Malam semakin larut,
Lampu jalan mulai menyala,
Jalan selepas hujan memang menyenangkan,
Dimana-mana air tergenang,
Diikuti aroma yang membuat tenang,
Ditengah kota aku berjalan,
Menatap penjual putu yang sedang dikerubungi pembeli,
Atau penjual jagung bakar dan wedang jahe dengan aromanya yang khas,
Bibir tertarik keatas, tersenyum,
Sambil memasukkan tangan ke kantong jaket,
Suasana ini memang menenangkan,
Pasti kau sudah ribut sendiri ingin lekas pulang karena tak suka air yang tergenang ini,
Tapi, aku akan memintamu lebih lama lagi menunggu penjual putu mematangkan dagangannya,
Atau kau yang suka jagung bakar malah memaksaku untuk ikut membelinya padahal aku tidak suka,
Dan memakannya bersama di warung wedang jahe di pojok sana,
Sambil menghirup aroma wedang jahe panas yang baru dihidangkan,
Tangan keluar dari jaket,
Menghirup nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya,
Lagi-lagi,
Tangan menggenggam udara yang kosong,
Senyum memudar,
Menatap jenuh suasana kota yang mulai ramai kembali setelah orang-orang selesai berteduh,
Baiklah,
Ini saatnya pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cipta Fatamorgana
PoetryHari demi hari berlalu begitu cepat, Bersamaan dengan berlalunya angin musim panas ini, dan perasaan yang terbawa aliran ombak, oleh jenuhnya massa dan jarak, aku, sang pemuja rasa, menciptakan fatamorgana, dari jatuh, luka, dan sakit, serta sedere...