Seringaian itu, selalu terngiang dikepalaku. Jeon Jungkook. Pria 27 tahun yang kemarin malam memergokiku sedang mengobrol dengan seorang wanita yang sudah cukup berumur tapi dengan gaya yang kelewat nyentrik. Padahal aku juga tidak mengenalnya, ia yang menghampiriku duluan. Menanyaiku apa butuh pekerjaan dengan gaji luar biasa.
Terdengar sangat aneh dan langsung kutolak. Ternyata dia tidak sepenuhnya salah, hanya saja pekerjaan yang dimaksud adalah menjadi wanita bayaran. Hah, jadi sekarang Jeon Jungkook pasti berpikir aku adalah wanita seperti itu. Sedangkan aku ini sedang berada diakhir semester sekolah menengah. Hampir lulus beberapa bulan kedepan.
Meski terlahir dari keluarga yang kurang mampu, tapi aku sama sekali tidak berniat demikian. Astaga, kenapa aku juga jadi memikirkannya? Persetan dengan Jeon Jungkook! Terserah dia mau berpikir bagaimana. Aku harusnya tidak perduli. Dia tidak berarti apa-apa dalam hidupku. Jadi tidak usah diambil pusing.
"Hai nona." Suara ini, suara yang amat ku benci. Sungguh, aku tak ingin menoleh. Tapi ia yang memutar bahuku, menjadi melihat wajah memuakkannya. Ia bahkan tidak melepas bahuku, malahan ia mencengkeramnya kuat. Tampan darimananya coba jika ia semenyeramkan ini? Pria idaman apaan coba jika perlakuan sebejat ini?
"Lepas, pak tua!" Aku melotot marah, tidak sudi untuk memegang tangannya dan melepasnya sendiri. Terlalu menjijikan.
"Oh, apakah aku harus membuat janji dengan ibu-ibu kemarin untuk bertemu denganmu?" Bukannya mengindahkan permintaanku, kini tangan satunya juga ikut mencemgkeram bahuku yang lain. Jujur ini sangat sakit, ia tidak terlihat bersalah sama sekali. Dan aku tau, maaf adalah kata mustahil yang keluar dari bibirnya.
"Kau ingin membunuhku hah?" Kurasai cengkeramannya melunak. Ia tersenyum, senyum menyeramkan tentunya. Lalu tangan kanannya bergerak mengelus pipiku pelan sekali. Sungguh, aku tidak bisa apa-apa. Kalau melawan, aku yakin akan terluka lebih parah. Ia tidak segan-segan dengan itu, aku tau.
"Kenapa mesti menjual diri begitu? Bukankah sudah kukatakan kalau butuh apapun bisa langsung memberitahuku?" Ia sedikit menarik tubuhku agar mendekat padanya. Yaampun aku pasrah! Lalu kepalanya mendekat, kupikir ia ingin menciumku atau bagaimana. Tapi saat hampir sampai bibirku, ia tersenyum. Lalu berbisik, "Kalau kau ingin aku beli juga boleh. Butuh berapa?"
Plak!
Itu refleks. Seenaknya bicara begitu. Aku ini punya cita-cita. Ingin menjadi wanita karir, lalu mempunyai banyak uang sehingga bisa memperbaiki ekonomi keluarga. Tapi belum lulus saja sudah diminta menjual diri? Bercanda ya? Apalagi dengan ahjussi tua macam dia. Sudah gila, maniak, tidak tahu malu, dan sangat aneh. Aku sama sekali tidak tau rumahnya dimana. Tapi ia selalu dapat menemukanku dimanapun. Seolah ia menguntitku.
Kupikir ia akan marah, atau memukulku kembali. Tapi ternyata tidak, ia menarik tanganku yang baru saja menamparnya dan ia tempelkan di pipi nya. Ia menyeringai. Jujur aku mulai merinding, ia sudah seperti iblis dengan seringaian itu. Ditambah redupnya penerangan di gang kecil ini. Berkali-kali aku menyesali keputusan yang kubuat untuk lewat jalan pintas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dreamless 'One Shot BTS'
Fiksi PenggemarKUMPULAN REQUEST ONE SHOT BTS! BEBAS REQUEST!! Jangan ragu yorobun! (WAJIB FOLLOW) REQUEST IS ALWAYS OPEN NOW!! Ps: All pictures and gifs credit on Pinterest or Tumblr Gifs name cr on tumblr @tomholland-s