Apa-apaan?

851 68 14
                                    

Vera merasa sudah bersahabat cukup lama dengan Alania, kira-kira sejak masuk SMA. Tapi Alania selalu membuatnya merasa aneh. Dia gak pernah curhat apa-apa ke siapapun, dia itu tertutup banget. Lebih tepatnya misterius.

Ketika ditanyai tentang keluarganya, dia selalu bilang kalo dia punya 2 orang tua dan 1 kakak laki-laki. Saat ada tugas kelompok, dia menolak mengerjakan di rumahnya.

Cheryl dan Afrodit hampir setiap hari cerita tentang kisah cinta mereka. Tapi Alania? Tak ada yang tau apa dia punya pacar atau gebetan.

Vera tak pernah bosan untuk penasaran padanya. Vera merasa bukan sahabat yang baik kalo gak tau apa-apa tentang sahabatnya.

Setiap Alania jalan pulang sendirian, Vera secara sembunyi-sembunyi mengikutinya. Ia berusaha sembunyi sebaik mungkin. Tapi anehnya Alania selalu tau dan bilang kalo ia bahkan tau dari awal Vera mengikutinya.

Seandainya Vera punya kemampuan telepati, mungkin sudah dari dulu ia baca pikiran dan isi hati Alania.

"Oh ya, Vera, novel lu udah selesai gue baca, ambil aja di tas," kata Alania suatu siang di kantin sekolah.

Vera mengangguk, lalu karena sudah selesai makan siang, ia pergi ke kelas untuk mengambil novel yang dipinjem Alania.

Vera mengambil novel yang ada di dalam tas Alania. Saat hendak memindahkan ke tasnya sendiri, sebuah foto jatuh ke lantai.

Vera mengambil foto yang dijadikan Alania sebagai pembatas buku. Mata Vera membulat ketika melihat orang di dalam foto itu adalah Archad.

Archad adalah teman sekelas mereka. Dia memang tampan, pintar dan tinggi. Dia juga mendapat juara 1 umum. Pantas saja jika para gadis menyukainya.

Tapi Vera merasa berbeda dengan Alania. Vera pikir selama ini Alania hanya menganggap semua orang sebagai teman. Ternyata tidak untuk Archad. Dia menyukainya.

Segera saja Vera mengembalikan foto Archad ke tas Alania dan pergi ke ruang guru.

"Lu ngapain aja? Lama banget ngambil novel doang," sahut Afrodit saat Vera kembali berkumpul bersama mereka di kantin. Vera hanya nyengir.

"Ra, lu tau ga sih kemarin si Archad ngechat gue duluan. Doh berasa mau mati gue," Cheryl memulai sesi curhatnya.

Vera menoleh ke arah Alania, ingin melihat responnya. Tapi yang didapet hanya tatapan kosong yang dihiasi senyuman manis di bibirnya. Vera jadi ragu apa benar Alania menyukai Archad.

"Alah elu dichat duluan aja udah bangga, gue dong diajak ketemuan," ujar Afrodit yang langsung membuat Cheryl mencibirnya.

Sekali lagi Vera melihat Alania, dan ekspresinya tetap sama. Seakan dia tak memiliki perasaan apa-apa ke Archad.

"Kalian yakin dia ngelakuin itu karena punya perasaan lebih? Bukan karena kalian yang ngekode duluan?" Pertanyaan Vera langsung membuat dua orang itu terdiam.

"Alania," panggil Archad ketika akhirnya menemukan Alania.

Alania menoleh. Ia kaget. Vera, Cheryl, dan Afrodit juga kaget melihat Archad yang kini sudah berdiri di hadapan mereka.

"Ke-kenapa?" tanya Alania masih setengah kaget.

"Ikut gue," Archad menarik tangan Alania dengan kasar, dan membuatnya mengaduh kesakitan.

Tak ada yang tau apa yang mereka bicarakan berdua. Tapi yang bisa dilihat, tadi itu Archad kelihatan benar-benar kesal.

Archad merasa kesal karena tadi dipanggil ke ruang guru.

"Archad, saya tau kamu tidak suka membuang waktu. Karena itu saya akan langsung to the point. Jadi begini, saya dapat sebuah permohonan agar kamu menjaga dan membimbing Alania. Kamu pasti tau Alania kan? Kalo begitu jalankan tugas ini dengan baik, atau tidak nilai-nilai kamu akan turun," ujar pak guru dengan sedikit ancaman yang niatnya melebih-lebihkan saja.

Archad menghela napas mengingat percakapan dengan pak guru tadi. Kenapa juga ia harus ngebimbing Alania? Memangnya ada yang aneh dari dia? Perasaan dia itu normal kayak cewek yang lainnya.

Alania kini dibawa ke belakang ruang kelas, tempat sepi yang pas untuk meluapkan semua emosi Archad. Lelaki itu mendorongnya hingga punggungnya menabrak dinding, ia meringis.

"Lu tuh kenapa sih sebenarnya? Lu bisa kan jaga diri lu sendiri? Kenapa harus nyusahin orang lain buat jagain lo? Atau seenggaknya coba deh lu konsultasi ke psikologi, jangan nyuruh gue ngejaga elo. Gue gak punya kepentingan apapun sama elo, kenapa juga harus gue yang ngejagain lo?" Archad terbakar emosi.

Alania hanya menatapnya sendu, dan seperti tidak mengerti apa yang sebenarnya dibicarakan.

"Kenapa lu sok sedih gitu? Lu nyesel udah ngerepotin gue? Kenapa baru sekarang? Udahlah jangan nyusahin gue, lebih baik lu urusin diri lu sendiri deh."

Seandainya yang ada di hadapan Archad ini seorang pria, pasti ia sudah menghajarnya habis-habisan. Tapi ia tak mungkin meelakukan hal itu pada perempuan, karena ibu dan adiknya juga perempuan.

Archad memilih meninggalkan Alania yang matanya sudah berkaca-kaca.

Kenapa semua wanita di muka bumi ini seneng ngedrama? Drama yang akhirnya malah bikin mereka nangis sendiri. Pikir Archad.

---------------------------------------------------------------------------------------------------

still a beginner.. vomentsnya ditunggu ^^ maaf kalo kepanjangan

A L A N I ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang