Permintaan Maaf

712 65 14
                                    

Ada yang salah dengan Archad. Beberapa hari ini entah kenapa ia malah kepikiran omongannya pada Alania. Bagaimana pun juga ini bukan salah Alania.

Alania juga cenderung menjauhinya ketika bertemu. Ia menundukkan kepalanya dalam-dalam dan pergi berlalu meninggalkan Archad.

Karena merasa tidak enak hati, Archad mencoba menemui adiknya di kamar.

Saat kakaknya bercerita tentang kejadian yang belakangan mengganggu pikirannya, Ivi hanya diam mendengarkan.

"Jadi menurut lu gue nyakitin dia?" tanya Archad setelah menyelesaikan ceritanya.

Ivi mengangguk, "Banget. Lu nyakitin dia banget. Gue rasa tindakan lu berlebihan, kak. Coba deh lu pikir lagi, gak mungkin kan Kak Alania sendiri yang ngajuin permohonan itu ke guru kakak. Dia jelas gak tau apa-apa, tapi tiba-tiba lu nyeret dia dan marahin dia sampe nangis. Tindakan lu. sudah. sangat. berlebihan."

Archad mengusap kasar mukanya mendengar setiap penekanan pada ucapan Ivi. "Trus gue harus gimana sekarang?"

"Minta maaf ato lu yang gak akan pernah gue maafin, kak." Ivi menarik kakaknya keluar dari kamarnya, setelah itu ia membanting pintu. Mengekspresikan kekecewaannya pada sang kakak.

Archad berpikir keras bagaimana caranya meminta maaf pada Alania. Ia pun meraih ponselnya dan mencoba mencari Alania di daftar kontak sosial media dan kontak teleponnya. Hasilnya nihil.

Ia pun meminta pada Cheryl untuk memberikan sosial media Alania. Cheryl yang tadinya sudah senang karena mendapat sebuah notif chat dari Archad langsung cemberut membaca isi chat tersebut.

Cheryl pun menjawab bahwa Alania adalah gadis kuno yang tidak punya sosial media satupun.

Archad merasa Cheryl sulit dipercaya. Karena itu ia menanyakan hal yang sama pada Vera.

Tak disangka, jawaban Vera pun tak beda jauh dengan Cheryl. Alania benar-benar tidak punya satu pun sosial media. Jadi Archad memutuskan untuk meminta nomer teleponnya.

"Halo, Alania," sapa Archad ketika teleponnya sudah diangkat.

"Ha-halo...Ini siapa?" Sebenarnya Alania sudah menyimpan nomer telepon Archad sejak lama, hanya saja ia berpura-pura tidak tau.

"Ini Archad. Gue cuma mo minta maaf soal kejadian berapa hari yang lalu, gue gak enak hati kalo inget itu. Maafin omongan gue, ya, waktu itu gue bener-bener lagi badmood." Archad memang orang yang sangat to the point.

Alania masih dengan nada gugupnya menjawab, "I-iya gak papa, gue udah maafin kok."

Tampak berpikir sebentar, Archad akhirnya buka suara lagi, "Boleh kita ketemuan? Nanti gue sms-in tempatnya, lu harus datang karena lu sepenuhnya jadi tanggung jawab gue."

Mata sipit Alania membuka lebar ketika mendengar Archad mengatakan dia adalah tanggung jawabnya. "I-iya gue pasti dateng."

Kadenza Cafe. Tempat pertemuan mereka berdua. Archad datang tepat waktu ke tempat itu. Tapi Alania lebih tepat waktu.

Usai meminta maaf atas keterlambatannya, Archad duduk di hadapan Alania dan memesankan minum untuk mereka berdua.

"Karena gue sekarang pembimbing lu, jadi lu harus nurutin apa yang gue mau," ujar Archad yang direspon dengan anggukan Alania.

"Sebenernya lu itu kenapa? Kenapa ada orang yang nganggep lu abnormal, dan nyuruh gue buat bimbing elo?" Archad berusaha setenang mungkin meskipun ia masih agak kesal.

Alania nampak ragu untuk menceritakan kejadian sebenarnya. "Apa boleh gue ceritain ini ke elu?"

Archad mengangguk pasti.

Alania pun mulai menceritakan kisahnya yang dimulai saat kelas 5 SD. Waktu itu ia, kakak, ayah dan ibunya hendak berpiknik untuk mengisi liburan. Mereka benar-benar seperti keluarga bahagia saat itu. Tapi semua kebahagiaan seakan sirna dengan cepat.

Sebuah truk yang pengemudinya mengantuk menabrak mereka dengan kecepatan tinggi. Alania tidak tau apa yang terjadi setelah itu karena pandangannya menggelap.

Ketika ia bangun, ia tidak bisa melihat apa-apa, hanya gelap yang dirasakannya. Seorang wanita yang mengaku sebagai pengasuhnya mengatakan bahwa ia mengalami buta pada matanya. Wanita itu juga mengatakan jika semua akan kembali normal bila ada yang mau mendonorkan kornea matanya.

Saat itu Alania tentu shock berat, bagaimana ia bisa menjalani hidupnya tanpa melihat. Ia tidak bisa menerima kenyataan itu. Ketika ia menanyakan dimana keluarganya berada, wanita pengasuh itu menjawab mereka semua sedang koma. Double shock, Alania pun jatuh pingsan.

Mencoba menerima kenyataan, akhirnya Alania mau dimasukkan ke sekolah luar biasa. Disana ia diajarkan untuk selalu bersyukur dan tabah menjalani kehidupannya yang sudah tak normal lagi.

Saat libur kelulusan SD, orang tua asuh Alania mendapat kabar baik dari rumah sakit. Mereka mendapatkan pendonor untuk Alania. Alania dan keluarga barunya tentu sangat gembira. Segera saja dilakukan operasi transplantasi kornea mata pada Alania.

Yang ditunggu-tunggu dari operasi transplantasi mata tentu saja saat pembukaan perban. Alania mencoba menyiapkan diri untuk melihat kembali dunianya yang dulu. Selain itu ia juga ingin melihat kondisi keluarga lamanya yang katanya sudah koma setahun.

Dokter menggunting perban itu dan membukanya perlahan-lahan. Alania mulai membuka kelopak matanya. Di depannya kini berdiri seorang dokter, dan dua orang dewasa yang langsung mengatakan mereka adalah orang tua asuhnya. Tidak hanya tiga orang itu, Alania melihat tiga orang lainnya yang ada di belakang mereka. Bukan. Lebih tepatnya tiga makhluk lainnya.

Tiga makhluk itu menyerupai kakak, ayah dan ibunya yang berlumuran darah. Mereka tidak napak di tanah. Alania tercengang setengah mati. Ia segera mengalihkan pandangannya ke arah lain, ia malah menemukan sosok aneh dan menakutkan lainnya.

"Dimana keluargaku?" teriak Alania dan membuat tiga orang dewasa dihadapannya saling menatap sendu.

"Maafkan kami tak segera memberitahukannya, tapi mereka sudah meninggal dalam kecelakaan itu karena kehabisan banyak darah," dokter mengusap pundak Alania.

Alania yang masih kecil hampir depresi setiap kali mengingat orang tuanya telah meninggal, dan kini ia harus hidup sebagai anak indigo karena pendonoran mata. Benar-benar tidak bisa dipercaya, biasanya indigo itu diturunkan dari orang tua, ataupun sengaja dibuka mata batinnya, namun kini ia indigo karena donor mata. Belum pernah dia dengar kasus yang seperti ini.

Menjalani masa SMP-nya dengan penuh kejujuran, Alania selalu memberitahu teman-temannya apabila ada makhluk yang mengikuti mereka. Namun hal itu tidak direspon baik oleh mereka, mereka malah menjauhi Alania karena menganggapnya anak aneh yang terlalu banyak membaca cerita horror. Bahkan cinta pertamanya pun mengatakannya abnormal.

Alania sama sekali tidak punya teman di masa SMP. Itu yang membuat ia kini berubah menjadi tertutup, ia hanya sedang mencoba menjadi anak normal seperti yang lainnya. Dia menyimpan rasa takutnya pada makhluk-makhluk mengerikan itu sendirian. Tak ada teman berbagi. Lebih spesifiknya tak ada yang mau ia berbagi mengenai hal menyeramkan begitu.

------------------------------------------

Masih pemula nihh tolong beri saran & kritik yaaaaa^^ mungkin sebenernya ini cuma little bit horror/? Karena saya juga ga begitu bisa bikin cerita horror~~~ maapkannn~~ salam saus tartar

A L A N I ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang