*17. Wedding*

33 9 0
                                    

Darra menatap pantulan dirinya di cermin seraya menghembuskan nafas pelan.

Seharusnya bagi setiap calon pengantin, hari pernikahan adalah hari yang paling di tunggu-tunggu. Namun bagi Darra ini terlalu semu. Apa benar kata pepatah, sejauh apapun kamu menjalin hubungan dengan seseorang, bila bukan jodoh ya itu sudah takdir. Dan ini yang Darra rasakan sekarang. Pikirannya seolah menuntun Darra untuk kabur sekarang juga, tetapi kata hatinya mengatakan agar Darra tetap tinggal di sini.

Mungkin ini adalah jalan hidup yang sudah Tuhan tentukan untuknya. Mau tidak mau, suka tidak suka, Darra harus tetap berjalan ke depan.

Darra meremas kedua tangannya yang terasa dingin, di pandangi dirinya yang sudah terbalut kebaya berwarna putih. Seharusnya bukan Elang yang menjadi pendamping hidupnya. Jika saja Darra memang di takdirkan untuk Daniel, mungkin Darra akan merasa sangat bahagia saat ini, bahkan mungkin paling bahagia.

Darra sudah turun ke bawah. Di sana hanya ada beberapa anggota keluarga dari pihak keluarga Darra dan Elang. Tentunya dengan sahabat-sahabat yang selalu men-support mereka juga ada di sini.

"Apakah mempelai wanita dan laki-laki sudah siap?" tanya Pak penghulu, dan mereka pun mengangguk.

"Baik, acara akan segera kita mulai."

Perkataan Pak penghulu barusan membuat Elang ketar-ketir mendengarnya. Jantungnya berdegup sangat kencang. Apalagi saat melirik Bani dan Beno yang memberi isyarat menggunakan tangan seolah sehabis menikah Elang akan melalukan hal yang anu-anu. Elang menatap Bani dan Beno tajam sementara mereka berdua langsung terkekeh. Untung saja ada Adam yang berhasil membuat dua sejoli itu terdiam.

"Saya nikahkan saudara Elang Alkhatiri bin Bramasta Alkhatiri dengan Darra Alicia Amarta dengan mas kawin seperangkat alat solat di bayar tunai!" ucapan yang terlontar dari Pak penghulu membuat Darra menahan nafasnya sejenak. Tangan Elang yang berada di genggaman tangan Pak penghulu seolah bergetar karena gugup sekaligus takut jika nanti ada kesalahan. Padahal, semalaman Elang tidak bisa tidur hanya untuk menghafal ijab qobul ini.

"Saya nikahkan Darra Alicia Amarta binti Indra Amarta dengan mas kawin seperangkat alat solat di bayar tunai!" Elang mengatakannya dengan sekali tarikan nafas. Lengkap, tegas dan jelas seperti tidak ada keraguan pada kalimat sakral itu meskipun dalam hati jantung Elang seolah sedang ada yang melakukan lari marathon.

"Bagaimana para saksi? sah?" Darra dan Elang makin panas dingin di buatnya saat Pak penghulu bertanya kepada para hadirin. Dalam hati Darra berharap seperti di film-film yang tiba-tiba saja seseorang yang dia cintai datang tepat waktu dan mengatakan 'tidak'.

"SAH!!" namun harapan Darra rupanya gagal. Itu semua hanya angan-angan Darra saja. Darra sudah terikat dengan status yang sangat sakral dengan Elang. Lamunan Darra tiba-tiba buyar saat Bani dan Beno saling bersiul untuk menggoda mereka berdua.

Perlahan, Darra mulai mencium punggung tangan Elang yang dengan ragu-ragu mengulurkan tangannya setelah memasangkan cincin di jari manis Darra. Semua orang yang menyaksikan adegan tersebut tersenyum sekaligus menangis haru. Termasuk para kedua orang tua dari mempelai pengantin.

Acara pernikahan berjalan sangat lancar. Para tamu undangan perlahan segera pulang ke rumahnya masing-masing. Sekarang, yang tersisa tinggal Tita, Liza dan anggota The Refour lainnya.

"Asik nih yang udah sah." kata Beno tersenyum jahil.

"Lo dari tadi bacot mulu dah Ben." kata Riko yang berada di antara Bani dan Beno.

"Ngapasi emang? gak boleh? sombong amat."

"Hahahaha."

"Bisa gila lama-lama gue ada di antara lo berdua." kata Riko seraya ingin beranjak pergi. Namun kedua lengannya di tahan oleh Bani dan Beno dan alhasil Riko hanya mengerang frustasi.

DARRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang