipin.

Adel menoleh santai kepada Aarav yang cengengesan. Adel tidak terkejut sama sekali, justru Mama yang terkejut sampai-sampai bakso gorengnya ada yang tumpah lagi ke wajan penggorengan.

"Aarav! Kamu ini, datang-datang ngagetin aja. Mau jadi apa kamu?" Mama ngomel sambil memungut kembali beberapa bakso goreng, yang jatuh ke dalam wajan berminyak dengan spatula kesayangannya.

"Jadi pesulap dong, Ma," sahut Adel mantap.

Mama jadi menyesal bertanya pertanyaan semacam itu saat ada Adel disampingnya. Nah, kan. Sekarang jadi bertambah rumit gara-gara hal sekecil itu.

"Apa-apaan jadi pesulap? Gue mau jadi Hacker. Bukan pesulap!" sungut Aarav tidak terima. Aarav bercita-cita menjadi Hacker  karena terinspirasi dari sebuah film yang berjudul Who Am I, Aarav sebenarnya tidak sengaja ketika menonton film itu di warnet, eh sekarang malah dijadiin cita-cita. Rencana memang nggak ada yang tahu.

Aarav ingin menjadi seorang peretas hebat seperti tokoh di film tersebut yang bernama Benjamin Engel. Benjamin adalah orang yang tampan, tinggi, multitalenta, dan yang paling penting mahir dalam dunia teknologi dan perkomputeran. Aarav selalu membayangkan dan berkhayal bisa menjadi peretas muda di masa depan sebelum tidur setiap harinya. Bocah itu ingin sekali terkenal dan menjerat banyak perempuan cantik dalam genggaman tangannya.

Pemikiran bocah Sekolah Dasar tidak mendidik macam apalagi ini, Ya Tuhan.

Adel menyatukan kedua alisnya lalu berkata, "Ceker? Ceker ayam? Aarav seriusan pengen jadi ceker ayam? Astaghfirullah, ini lucu banget," kata Adel kemudian tertawa.

Mama dan Aarav sama-sama saling pandang. Tidak ada yang patut ditertawakan mengenai cita-cita seseorang. Apalagi anak SD seperti Aarav sudah memiliki keinginan yang jarang diminati orang lain seperti itu. Sepatutnya patut diberi apresiasi, bukan ketawa-ketiwi.

"Kamu gak boleh begitu, Del. Masa kamu ngetawain cita-cita adik kamu? Kamu ini astaga banget, deh." Mama menyentil bibir Adel pelan.

Tiba-tiba terdengar ketukan dari arah pintu. Rupanya Papa tengah bersandar di sana dengan satu kaki diangkat ke atas.

"Mau sampai kapan musyawarahnya? Kalau kelamaan, nanti keburu kemaleman, loh," ujar Papa kemudian melirik jam tangan di pergelangan tangan kirinya.

Mama berdecak sebal. "Sabar, Papa. Atau... gini aja deh. Adel, Aarav, dan Papa duluan aja nyiapin tikar dan cemilan lain buat dibawa keluar. Setelah Mama selesai sama urusan dapur, Mama bakalan nyusul sama bawa bakso goreng lezat ini ke sana."

"Oke, Mama!" kata Papa sebelum beranjak pergi.

"Sip. Aarav duluan ya, Ma. Yang enak ya kalau masak," kata Aarav pelan.

Mama tertawa lalu mengelus puncak kepala Aarav. "Siap, bos! Udah sana bantuin Papamu."

Adel tetap diam di tempat sambil memandangi bakso goreng yang ada di piring. Tatapannya mematikan, jika dibiarkan pasti makanan buatan Mama akan kandas detik itu juga.

Saat Adel ingin mencomot bakso itu, Mama terlebih dahulu mengambilnya. "No, No, No. Dimakan bareng, okey?"

Adel menunduk lesu. "Iya, Ma, iya."

"Mama mau nganter ini dulu ke depan. Kamu tolong bikin empat teh hangat. Bisa, kan? Halah, masa gitu aja nggak bisa. Kan Adel pintar," ujar Mama sambil membawa bakso goreng lengkap dengan saus serta sambal di atas nampan. Mama pun berjalan perlahan meninggalkan Adel sendirian di dapur.

"Oke. Sekarang, Adel mau bikin teh. Semangat, Adel!" kata Adel sambil menyemangati dirinya sendiri.

***

Akhirnya setelah beberapa menit menunggu, semua hidangan pun sudah siap di depan mata. Tampaknya semuanya terlihat menggiurkan, sampai-sampai Aarav melongo dan hampir meneteskan air liurnya.

"Sebelum makan kita baca do'a terlebih dahulu. Berdo'a dimulai!" kata Papa memberi arahan.

Setelah semuanya selesai berdoa dengan khidmat, masing-masing pun segera mengambil teh hangat buatan Adel. Sepertinya, ada yang salah dalam racikan Adel saat membuat teh tadi. Buktinya keluarganya sampai muntah-muntah berjamaah.

See you next part!

Keluarga Salah ServerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang