Chapter 9 | Kegilaan keluarga Adel

18 7 1
                                    

Ketika Adel baru bangun dari tidurnya, ia bangkit dengan perlahan sambil mengucek kedua matanya. Dia mencium bau-bau tidak sedap, mungkin berasal dari kotoran tikus yang terselip di bawah lemari.

"Ini bau apaan sih? Baunya kayak... asin-asin tapi sedep," gumam Adel sambil mengendus di sekitarnya.

Dia mengendus di bawah lemari. Namun, hasilnya nihil.

Di toples makanan juga tidak bau.

Terakhir, Adel pun mengusap kedua ujung bibirnya. Ternyata ada cairan di situ, Adel lantas mengendusnya.

"Hmm, ternyata Adel ngiler..."

Tak lama kemudian datanglah Papa dan Mama bersamaan dari balik gorden. Mama dan Papa sepertinya habis tidur, mukanya kusut. Se-kusut baju kalau gak disetrika.

"Ma, Pa!" panggil Adel sambil melambaikan tangannya ke arah orangtuanya tersebut. Kayak manggil angkot aja, sampai harus melambaikan tangan.

"Apa?" sahut Mama ogah-ogahan. Sementara Papa hanya menolehkan kepalanya malas-malasan kepada Adel sambil menggaruk sikunya yang gatal.

Adel kian bangkit dari duduknya.

Papa nyelonong ke kamar mandi, tetap dengan aksinya menggaruk siku.

Mama pun menghampiri Adel dan duduk di sebelah gadis tersebut. Mama mengambil kacang polong dari toples kaca yang ada di depannya.

"Kenapa, Del?" tanya Mama sambil makan kacang polong dengan tenang.

"Adel ngiler, Ma. Nanti kita cuci ya karpetnya Paman Roni," kata Adel sambil berbisik.

Mama yang sedang mengunyah makanannya lalu tersedak. Mama terbatuk-batuk berulang kali.

Adel mengedipkan matanya dua kali.

"Ish, kamu jorok banget sih. Kebiasaannya nggak pernah berubah dari dulu. Kamu itu udah besar, Del. Masa kalah sama Aarav adikmu?" sebal Mama sambil membersihkan setiap inci mulutnya, bermaksud mencari noda-noda kacang polong yang bertebaran.

Mama geleng-geleng kepala sambil menepuk jidatnya pelan, "Ini kamu bau banget, mandi sana. Biar Mama yang nyuci karpetnya," tambah Mama lagi.

Adel tersenyum manis, lalu berkata, "Iya, Mama. Mama adalah Mama terbaik dari para Mama di kumpulan Mama di dunia. Mama itu Mama paling Mama yang Adel kenal. Adel sayang Mama," kata Adel sambil memeluk Mamanya dari samping. Gadis tersebut terus menarik ujung bibirnya ke atas.

"Kalau kayak gini aja, baru muji. Dasar kamu, ya!" kata Mama dengan nada jenaka.

Papa yang baru saja selesai dari kamar mandi langsung menghampiri Mama dan Adel. Papa masih mengusap wajahnya dengan handuk kecilnya, handuk bersejarah yang selalu dibawa Papa kemanapun Papa pergi. Walau sudah kumal, Papa tidak berminat menggantinya dengan yang baru, karena handuk tersebut adalah pemberian dari istri tercintanya, ketika mereka masih hidup susah dulu.

Dulu Papa dan Mama terbilang sebuah keluarga yang kurang berkecukupan. Papa dan Mama menikah dengan uang yang pas-pasan, tujuannya semata-mata demi mengikat satu sama lain. Hanya itu.

Namun, berkat usaha Papa dalam mencari kerja dengan diiringi do'a dari sang Mama. Hidup keluarganya kini jauh dari kata tidak mampu. Ketika dulu nasi satu piring hanya cukup untuk dimakan satu orang, kini keadaan tersebut berbanding terbalik jauh dari kondisi ekonomi yang sekarang.

Papa sangat bersyukur, bisa ditakdirkan hidup dengan Mama. Menurutnya, istrinya itu adalah sesosok wanita yang berbeda dari wanita lain. Mama sangat istimewa, maka dari itu Papa tidak pernah goyah iman ketika melihat ABG diluaran sana yang terlihat bersinar. Menyilaukan mata Papa, hingga setelah melihat para gadis muda itu, Papa diharuskan mengucap istighfar.

Keluarga Salah ServerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang