Hari ini turun hujan. Udara juga mulai dingin, mungkin kalau tangan Namjoon sekarang tidak menggenggam erat tanganku, aku akan kedinginan. Bisa kurasakan sekarang tangan kekar dan hangat itu menyentuhku erat sekali. Seperti takut akan hilang terbawa badai.
Posisiku disampingnya. Aku melihatnya dari tempatku berdiri, ia sangat tinggi. Tampan, bahkan lesung pipinya bisa memikat siapa saja yang melihatnya. Namjoon berdiri tegak dengan payung yang memayungi kita berdua. Bibirnya tersenyum melihat hujan.
"Kau senang?"
"Tentu, asal bersamamu aku akan selalu senang Ji."
Ia tersenyum lagi, hangat. Berbeda dengan Namjoon yang dulu. Sekarang pancaran matanya seperti sinar Mentari di pagi hari. Dulu mata itu akan menyorot seperti badai dan ombak di tepi laut yang siap menghantam karang dan batu kapan saja.
[]
Back to winter last year-
"Kau itu calon penerus perusahaan appa Namjoon! Berhenti main-main."
Namjoon yang mendengar ayahnya berteriak seketika menghembuskan nafasnya, ia lelah. "Sudah aku bilang, aku ingin jadi seniman! Bukan pengusaha seperti appa! Aku ingin melakukan banyak-"
Plak..
Habis kesabaran ayah Kim berbicara dengan anak sulungnya. Ia tidak tau apa yang dipikirkan anaknya hingga ingin menjadi seorang seniman. "Kau harus ingat, aku yang membiayaimu selama ini! Mau tidak mau kau harus menuruti semua keinginanku."
Di sisi lain Namjoon masih menunduk. Ia tidak tau apa yang ia rasakan sekarang. Kepalanya pening, hatinya juga hancur. Satu satunya orang tua yang ia punya tidak pernah mendukungnya. Hanya berambisi pada keinginannya sendiri.
"Sekarang aku tau, karena ambisi dan egomu eomma jadi pergi meninggalkan kita. Aku jadi lebih senang sekarang ia pergi." Setelah mengatakannya, Namjoon bergegas mengambil jaket jeans nya dan kunci mobil di atas meja. Ia keluar dengan amarah dan rasa kecewa pada ayahnya sendiri.
Namjoon kalang kabut, ia gila sekarang. Bisa dilihat dari caranya menyetir mobil yang seperti orang kesetanan. Matanya memerah, genggamannya pada stir mobil juga mengencang. Namjoon mati rasa sekarang pikirannya entah dimana, rasanya sekarang matipun bukan hal yang besar.
Sudah sangat jauh dari rumah, Namjoon melajukan mobilnya ke sembarang tempat. Ia tidak begitu mengenal daerah ini, tau saja tidak. Tapi ia tetap melajukan mobilnya. Hingga dengan tiba-tiba Namjoon menginjak rem mobilnya. Ia terhenti di pinggir jalan.
Namjoon menangis di sana, ditemani rasa kesal, kecewa dan marah di tubuhnya. Ia keluar mobil, jalannya tertatih-tatih karena kepalanya seperti ingin meledak. Ia menyandarkan kepala nya pada satu pohon besar, ia menangis lagi. Mengingat semua yang ia alami dala hidupnya.
Amarah kembali muncul saat ia mengingat ibunya yang pergi entah kemana meninggalkannya dengan sang ayah yang tidak bisa mengerti sedikitpun tentang Namjoon. Tangan pria itu mengepal kuat, ia mulai memukul pohon besar tadi secara membabi buta, membayangkan kalau di depannya adalah takdir sialan yang membuat hidup ya seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dreamless 'One Shot BTS'
FanfictionKUMPULAN REQUEST ONE SHOT BTS! BEBAS REQUEST!! Jangan ragu yorobun! (WAJIB FOLLOW) REQUEST IS ALWAYS OPEN NOW!! Ps: All pictures and gifs credit on Pinterest or Tumblr Gifs name cr on tumblr @tomholland-s